Mohon tunggu...
jofi arya
jofi arya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Agribisnis

Faperta Unej

Selanjutnya

Tutup

Nature

Musibah di Balik Proyek Cetak Sawah Kalimantan Selatan

23 Juni 2020   00:01 Diperbarui: 23 Juni 2020   00:06 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama   : Djopfi Arcya Safputra

NIM    : 181510601105

Latar Belakang 

Pertanian di indonesia selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas, terutama terkait isu lingkungan, sosial dan ekonomi yang erat kaitannya dengan sustainable agriculture atau biasa disebut sebagai pertanian berkelanjutan. 

Pertanian berkelanjutan menjadi suatu sistem yang banyak dilakukan dalam penerapan kebijakan-kebijakan jangka panjang maupun jangka pendek untuk mengelola sumber daya yang ada sekaligus menjaganya agar tetap lestari. Salah satu polemik yang sampai saat ini masih menjadi sorotan adalah pengelolaan lahan gambut yang banyak terdapat di Indonesia. 

Sebagai negara agraris dengan basis ekonomi yang banyak bergantung dari bidang pertanian, permasalahan lahan kerap menimbulkan adanya perkara yang cukup serius di tingkat petani maupun pemerintahan. Salah satu kasus berkenaan lahan gambut yang saat ini sedang ramai diperincangkan adalah mengenai “proyek cetak sawah pada lahan gambut di Kalimantan Tengah”.

Seperti yang banyak diketahui, lahan gambut merupakan jenis lahan basah hasil dari endapan sisa-sisa biomassa berupa material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dan terakumulasi pada rawa. Tanah gambut bersifat masam yang disebabkan adanya hidrolisis asam-asam organik dan kondisi drainase yang jelek. 

Permasalahan kerusakan gambut di Kalimantan Tengah secara historis dimulai dari pembukaan lahan pasang surut, pembukaan lahan transmigrasi, dan penebangan kayu hutan. Perusakan lahan gambut tersebut dilakukan secara formal oleh pemerintah dan informal oleh masyarakat setempat (Ramdhan, 2017).

Penelitian oleh Larastiti (2018), pada artikel berjudul “Sonor Dan Bias “Cetak Sawah” di Lahan Gambut”, adanya pembangunan proyek skala besar oleh pemerintah dengan sistem sawah irigasi yang juga disebut sebagai “Cetak Sawah” menjadikan lahan gambut sebagai arena politik yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan petani penggarap, melainkan teknokrasi pemerintah daerah dan pemerintah pusat terhadap investasi komoditas ekspor. 

Kasus yang serupa dengan proyek cetak sawah di Kalimantan Tengah tersebut, pernah terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dan tidak berjalan dengan baik. Usulan Proyek Cetak Sawah awal 2016 oleh Gapoktan Bersatu Maju Desa Talang pada saat itu diharapkan mampu menjawab kebutuhan subsistensi rumah tangga tani yang tidak mampu dipenuhi dari penjualan karet. 

Namun pada kenyataannya berhektar-hektar calon sawah tergenang air berbulan-bulan lantaran land clearing berlangsung tidak transparan dan sembrono. Potret di atas penting dibaca sebagai penanda kegagalan pembangunan bertajuk perlindungan lahan pangan dan restorasi gambut.

Pembahasan

Prinsip dalam pengelolaan sumber daya alam dilakukan agar lahan yang ada tetap terjaga keseimbangan dan ketersediannya di alam. Lahan gambut merupakan sumber daya lahan yang tidak dapat diperbaharui atau bersifat irreversble. Irreversible merupakan keadaan dimana lahan gambut tersebut sangat rentan terhadap gangguan antropogenik khususnya gangguan kebakaran hutan dan lahan sehingga dalam pengelolaan lahan gambut, khususnya lahan konversi seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman butuh penanganan intensif agar fungsi sebagai pengatur tata air dan pemendam karbon tidak rusak (Syaufina, dkk., 2018). Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa lahan gambut yang telah rusak akan sangat sulit diperbaharui. Sehingga dalam pengelolan lahan gambut yang banyak terdapat di kawasan hutan rawa, perlu melakukan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam sebagai berikut :

1.  Community Based Forest Management (CBFM):     

Dalam hal ini, partisipasi masyarakat dan kemanfaatan hutan bagi masyarakat menjadi kunci kinerja pengelolaan hutan. Pada kasus lahan cetak sawah yang terjadi di Kalimantan Tengah, seharusnya pemerintah dapat lebih bijak dalam memberikan kebijakan dengan memberikan wewenang pada masyarakat sekitar sebagai subjek dan objek pengelolaan sumberdaya di hutan lahan gambut.

2.  Resource Based Forest Management (RBFM)

Pengelolaan hutan ditujukan untuk kemanfaatan  ekonomi,  sosial,  dan lingkungan dari seluruh sumberdaya yang ada dalam  kawasan  hutan. Proyek cetak sawah yang dilakukan di lahan gambut tentu akan sangat berdampak utamanya dari segi lingkungan. Lahan gambut yang terlanjur rusak karena pengelolaan yang tidak benar pada saat dilakukan cetak sawah, justru akan membuat tanah kehilangan fungsinya. Dampak terburuk yang akan terjadi adalah adanya bencana alam lain seperti banjir yang justru memperburuk keadaan masyarakat di sekitarnya. Masalah - masalah lain yang timbul ketika tidak memperhatikan aspek lingkungan adalah kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat Kalimantan Tengah yang akan semakin memperburuk keadaan. Maka dari itu dalam pengelolaan lahan gambut, harus melalui pengkajian dan pertimbangan yang sangat matang. Terlebih lagi pemerintah juga harus dapat belajar dari pengalaman yang sebelumnya pernah dilakukan.

3.  Good Corporate Governance (GCG) :      

Pengelolaan hutan dan pengelolaan perusahaan harus memenuhi kriteria transparansi,  akuntabel,  fairness,  kewajaran,  dan tidak  ada   Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Keberadaan lahan gambut yang semakin dijadikan sebagai ladang politik oleh pihak-pihak tertentu, menjadikan kebijakan yang dilakukan semakin tidak pro terhadap masalah atau dampak yang akan terjadi pada lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Hal tersebut berkaca pada kebakaran lahan gambut yang pernah terjadi di Kalimantan Tengah pada tahun 1990-an akibat dari proyek lahan gambut sejuta Ha yang gagal, menjadikan pemerintah telah berhasil melemahkan fungsi lahan gambut yang merupakan salah satu ekosistem yang penting bagi keberlangsungan iklim di Indonesia maupun Dunia.

Simpulan dan Kebijakan

Pada kasus proyek cetak sawah di Kalimantan Tengah, sangat perlu dilakukan kajian ulang terutama pada dampak lingkungan, sosial dan ekonomi yang dapat terjadi di kemudian hari. Keadaan lahan gambut yang diperlukan kehati-hatian dalam mengolahnya, membutuhkan kajian yang mendalam dan perancanaan yang matang agar tidak terjadi kesalahan yang dapat semakin menyengsarakan petani. Pengalihfungsian lahan gambut menjadi lahan sawah tidak cukup efektif dikarenakan upaya untuk membuat lahan gambut menjadi lahan yang subur tentu akan membutuhan biaya yang tidak sedikit dengan waktu yang tidak sebentar.

Terdapat banyak sumber-sumber penelitian mengenai tanaman perkebunan yang dibudidayakan di lahan gambut sering gagal panen atau produktivitasnya rendah karena mengalami ”gangguan fisik” akibat subsidensi. Subsidensi gambut terjadi disebabkan proses dekomposisi yang lebih cepat akibat pembukaan lahan, pembuatan drainase yang intensif, fase perkembangan tanaman, populasi tanaman, dan kebakaran sehingga berdampak pada ekosistem gambut asli. 

Maka dari itu, tidak mengeherankan apabila banyak aktivis maupun pegiat lingkungan yang menentang dilaksanakannya proyek cetak sawah di Kalimantan Tengah saat ini. Di tengah kisruhnya cetak sawah yang terjadi, salah satu pegiat lingkungan yaitu Laode M. Syarif yang juga seorang Direktur Eksekutif Kemitraan dikutip dari Antaranews.com, mengusulkan pemanfaatan lahan-lahan kritis atau degraded land secara optimal untuk produksi pertanian pangan serta pendistribusian ijin pengelolaan kepada masyarakat untuk mempercepat pelaksanaan program Perhutanan Sosial (PS). Saran tersebut cukup efektif jika dibandingkan dengan harus melakukan  pengeringan lahan gambut untuk lahan sawah yang dapat menimbulkan resiko besar terjadinya kebakaran hutan dan kerugian secara moril maupun materil pada masyarakat terdampak dan pemerintah.

Referensi :

Hermanto, S.R., dan V.Jatsiyah. 2018. Karakteristik sifat kimia lahan gambut yang di konversi menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Ketapang. Chempublish Journal, 3(2): 32-39

https://gensindo.sindonews.com/read/69518/15/koalisi-masyarakat-sipil-tolak-rencana-cetak-sawah-di-kalteng-1592143567

https://www.antaranews.com/berita/1489172/pemerintah-lanjutkan-rencana-cetak-sawah-baru-di-kalimantan-tengah 

Larastiti, Ciptaningrat. 2018. Sonor dan bias “cetak sawah” di lahan gambut. Jurnal Bhumi, 4(1): 67-87

Masganti, K.Anwar, dan M.A.Susanti. 2017. Potensi dan pemanfaatan lahan gambut dangkal untuk petanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(1): 43-52

Ramdhan, Muhammad. 2017. Analisis persepsi masyarakat terhadap kebijakan restorasi lahan gambut di Kalimantan Tengah. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, 4(1): 60-72

Safrizal, Oksana, dan R.Saragih. 2016. Analisis sifat kimia tanah gambut pada tiga tipe penggunaan lahan  di Desa Pangkalan Panduk Kecamatan Kerumutan  Kabupaten Pelalawan. Jurnal Agroteknologi, 7(1): 27-32

Syaufina, Lailan., dan D.A.F.Hafni. 2018. Variabilitas iklim dan kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Jurnal Silvikultur Tropika, 9(1): 60-68

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun