Mohon tunggu...
Natalia Syahrazade
Natalia Syahrazade Mohon Tunggu... -

Suka menulis dan mencari teman

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jogja Review: Dari Anak Muda Jogja Buat Kita Semua

13 September 2014   21:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:47 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu sore, sekelompok anak muda berkumpul di kedai Museum Wayang Ukur, Jalan Taman Siswa, Jogja. Sebagian dari mereka adalah pekerja di kedai itu, sebagian yang lain adalah pelanggan. Sebagian mereka adalah mahasiswa, sebagian lagi penulis, dan sisanya adalah aktor dan pengangguran berbakat.

Dalam kumpul-kumpul tersebut tercetus sebuah ide, rasanya seperti wahyu Ilahi saja ide itu, yaitu membuat sebuah media yang dapat menyatukan seni, sains dan piknik, yang disampaikan dengan gaya bercerita. Maklum, sebagian besar anak muda ini adalah para penulis sastra, baik puisi, cerita, maupun naskah lakon. Di samping penulis sastra, ada juga di antara mereka yang suka menggambar.

Pertama, adalah soal nama. Dari sekian nama yang diajukan, mulai Berita Seni, Berita budaya, Kresha News dan Angkringan Post, akhirnya dipilih nama Jogja Review. Konsekuensinya, media ini bukan hanya menampilkan berita, namun juga review yang lebih dalam dan komprehensif. Ini jelas ide nekat mengingat anak-anak muda ini belum ada yang memiliki pengalaman kerja di sebuah media profesional. Namun rupanya mereka mau belajar, sehingga hasilnya cukup bisa dinikmati.

Setelah memutuskan nama, kemudian logo: Konsep logo Jogja Review berangkat dari Jogja sendiri sebagai sebuah kota budaya yang sederhana, bersahaja, artistik, namun juga modern. Dengan kata lain logo itu berangkat dari kekuatan tradisional Jogja itu sendiri. Awalnya, logo itu akan menggunakan tugu Jogja atau tokoh wayang sebagai ikonnya. Namun, itu terlalu umum. Akhirnya logo yang dipilih adalah siluet orang yang sedang berdiri, memakai teropong untuk memandang jauh ke depan, mengenakan pakaian sorjan dan menuntun sepeda onthel. Agar terkesan modern, siluet orang tersebut ditampilkan dalam warna-warni populer seperti lukisan-lukisan Piet Mondrian dan Andy Warhol.

14105910601284466792
14105910601284466792

Sehabis logo, dibuat berbagai rubrikasi. Rubrik ini meliputi berita yang merangkum info secukupnya tentang Jogja, Nasioanal dan Global. Kemdian review yang meliputi seni, sains, serta rubrik jelajah yang menampilkan trip story baik Jogja, Indonesia maupun mancanegara. Dan agar Jogja dapat lebih dikenal, mereka memberi rubrik Istimewa yang bersisi hal-hal unik serta warisan tradisi Jogja, dengan mengulas makna-maknanya, bukan semata fungsi dan tampilannya. Ada juga Kolom yang menghadirkan tulisan para pakar yang dianggap kompeten.

Perlu diketahui, anak-anak yang bikin media ini terhitung agak gaptek. Dari mereka semua, hanya satu orang yang handphonnya android, ada dua orang yang tidak  memiliki laptop, dan tak seorang pun yang punya tablet. Jadi wajar kalau konsep webnya masih belum familiar dengan teknologi informasi jaman sekarang.  Untungnya, dan ini berkat kasih sayang Tuhan, rangking media ini cukup bagus di Alexa dan Google, dan jika istiqomah bukan mustahil akan terus naik secara perlahan namun pasti.

14105916682146582382
14105916682146582382

Apa yang paling menarik dari media ini adalah stiker-stiker mereka di fanpage Facebook dan juga di twiiter dalam rupa tokoh-tokoh wayang yang tampil dengan warna-warni yang menyenangkan untuk anak muda jaman sekarang. Namun, yang paling disukai dari Jogja Review adalah adanya Cerita Bersambung. Meski belum maksimal (mungkin karena masih awal), bukan mustahil mereka akan mengeluarkan kreativitas mereka di kemudian hari.

14105924471888190631
14105924471888190631

"Setiap empat bulan kami akan merevaluasi media ini. Kami akan membuat Jogja Review lebih sederhaa, gaul, mudah dipahami, singkat, dan yang paling penting: lucu!" ujar Mada, salah seorang redaktur. "kami akan mengetengahlan dagelan-dagelan khas Jogja dengan menghadirkan tokoh Punokawan, juga cerita-cerita segar untuk anak muda. Kolom arsitektur dan desain akan tampil lebih simple dan fungsional, juga singkat. Tidak lagi membahas karya-karya maestro saja," lanjutnya.

Singkatnya, mereka ingin menjadikan media mereka sesederhana warung angkringan kaki lima, namun kandungan gizi pada menu dan cita rasanya seperti makanan di restoran hotel bintang lima. Dengan bakat yang mereka miliki, serta semangat, ketulusan dan ketahahan mereka, bukan mustahil media ini akan menjadi duta Jogja yang indah dan besahaja di dunia maya, dan karena itu akan dicintai oleh banyak orang. Tentu saja, tujuan itu akan lebih cepat terlaksana berkat doa dan masukan dari warga Kompasiana...

Salam dari Jogja,
Jogjanesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun