Oleh karena kandungan vaksin itu berisi zat berupa virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan, maka sudah dipastikan memberikan dampak alamiah dari efek samping yang hanya dirasakan sesaat setelah mengalami proses imunisasi akibat dari cara kerja vaksin itu sendiri. Efek samping yang hanya dirasakan sesaat seperti demam dan nyeri sebagaimana yang selalu dialami atau dirasakan ketika anak-anak balita kita sedang diimunisasi.
Alasan krusial keraguan apa lagi yang menjadi dasar mereka menolak divaksinasi? Bukankah mereka yang lahir sebelum 1980-an sudah pernah beberapa kali mengalami vaksinasi di sekolah? Masih membekas dalam ingatan saya ketika nama-nama siswa sesuai daftar hadir dipanggil satu persatu untuk disuntik vaksin di depan kelas. Setelah divaksinasi, malamnya saya merasakan efek samping sesaat seperti demam dan nyeri yang saya terima akibat vaksinasi. Tapi keesokan paginya efek samping sesaat itu hilang dengan sendirinya. Â
Mereka pun seharusnya sudah memahami betapa anak-anak balita mereka sesuai jadwal usianya selalu diupayakan untuk mendapatkan imunisasi di puskesmas atau di rumah sakit. Mereka pun sangat paham efek samping sesaat yang ditimbulkannya setelah anak-anak balita mereka diimunisasi seperti anak menjadi rewel dan demam. Tapi keesokan paginya efek samping yang sesaat itu pada akhirnya hilang dengan sendirinya.Â
Tidak berhenti kepada persoalan efek samping sesaat yang ditimbulkan oleh vaksinasi, mereka pun menuntut agar vaksinasi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2 dapat digratiskan oleh Pemerintah kepada rakyatnya. Faktanya untuk mendapatkan vaksinasi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2 rakyat tidak perlu membayar lagi alias Pemerintah telah menggartiskan vaksinasi kepada rakyatnya.Â
Setelah tuntutan gratis terpenuhi ternyata mereka terus mencari-cari alasan lagi menuntut agar program vaksinasi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2 harus wajib mendapat sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Faktanya Alhamdulillahi Robbil'Alamin MUI sudah memberi sertifikasi halal untuk program vasinasi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2.Â
Lagi-lagi tidak berhenti sampai di sini saja, tampaknya mereka terus saja menuntut agar program vaksinasi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2 mendapat ijin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Faktanya BPOM sudah terbitkan ijin resmi untuk program vaksinasi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2.Â
Apakah cukup berhenti sampai di sini? Ternyata mereka menuntut lagi sebelum rakyat mendapat jatah vaksinasi, maka Presiden Jokowi harus terlebih dahulu divaksinasi secara live di depan publik. Faktanya tuntutan telah dipenuhi terbukti vaksinasi kepada Presiden Jokowi disiarkan secara live ke publik.
Update yang terjadi sampai hari ini tampaknya mereka yang awalnya menolak divaksinasi tapi kini berubah statementnya menjadi bersedia divaksin asalkan vaksinnya bukan merk Sinovac Biotech buatan China. Apa yang salah pada Sinovac Biotech sehingga mereka menolak divaksin? Padahal tidak hanya di Indonesia saja yang mengimport vaksin Sinovac Biotech, beberapa negara juga sudah mengimport vaksin Sinovac Biotech seperti Turki, Brasil, Filipina, Ukraina, Chili, Singapura dan Malaysia.
Kalau tuntutan manja mereka satu persatu sudah terpenuhi semua lantas mau mencari-cari alasan tuntutan apa lagi? Tegasnya, dari sekian banyak tuntutan mereka ini sejujurnya telah membuat kekawatiran saya, adakah kemungkinan modus agenda politik tersembunyi dari keinginan niat mereka yang menolak divaksin telah dijadikan alat pemantik kegaduhan?
Akhiurulkalam, sebagai manusia yang beragama tentunya kita percaya betapa Tuhan yang Maha Esa sudah mendengar dan sekaligus menjawab doa-doa permohonan dari sekian juta manusia yang terkena imbas wabah pandemi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2 melalui program vaksininasi virus Corona/Covid-19/SARS-CoV-2 sehingga masa wabah pandemi diharapkan dapat segera berakhir, meskipun masih ada saja sebagian dari anak bangsa sendiri menolak jawaban Tuhan yang Maha Esa melalui penolakan vaksinasi yang itu artinya sama saja agar masa wabah pandemi tidak akan pernah berakhir.Â
Wallahu a'lam bish-shawabi.Â