Tampaknya perilaku diskriminais rasial yang dibangun oleh rezim Orde Baru selama 32 tahun kepada kaum minoritas peranakan Tionghoa tidak hanya dialami oleh Paul dan keluarganya, melainkan dialami oleh setiap anak bangsa yang kebetulan lahir dan dibesarkan di Indonesia sebagai minoritas peranakan Tionghoa.
Gus Dur dari awal perjuangannya berupaya menghancurkan bayang-bayang kekuasaan mayoritas kepada minoritas bahwa mayoritas dan minoritas adalah mitra yang setara, tidak ada yang diunggulkan dan tidak ada yang terpinggirkan.Â
Inilah yang menjadi alasan utama mengapa saya selalu merindukan sosok perjuangan sosok seorang Gus Dur hingga saya harus bersimpuh setiap kali saya berziarah kepusaranya, meskipun pada akhir hayatnya Gus Dur belum dapat sepenuhnya menempatkan mayoritas dan minoritas sebagai mitra yang setara.
Jika di Amerika Serikat warga negara minoritas hingga sampai hari ini tetap memiliki kerinduan yang sangat mendalam kepada sosok perjuangan Abraham Lincoln dan Martin Luther King Jr. Sedermikian dengan warga negara minoritas di Indonesia tentunya akan selalu merindukan sosok perjuangan Gus Dur. Wallahu a'lam bish-shawabi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H