Oleh karena itu suka tidak suka dan mau tidak mau mereka yang tergabung dalam Ijtima Ulama II hanya menaruh harapan besar dengan menjatuhkan pilihan kepada Prabowo-Sandiaga.Â
Great expectations mereka yang tergabung dalam Ijtima Ulama II, semoga dapat terpenuhinya 17 points political promise yang disebutnya sebagai 17 points pakta integritas hasil Ijtima Ulama II kepada Prabowo-Sandiaga jika nantinya terbukti terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 pada hasil Pemilu 17 April 2019.Â
Menurut saya disinilah the root of the problemnya mengapa Ijtima Ulama II menjatuhkan pilihan kepada Prabowo-Sandiaga, yaitu dari 17 points pakta integritas hasil Ijtima Ulama II hanya point 16 yang tentunya mustahil dapat terpenuhi jika mereka menjatuhkan pilihan kepada Jokowi-Amin Ma'ruf.
Pada point 16 dari 17 points pakta integritas hasil Ijtima Ulama II yang telah disepakati dan diteken oleh Prabowo-Sandiaga jika nanti terpilih menjadi Presiden, tertulis: "Siap menggunakan hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan Presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai Warga Negara Indonesia, serta memberikan keadilan kepada ulama, aktivis 411, 212 dan 313 yang pernah sedang mengalami proses kriminalisasi melalui tuduhan tindakan makar yang pernah disangkakan penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh lain yang mengalami penzaliman."
Point 16 dari 17 points pakta integritas hasil Ijtima Ulama II kepada Prabowo-Sandiaga jika nanti terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, bilamana dicerna dari perspektif logika Konsep Negara Hukum,The Rule of Law, jelas tidak akan pernah bisa nyambung sebab akan bertentangan dengan supremacy of law (Kekuasaan yang tunduk pada kemauan hukum sebagai panglima) dan equality before the law (semua warga negara tanpa terkecuali sama di depan hukum).Â
Ini artinya jika nanti Prabowo-Sandiaga terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden maka Ijtima Ulama II akan selalu mengawal dan menagih janji kepada Prabowo-Sandiaga untuk dapat menjalankan the role of absolutepower dengan melakukan disobedience terhadap The Rule of Law sebagai Konsep Negara Hukum.
Akhirulkalam, sudah saatnya dibutuhkan intropeksi terdalam dari para petinggi GNPF Ulama sebelum menjatuhkan harapannya kepada point 16. Konon dulu ketika GNPF-Ulama masih menjadi nama GNPF-MUI getol di garda depan dengan melibatkan ribuan massa untuk mengepung kota Jakarta agar Jokowi sebagai Presiden dapat menjalankan Konsep Negara Hukum,The Rule of Law dengan selalu memperhatikan equality before the law untuk dapat menangkap, mengadili dan memenjarakan Ahok. Â
Sebaliknya ketika equality before of law diberlakukan kepada Habib Rizieq Shihab, GNPF Ulama justru meminta kepada Jokowi sebagai Presiden agar dapat melakukan intervensi kekuasaannya untuk tidak patuh terhadap equality before of law. Tetapi ketika Negara tetap tunduk kepada equality before of law, maka GNPF-Ulama mengganggapnya sebagai kriminalisasi kepada ulama.  Equality before of law kok kriminalisasi, kepriben toh? Wallahu a'lam bish-shawabi.
Salam,
Joe Hoo Gi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H