Sajian photo hoax lainnya yang menggambarkan seolah-olah ada seorang wanita dari warga sipil etnis minoritas muslim Uyghur yang mengalami penyiksaan suntik mati model BDSM dengan kondisi babak belur dan berdarah-darah. Padahal sajian photo yang sebenarnya adalah aksi teatrikal oleh para praktisi asal Prancis pada tahun 2004 di China. Ada lagi photo hoax yang seolah-olah menggambarkan kedua aktivis pria muslim Uyghur di Xinjiang  dalam kondisi jongkok tangan terikat di belakang dan leher dikalungkan bangkai hewan anjing. Padahal sajian photo yang sebenarnya adalah dua pencuri anjing yang babak belur dihajar massa di propinsi Guizhou pada tahun 2015.Â
Sajian photo hoax yang tak kalah seru viralnya dan mendapat perhatian netizen untuk melakukan share adalah sajian photo yang menggambarkan seolah-olah ada penyiksaan di luar batas kemanusiaan yaitu seorang perempuan muslim Uyghur dengan kondisi tubuh membelakangi kedua tangannya yang terikat di jeruji besi penjara dan lehernya tergantung kalung rantai yang diberi beban sepuluh batu bata merah. Padahal sajian photo yang sebenarnya adalah foto hasil lukisan minyak berjudul Resoluteness in the Persecution yang pernah menjadi juara ke tiga dalam Worldwide Chinese Character Realistic Oil Painting Centest pada tahun 2011.Â
Penutup
Kini kedua benang kusut yang menyangkut peristiwa konflik politik dalam negeri antara kubu milisi sipil bersenjata versus Negara di Rakhine dan Xinjiang sudah terkritisi betapa benang kusut yang sudah terurai dan tergulung rapi apakah kemudian sebagian dari anak bangsa kita sendiri masih berkutat untuk memburai benang yang sudah tergulung rapi untuk menjadi kusut kembali,Â
Betapa ironisnya sebagian dari anak bangsa sendiri yang dengan digdaya arogannya menganggap dirinya paling benar yang selalu mempersoalkan peristiwa diskriminasi dan ketidakadilan terhadap Agama dan etnis minoritas di Rakhine dan Xinjiang, sementara mata mereka tertutup membiarkan terhadap diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi setia setiap saat bertebar di sana-sini di dalam negeri sendiri hanya karena anak bangsa yang menjadi korban diskrimansi dan ketidakadilan adalah dari kelompok agama dan etnis minoritas.
Betapa ironisnya sebagian dari anak bangsa sendiri yang dengan digdaya arogannya menganggap dirinya paling benar mempersoalkan genosida di Rakhine dan Xinjiang yang notabene sampai sekarang data-data akurasi visualnya tidak pernah membuktikan peristiwa genosida itu ada kecuali data visual hoax dan narasi-narasi yang menyesatkan bertebaran di sana-sini, sementara peristiwa fakta genosida pasca 1965 yang terjadi di dalam negeri sendiri yang telah merenggut korban ratusan ribu anak bangsa sendiri  dibiarkan mangkrak selama 55 tahun.Â
Akhirulkalam, saya akan mengakhiri tulisan saya ini dengan dua buah video (klik di sini dan di sini untuk menontonnya)  yang dapat dijadikan refrensi kita dalam menguak konspirasi internasional untuk menjatuhkan China sebagai Negara yang berdaulat melalui jalur Uyghur setelah sebelumnya melalui jalur Hongkong dianggap gagal. Kedua video ini adalah hasil reportase dari CGTN (China Global Televison Network) yang disiarkan melalui jaringan televisi kabel, satelit, internet dan terestrial yang sudah menjangkau lebih dari 100 negara di belahan dunia dengan 85 juta pemirsa.Â