Awalnya ada dua benang yang kondisinya masih belum terburai kusut. Benang yang pertama terletak di Asia Tenggara tepatnya di Negara Republik Persatuan Myanmar yang dulu dikenal dengan Negara Burma ada propinsi Arakan alias Rakhine yang ditempati oleh etnis minoritas Rohingya keturunan Indo Arya asal Bangladesh beragama muslim. Sedangkan benang kedua terletak di Asia Timur tepatnya di Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ada propinsi Xinjiang yang ditempati oleh etnis minoritas Uyghur keturunan Turkistan asal Turki yang beragama muslim.Â
Kritisi Pertama
Mengkritisi benang pertama terburai kusut sejak  kelompok milisi bersenjata jihadis dari etnis minoritas muslim Rohingya melakukan gerakan politik separatis yang diorganisir oleh Tentara Pembebasan Rohingya Arakan alias Harakah al-Yaqin alias Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang tujuan politiknya tiada lain ingin membentuk kemerdekaan Negara sendiri di luar Negara Myanmar. Â
Demikian mengkritisi pada benang kedua terburai kusut sejak kelompok milisi bersenjata jihadis dari etnis minoritas muslim Uyghur juga melakukan gerakan politik separatis yang diorganisir oleh Gerakan Islamis Turkistan Timur alias Eastern Turkistan Islamic Movement (ETIM) yang tujuan politiknya tiada lain ingin membentuk kemerdekaan Negara sendiri di luar China .Â
Kritisi Kedua
Mengkritisi benang pertama terburai kusut sejak kelompok sipil milisi bersenjata jihadis ARSA di Rakhine mendapat support dari jaringan jihadis internasional seperti Al Qaeda dan ISIS untuk mengacaukan kondisi keamanan di Rakhine, Myanmar.Â
Demikian mengkritisi pada benang kedua terburai kusut sejak kelompok sipil milisi bersenjata jihadis ETIM di Xinjiang (pada tahun 2002 Dewan Keamanan PBB menetapkan ETIM sebagai organisasi teroris) Â mendapat support dari kelompok jaringan jihadis internasional seperti Al Qaeda dan ISIS untuk mengacaukan kondisi keamanan di Xinjiang, China .Â
Kritisi Ketiga
Mengkritisi benang pertama terburai kusut sejak kelompok sipil milisi bersenjata jihadis ARSA mengklaim militer Myanmar melakukan serangkaian kejahatan kemanusiaan terhadap kelompok etnis minoritas muslim Rohingya dan sebaliknya otoritas resmi Myanmar yang didukung investigasi dari Institute for Policy Analysis Conflict (IPAC) juga melaporkan kelompok sipil bersenjata jihadis ARSA melakukan digdaya penyiksaan terhadap warga sipil yang dianggap tidak sejalan  dengan ARSA.Â
Demikian mengkritisi pada benang kedua terburai kusut sejak kelompok milisi bersenjata jihadis ETIM yang mengklaim kalau militer China  melakukan serangkaian kejahatan kemanusiaan terhadap kelompok etnis minoritas muslim Uyghur dan sebaliknya otoritas resmi RRT melaporkan kelompok sipil milisi bersenjata jihadis ETIM dalam setiap aksi jihadisnya selalu melakukan serangkaian teror mematikan seperti bom mobil tahun 2013 yang dikendarai oleh militan jihadis ETIM melintasi kerumunan wisatawan di Alun-Alun Tiananmen, Beijing yang menewaskan puluhan warga sipil dan serangkaian teror mematikan lainnya seperti yang pernah terjadi di Stasiun Kereta Kunming di Provinsi Yunnan pada tahun 2014.Â
Kritisi Keempat
Mengkritisi benang pertama terburai kusut sejak militer Myanmar mengambil tindakan penertiban sebagai pemulihan keamanan melalaui misi operasi militernya terhadap gerakan politik separatis ARSA.Â
Demikian mengkritisi pada benang kedua terburai kusut sejak militer China  juga mengambil tindakan penertiban sebagai pemulihan keamanan melalaui misi operasi militernya terhadap gerakan politik separatis ETIM.Â
Ternyata misi operasi militer yang dilakukan oleh otoritas resmi Myanmar dan China  juga dilakukan secara universal oleh semua otoritas resmi negara berdaulat di dunia tanpa terkecuali, termasuk di Indonesia, misalnya dalam operasi militernya terhadap kelompok sipil milisi bersenjata Republik Maluku Selatan (RMS), Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).Â
Kritisi Kelima
Mengkritisi benang pertama terburai kusut sejak sebagian besar dari negara Islam tidak memberikan respek sikap solidaritas mereka kepada kelompok sipil milisi bersenjata jihadis ARSA dan para pengungsi warga sipil minoritas muslim Rohingya.Â
Demikian mengkritisi pada benang kedua terburai kusut sejak sebagian besar negara Islam juga tidak memberikan respek solidaritasnya kepada kelompok sipil milisi bersenjata jihadis ETIM dan sebaliknya mensupport otoritas resmi RRT melakukan misi operasi militernya kepada kelompok sipil milisi bersenjata jihadis ETIM .Â
Ironisnya lagi, ternyata sebagian besar negara yang berlabel kafir dan thoghut yang justru memberikan support misi kemanusiaan kepada para pengungsi etnis minoritas muslim Rohingya dan Uyghur.
Kritisi KeenamÂ
Mengkritisi benang pertama terburai kusut sejak sajian berita hoax dijadikan refrensi diviralkan seolah telah terjadi digdaya kejahatan kemanusiaan oleh militer Myanmar terhadap warga sipil etnis minoritas muslim di Rakhine. Betapa jahatnya penyebaran berita hoax berupa sajian photo yang memuat insiden peledakan truk tanki minyak mentah di Kongo yang menewaskan puluhan orang dan ratusan luka-luka telah diplintir beritanya seolah-olah para korban di Kongo itu adalah para korban warga sipil etnis minoritas muslim di Rakhine dari imbas operasi militer yang dilakukan oleh militer Myanmar.
Tokoh politikus selevel Mehmet Simsek yang waktu itu masih sebagai Wakil Perdana Menteri Turki  juga telah turut terlibat menyebarkan sajian berita hoax di akun twitternya @memetsimsek yang  mengunggah beberapa photo para korban bencana alam banjir bandang di Nepal, para korban bencana alam badai Topan di Nagris, para korban bencana alam gempa bumi di China, para korban kelaparan di Afrika dan korban warga sipil yang terikat di pohon akibat imbas dari konflik GAM di Aceh tapi telah diplintir sedemikian rupa diberi narasi yang menyesatkan seolah-olah para korban itu adalah warga sipil etnis minoritas muslim di Rakhine dari imbas operasi militer yang dilakukan oleh militer Myanmar.Â
Mengkritisi benang kejahatan kemanusiaan di Xinjiang yang terburai kusut, misalnya sajian photo hoax dan narasi yang menyesatkan yang menggambarkan seolah-olah seorang pria warga sipil etnis minoritas muslim Uyghur sedang digelandang oleh aparat kepolisian yang hendak dieksekusi. Padahal sajian photo yang sebenarnya adalah seorang kepala sekolah taman kanak-kanak dari warga China karena terbukti meracuni sampai mati puluhan anak-anak TK sehingga patut untuk dieksekusi mati.Â
Sajian photo hoax lainnya yang menggambarkan seolah-olah ada seorang wanita dari warga sipil etnis minoritas muslim Uyghur yang mengalami penyiksaan suntik mati model BDSM dengan kondisi babak belur dan berdarah-darah. Padahal sajian photo yang sebenarnya adalah aksi teatrikal oleh para praktisi asal Prancis pada tahun 2004 di China. Ada lagi photo hoax yang seolah-olah menggambarkan kedua aktivis pria muslim Uyghur di Xinjiang  dalam kondisi jongkok tangan terikat di belakang dan leher dikalungkan bangkai hewan anjing. Padahal sajian photo yang sebenarnya adalah dua pencuri anjing yang babak belur dihajar massa di propinsi Guizhou pada tahun 2015.Â
Sajian photo hoax yang tak kalah seru viralnya dan mendapat perhatian netizen untuk melakukan share adalah sajian photo yang menggambarkan seolah-olah ada penyiksaan di luar batas kemanusiaan yaitu seorang perempuan muslim Uyghur dengan kondisi tubuh membelakangi kedua tangannya yang terikat di jeruji besi penjara dan lehernya tergantung kalung rantai yang diberi beban sepuluh batu bata merah. Padahal sajian photo yang sebenarnya adalah foto hasil lukisan minyak berjudul Resoluteness in the Persecution yang pernah menjadi juara ke tiga dalam Worldwide Chinese Character Realistic Oil Painting Centest pada tahun 2011.Â
Penutup
Kini kedua benang kusut yang menyangkut peristiwa konflik politik dalam negeri antara kubu milisi sipil bersenjata versus Negara di Rakhine dan Xinjiang sudah terkritisi betapa benang kusut yang sudah terurai dan tergulung rapi apakah kemudian sebagian dari anak bangsa kita sendiri masih berkutat untuk memburai benang yang sudah tergulung rapi untuk menjadi kusut kembali,Â
Betapa ironisnya sebagian dari anak bangsa sendiri yang dengan digdaya arogannya menganggap dirinya paling benar yang selalu mempersoalkan peristiwa diskriminasi dan ketidakadilan terhadap Agama dan etnis minoritas di Rakhine dan Xinjiang, sementara mata mereka tertutup membiarkan terhadap diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi setia setiap saat bertebar di sana-sini di dalam negeri sendiri hanya karena anak bangsa yang menjadi korban diskrimansi dan ketidakadilan adalah dari kelompok agama dan etnis minoritas.
Betapa ironisnya sebagian dari anak bangsa sendiri yang dengan digdaya arogannya menganggap dirinya paling benar mempersoalkan genosida di Rakhine dan Xinjiang yang notabene sampai sekarang data-data akurasi visualnya tidak pernah membuktikan peristiwa genosida itu ada kecuali data visual hoax dan narasi-narasi yang menyesatkan bertebaran di sana-sini, sementara peristiwa fakta genosida pasca 1965 yang terjadi di dalam negeri sendiri yang telah merenggut korban ratusan ribu anak bangsa sendiri  dibiarkan mangkrak selama 55 tahun.Â
Akhirulkalam, saya akan mengakhiri tulisan saya ini dengan dua buah video (klik di sini dan di sini untuk menontonnya)  yang dapat dijadikan refrensi kita dalam menguak konspirasi internasional untuk menjatuhkan China sebagai Negara yang berdaulat melalui jalur Uyghur setelah sebelumnya melalui jalur Hongkong dianggap gagal. Kedua video ini adalah hasil reportase dari CGTN (China Global Televison Network) yang disiarkan melalui jaringan televisi kabel, satelit, internet dan terestrial yang sudah menjangkau lebih dari 100 negara di belahan dunia dengan 85 juta pemirsa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H