Tegasnya hukuman maksimal untuk pelaku tindak pidana korupsi adalah hukuman seumur hidup, bukan hukuman mati. Kalau misalnya wacana hukuman mati bagi koruptor mau diterapkan di Indonesia maka harus meminta persetujuan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui rapat paripurna.Â
Meski penyusunan, pembahasan dan penetapan Rancangan Undang-Undang (RUU) ada pada kewenangan tugas para anggota DPR, tapi tidak akan mungkin kita dapat mengharapkan persetujuan kepada para anggota DPR untuk mewujudkan wacana hukuman mati bagi koruptor. Sebab ini sama saja hanya bagaikan pungguk merindukan bulan. Para anggota DPR sudah dapat dipastikan akan menolak penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi sebab tidak akan mungkin mereka bersedia mau membunuh lahan hidupnya sendiri.
Ada wacana dari pemerintah agar hukuman di lapas dapat memberikan efek jera kepada perilaku korupsi, maka  para narapidana korupsi akan dipindahkan ke lapas yang tempatnya berada di suatu pulau terpencil di Indonesia. Saya tampaknya masih tetap pesimis dengan wacana pemerintah ini sebab meski lapasnya dipindahkan ke suatu pulau terpencil tapi tetap saja lapas di suatu pulau terpencil itu ada para aparatur Negara bernama sipir dan Kepala Lapas yang akan mengurusi para narapidana korupsi. Kalau sudah begini tentunya akan tetap ada kelanjutan babak permainan kembali yang ujung-ujungnya para Narapidana korupsi tetap mendapatkan perlakuan istimewa kembali.Â
Harapan satu-satunya yang kemungkinan besar dapat dihandalkan dan terpenuhi tiada lain kembali kepada ketegasan sikap kepedulian seorang Presiden sebagai Kepala Negara dengan dukungan besar dari rakyat dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk menerapkan hukuman mati kepada pelaku tindak pidana korupsi.Â
Salam,
Joe Hoo Gi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H