Mohon tunggu...
Joe Sekigawa
Joe Sekigawa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pemuda bergelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.) dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung pada bulan Oktober 2012 ini merupakan kader KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) STKS Bandung yang hijrah ke Kalimantan Timur sejak Mei 2013 dan kemudian menjadi bagian dari keluarga besar KAMMI Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Saat ini bekerja sebagai Community Investment Staff perusahaan Hutan Tanaman Industri Distrik Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara-KALTIM.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cinta itu (tidak) Buta*

30 Januari 2014   19:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:18 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta itu (tidak) Buta*

*Oleh Muhammad Joe Sekigawa, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Cinta. Ah, di usia hampir seperempat abad ini, tentunya saya dan kalian pernah merasakan apa itu yang disebut dengan cinta. Cinta adalah sebuah kata yang begitu familiar di dalam keseharian kehidupan kita. Cinta pertama yang kita sadari berasal dari kedua orang tua, kemudian dari saudara-saudara kandung, keluarga besar, sahabat karib, dan yang terkhusus adalah cinta dari lawan jenis. Ya, mengenai cinta lawan jenis ini, kalian pasti suka membahasnya, karena memang tidak akan pernah ada habisnya, benar kan? He he ^^

Eh sudah-sudah. Kita akan beranjak pada pembahasan singkat tentang “cinta” yang mampu menerbangkan perasaan mencapai tempat tinggi di angkasa, berbunga-bunga hingga mekar menebarkan wewangian. Gimana siap kan mas bro dan mba sist? ^_^

Okelah, yang paling menarik, kita akan membahas mengenai cinta dengan lawan jenis. Perasaan ini fitrah dan mulai kita rasakan semenjak memasuki usia sekolah SMP, seiring dengan mulai matangnya organ reproduksi yang ditandai dengan mimpi basah untuk anak laki-laki dan datang bulan bagi anak perempuan.

Karena rasa itu fitrah dari Allah, maka sesungguhnya rasa itu suci dan mulia. Permasalahannya adalah ketika rasa fitrah tersebut dipergunakan tidak pada tempatnya dan tidak tepat pada waktunya, akan berakibat buruk dan menodai “cinta” itu sendiri. Inilah indahnya Islam, karena agama ini mengatur cinta untuk menjadi energi super power ketika dapat dipergunakan sesuai dengan fitrahnya.

Kembali lagi pada sisi fitrah dari “cinta” itu sendiri. Kekuatan besarnya mampu menumbuhkan semangat juang yang begitu tinggi, namun di sisi lain, ia juga bisa menjadi “pembunuh” semangat yang hebat di saat patah hati. Patah hati? Kalian pernah merasakannya? Inilah penyebab dasar yang harus dikupas kulitnya sampai ia terlihat jelas makna “cinta” yang sesungguhnya.

Cinta ini, adalah sesuatu yang rasional, terukur, memiliki alasan, dan ketertarikan dari berbagai macam hal. Cinta mengikat hati, tapi masih bisa diimbangi dengan pemikiran rasional. Oleh karenanya, tidak benar jika dikatakan bahwa cinta itu buta, karena yang benar adalah cinta itu (tidak) buta, dan beralasan yang rasional.

Untuk mendudukkan cinta pada posisi yang sebenarnya, ia harus dimunculkan pada tempat dan waktu yang tepat, serta tentu saja, orang yang tepat pula. Cinta ini, nantinya akan melahirkan banyak rasa turunan, yang sangat berguna untuk membina hubungan yang harmonis dan berkelanjutan. Dan satu-satunya jalan untuk menjadi jalan keluar cinta adalah dengan melangsungkan pernikahan, tanpa ada jalan yang lain. Sepakat?

Nah, selanjutnya. Aktivitas pacaran yang diambil sebagai jalan keluar dalam mengekspresikan cinta terhadap lawan jenis, adalah satu jalan keluar yang tidak memberikan solusi permasalahan. Bahkan, jalan pacaran cenderung menghasilkan sesuatu yang menyakitkan, mulai dari menyiksa fisiknya sendiri sebagai respon terhadap rasa sakit hati yang tidak tertahankan, hingga melakukan bunuh diri akibat menanggung malu yang berlebihan dan perasaan tak tertahankan dengan sakit yang tak terperi.

Hal tersebut terjadi karena memposisikan cinta suci sebagai cinta buta. Titik penyeimbang rasionalitas tak mampu dipergunakannya. Sehingga, ketika dorongan alami mencinta seseorang tersebut hadir, yang muncul adalah rasa egois untuk memilikinya tanpa ada alasan yang perlu dijadikan pertimbangan. Karena menganggap rasa itu sebagai rasa fitrah, maka ia merasa rasa itu harus dan wajib dipenuhi, tanpa bisa diganti dengan yang lain. Padahal, rasa itu ada batasnya, dan tidak boleh menabrak norma-norma yang berlaku.

Benar. Rasa cinta itu memang sama sekali tidak buta, kawan. Islam telah memberikan panduan yang jelas bagi insan manusia yang dimabuk asmara karena cinta. Islam mengajarkan kita memilih pasangan yang baik dari sisi keturunan, kekayaan, kecantikan dan agamanya, maka memilih yang baik agamanya adalah suatu hal yang utama disamping tiga kriteria lainnya yang telah disebutkan itu.

Ya. Rasanya cukup jelas bukan? Dengan adanya beberapa kriteria, maka cinta itu tidak buta. Cinta akan tumbuh semakin besar seiring dengan kebersamaan, dan saling belajar untuk memahami. Semakin lama pacaran, tidaklah menjadi jaminan dan merupakan suatu jalan keluar yang buruk untuk memulai usaha membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Hal ini dikarenakan aktivitas pacaran itu sendiri yang sangat dibenci oleh agama, karena perilaku di dalamnya, 90% mendekati zina. Mulai dari saling berpegangan tangan, mengelus rambut (muslimah tapi merasa berat untuk menutup auratnya, yaitu rambut), berboncengan dengan erat berangkulan, berdua-duaan di tempat sepi, mengecup kening, dan sampai tidur bersama. Kalau sudah sampai tidur bersama, maka sudah bisa ditebak yang terjadi di sana, sepasang insan lawan jenis, di dalam kamar tertutup, tanpa pengawasan, maka syaitan akan bersorak karena ia memiliki teman untuk diajak bersama-sama masuk neraka, melalui pintu zina.

Sekali lagi, bahwa cinta itu (tidak) buta. Ia memiliki alasan yang kuat sehingga diterjemahkan dalam bentuk aktivitas keseharian. Meneruskan estafeta dakwah melalui anak-anak hasil cinta mereka, saling belajar dan terus berproses untuk memperbaiki diri serta mendekatkan diri kepada Rabb-nya, serta melipatgandakan tebaran kebaikan bagi masyarakat sekitar. Inilah tujuan mulia dari bertemunya dua cinta insan manusia. Dan saya katakan dengan penuh kesadaran dan kemantapan, bahwa cinta itu (tidak) buta.

Salam hangat dansemangat selalu dalam dekapan ukhuwwah

Kembang Janggut-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur Selasa, 06 Shafar 1435 H/10 Desember 2013 pukul 16.54 wita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun