Sebuah dorama atau serial TV Jepang berjudul Change menampilkan cerita ringan membahas tentang politik. Diceritakan seorang guru sekolah dasar di daerah terpencil adalah satu-satunya pewaris dari seorang anggota senat yang juga ketua partai
Partai yang dipimpin oleh ayahnya menjadi partai yang paling berpengaruh dan juga menduduki posisi teratas dalam susunan senat Jepang. Karena sang ayah meninggal, anggota senat yang dipelopori sekjen partai mencoba membujuk sang guru muda untuk bergabung dengan partai yang dibesarkan oleh ayahnya.
Singkat cerita terjadi pergolakan karena guru muda tersebut sudah muak akan segala hal yang berbau politik. Almarhum ayah dan almarhum kakaknya terjun ke dunia politik yang menurut guru muda tersebut penuh kebohongan dan intrik. Tapi dikarenakan kelangsungan sekolah tempat dia bekerja terancam ditutup, satu-satunya peluang untuk berjuang yang dia tahu adalah bergabung dengan partai politik untuk memperjuangkan aspirasi sekolah-sekolah kecil di daerah yang kekurangan bantuan dari pemerintah.
Guru muda tersebut kemudian bergabung dan dengan kemahiran seorang ahli konseptor kampanye, dia mendapatkan banyak suara untuk menduduki kursi di senat. Juru bicara kampanye mengesploitasi keunggulan fisik dan juga keluguan sang guru muda tersebut. Lambat laun dengan pola kampanye yang brilian, dari seseorang yang bukan siapa-siapa mendadak dia menjadi orang yang terkenal.
Di sisi lain  partai yang dia ikuti adalah partai pemenang dalam pemilu sebelumnya, berusaha menjatuhkan Perdana Menteri yang masih menjabat. Isu korupsi dengan didukung lobi politik akhirnya membuat Perdana Menteri yang berkuasa mengambil langkah mundur. Sekjen Partai yang cerdik dan licik  memanfaatkan kepopuleran sang guru muda untuk menjadi kandidat Perdana Menteri yang baru. Dan singkat cerita, guru muda tersebut mendadak menjadi Perdana Menteri.
Hanya saja sebagai seorang Perdana Menteri, sang Sekjen Partai berhasil membujuk guru muda tersebut untuk menyerahkan segala urusan pembentukan cabinet dan administrasi roda pemerintahan kepada sang Sekjen. Guru muda tersebut yang percaya penuh kemudian mengangkat Sekjen partai tersebut menjadi Menteri Sekretaris Kabinet dengan kuasa penuh.
Walhasil seperti yang sudah diduga, Perdana Menteri "boneka" tersebut lambat laun menjadi kambing hitam atas segala kejahatan yang dilakukan orang-orang dibawahnya. Dan akhirnya dia pun harus mengundurkan diri.
Ceritanya sangat sederhana dan berkesan ala cerita Cinderella. From nothing to be something. Hanya saja nampaknya masyarakat kita perlu disuguhkan film ini. Film ini sedikit banyak menggambarkan proses demokrasi hasil bentukan pencitraan. Walau fiktif tapi penonton diajak melihat politik itu bisa dibawa menjadi baik ataupun menjadi tidak baik. Lobi-lobi politik untuk mencapai tujuan tertentu, mengubah imej seseorang bahkan bagaimana piawainya skenario politik untuk menjatuhkan lawan digambarkan disini. Â
Banyak film Hollywood yang juga mengambil ide skenario tentang politik. Tapi dorama ini disajikan lebih ringan dan jika dicerna dengan baik maka apa yang diperlihatkan bukan sekedar imajinasi fiktif belaka. Setidaknya dorama ini memberikan gambaran seperti apa itu senat/dewan bila dipandang dari sisinya yang penuh intrik.
Bukan cerita baru jika di Indonesia kita juga buta dengan calon yang kita pilih. Bukan cerita baru jika banyak pihak merasa anggota dewan kita tidak pernah memperjuangkan aspirasi kita pemilihnya dengan penuh tanggungjawab. Bahkan sesuai dengan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2009, janji politik tidak bisa digugat secara perdata. Jadi janji yang diberikan oleh calon anggota dewan ataupun calon pejabat pemerintahan, tidak dapat kita tuntut jika terjadi wanprestasi alias ingkar janji.
Semenjak era reformasi bergulir, kritikan tentang kinerja anggota dewan banyak dilontarkan oleh masyarakat ataupun lawan politiknya. Dan ini adalah buah dari demokrasi. Semua pihak berhak menyampaikan hak dan pendapat tentu saja melalui cara-cara yang diperkenankan dan santun sesuai dengan Pancasila. Dan pihak yang dikritik pun boleh melakukan pembelaan dengan kinerja dan bukti yang nyata.
Sekali lagi ini hanya sebuah film. Film ini mungkin saja tidak menggambarkan kondisi politik yang sama di Indonesia. Tapi setidaknya akan menambah wacana untuk orang awam seperti saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H