Maka dari itu, tidak mengeherankan apabila banyak aktivis maupun pegiat lingkungan yang menentang dilaksanakannya proyek cetak sawah di Kalimantan Tengah saat ini. Di tengah kisruhnya cetak sawah yang terjadi, salah satu pegiat lingkungan yaitu Laode M. Syarif yang juga seorang Direktur Eksekutif Kemitraan dikutip dari Antaranews.com, mengusulkan pemanfaatan lahan-lahan kritis atau degraded land secara optimal untuk produksi pertanian pangan serta pendistribusian ijin pengelolaan kepada masyarakat untuk mempercepat pelaksanaan program Perhutanan Sosial (PS). Saran tersebut cukup efektif jika dibandingkan dengan harus melakukan pengeringan lahan gambut untuk lahan sawah yang dapat menimbulkan resiko besar terjadinya kebakaran hutan dan kerugian secara moril maupun materil pada masyarakat terdampak dan pemerintah.
Referensi :
Hermanto, S.R., dan V.Jatsiyah. 2018. Karakteristik sifat kimia lahan gambut yang di konversi menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Ketapang. Chempublish Journal, 3(2): 32-39
Larastiti, Ciptaningrat. 2018. Sonor dan bias “cetak sawah” di lahan gambut. Jurnal Bhumi, 4(1): 67-87
Masganti, K.Anwar, dan M.A.Susanti. 2017. Potensi dan pemanfaatan lahan gambut dangkal untuk petanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(1): 43-52
Ramdhan, Muhammad. 2017. Analisis persepsi masyarakat terhadap kebijakan restorasi lahan gambut di Kalimantan Tengah. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, 4(1): 60-72
Safrizal, Oksana, dan R.Saragih. 2016. Analisis sifat kimia tanah gambut pada tiga tipe penggunaan lahan di Desa Pangkalan Panduk Kecamatan Kerumutan Kabupaten Pelalawan. Jurnal Agroteknologi, 7(1): 27-32
Syaufina, Lailan., dan D.A.F.Hafni. 2018. Variabilitas iklim dan kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Jurnal Silvikultur Tropika, 9(1): 60-68
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H