Selamat berjumpa kembali teman-teman kompasiana dimana berada, hari ini masyarakat kecil ingin menuliskan uneg-unegnya pada semua masyarakat Indonesia yang sangat kita cintai dan banggakan ini. Saat ini saya sebagai masyarakat kecil yang ikut menjadi panitia UN (Ujian Nasional) setingkat SMA/SMK/MAN DLL benar-benar tidak nyaman melihat situasi UN dari tahun ke tahun sepertinya saya melihat ada sesuatu kesalahan yang mendasar pada pendidikan bangsa ini.
Bagaimana tidak, semakin tahun permen yang di buat mendiknas dan pemerintah semakin tidak menggambarkan pendidikan karakter yang diinginkan sebagian besar masyarakat kita pada anak tetapi bagaimana pemerintah membuat aturan seakan-akan Guru, Murid dan Orang Tua seperti orang yang sudah tak punya pikiran yang baik untuk menciptakan generasi muda bangsa yang ini. Kenapa saya menulis seperti ini, karena saya melihat sendiri permen tentang UN tahun ini untuk lebih mudahnya saya singkat isinya kira-kira seperti ini fakta yang saya temukan.
1. Soal di bedakan menjadi 5 paket dengan kualitas sama, sampai tempat duduk yang menentukan dinas dan diberikan pada saat mau UN.
2. Guru yang mapelnya di ujikan hari itu tidak boleh jaga dan tak boleh berada dilingkungan sekolah (libur di rumah).
3. Disetiap Rayon terdapat paling sedikit 2 Polisi berpakaian dinas dan beberapa berpakaian preman.
4. Ketentuan kelulusan paket (nilai sekolah x 0.4) + (0.6 x paket UN) = Nilai UNAS.
5. Anak Lulus jika jumlah nilai Unas >=5.5 dan boleh ada nilai 4.0 dua mapel tetapi tak boleh ada nilai mapel di bawah 4.0
Dari 5 ketentuan pokok yang diinginkan mendiknas di atas mengakibatkan hal-hal yang tak baik timbul di akar masyarakat. Karena beberapa siswa saja yang mencari bocoran dan dapat menyebabkan semua temannya ikut menerima bocoran dan mengakibatkan semua mendapatkan nilai tidak sesuai kualitas masing-masing siswa. Ada salah satu siswa lulusan 2010/2011...........atau tahun kemarin yang menangis karena dia mendapatkan nilai tak sebagus teman-temannya yang menerima bocoran, padahal anak ini yang terbaik di sekolah tersebut.
Gara-gara hanya segelintir Kepala Sekolah atau Guru, pemerintah beranggapan bahwa semua guru di Indonesia mempunyai karakter yang jelek, sehingga membuat aturan yang tidak pada tempatnya....masak siswanya ujian gurunya disuruh dirumah, kalau mendiknas tahu semua guru mapel UN hatinya semua miris karena takut kalau-kalau ada siswanya yang tak lulus di mapelnya. Malah ada salah satu guru cewek sampai pipis di celananya waktu mapel UN nya di ujikan karena begitu tegangnya.
Memang ada sebagian Orang Tua yang mempunyai pikiran curang untuk mencarikan bocoran soal untuk buah hati yang paling dicintai karena takut anaknya tak lulus, tetapi itu hanya segelintir saja. Tetapi pemerintah sudah menerapkan aturan yang fantastis dengan menempatkan polisi di pos-pos yang membahayakan untuk bocornya soal, saya takut kalau tahun depan pemerintah atau mendiknas menyuruh polisi membawa ajing pelacak juga.
Karena sekolah mempunyai hak 0.4 untuk kelulusan siswanya karena nilai UN di anggap 0.6 maka sudah tentu sekolah baik negeri maupun swasta merubah nilai siswanya untuk minimal membackup nilai UN, sehingga muncul nilai minimal 8 setiap mapel UN dan ini menyebabkan pendidikan di Indonesia semakin hancur kedepannya karena memberi contoh tidak kejujuran di mata siswa yang notabene generasi bangsa ini. Karena siswa akan kaget ketika nilai rapor dan ebta sekolah tidak sesuai kualitas mereka karena nilai sudah di gride untuk dinaikkan. Saya tidak menyalahkan sekolah karena sekolah juga perlu punya nama di masyarakat baik sekolah Negeri maupun Swasta.