Mohon tunggu...
Jooe Rheynald
Jooe Rheynald Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kehidupan hanyalah jeda singkat antara kelahiran dan kematian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Ku

17 September 2014   12:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:27 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1410906302106357212

Aku ingat betul kebiasaan mu dahulu bila datang pada ku dengan mata sembab. Tangis mu selalu pecah saat aku bertanya; “Kamu kenapa ?

Kau selalu menjawab dengan air mata saat tak bisa temukan kata yang tepat untuk memulai kalimat penjelasaan atas pertanyaan ku. Kau selalu menangis beberapa saat lamanya sebelum kemudian menyeka air mata mu, lalu dalam keadaan antara menangis dan tertawa kau akan berkata bahwa kau baik-baik saja dan bertanya pada ku apakah kau terlalu cengeng atau tidak menurut ku. Aku selalu menjawab bahwa kau tidak cengeng dan bahwa wajar bila kau menangis karena kau adalah wanita. Kau tertawa setiap kali aku menjawab demikian. Kau selalu menertawakan kebohongan ku itu dan argumen yang ku gunakan sebagai alasanya. Kita lalu akan bercerita tentang banyak hal, lebih tepatnya kau yang bercerita dan aku mendengarkan. Di akhir pembicaraan kau akan mengucapkan terima kasih atas pengertian dan waktu ku kemudian bertanya apakah kau terlalu banyak bicara (cerewet) menurut ku. Kau tahu aku akan menjawab tidak (karena engkau wanita jadi amat wajar kau banyak bicara) dan tentunya lagi-lagi kau akan menertawakan satu lagi kebohongan lain yang sering ku katakan pada mu itu. Aku tak pernah tahu apa masalah mu atau apa yang membuat mu menangis. Yang ku tahu kita akan pulang ke rumah masing-masing saat senja berakhir, saat sisa cahaya mentari memudar habis di ufuk barat.

Aku juga ingat saat kau datang pada ku dengan mata sembab di waktu yang lain. Saat itu untuk pertama kalinya kau menjawab pertanyaan ku.

"Mengapa kamu menangis ?"

Roy,” jawab mu singkat sambil sesengukan lalu kembali menangis memeluk ku. Tangis mu jadi lebih keras.

Kau menangis lebih lama dari biasanya. Kau terus menangis hingga saat senja berakhir, hinga mentari menghilang digantikan rembulan yang mengingatkan kita akan datangnya malam. Kau menangis karena Roy, pacar mu. Aku ingat bagaimana kau mengenalnya pertama kali. Saat itu kau datang membawa stik drum ku ke studio musik tempat kami bermain band karena stik yang ada patah. Kau lalu berkenalan dengannya, perkenalan yang begitu mudah. Seorang gitaris tampan yang merangkap vokal selalu menarik dan mudah dikenali para wanita. Kau seorang wanita, wajar bila kau menyukainya. Itu adalah hal yang sama wajarnya dengan menangis cengeng dan berbicara banyak. Setelah pertemuan itu kau bertanya banyak tentangnya dalam perjalanan pulang kita. Dari semangat bicara mu aku tahu kau menyukainya. Aku mulai menekan perasaan ku pada mu. Aku hanyalah seorang drummer yang posisinya di belakang personel lain, tak bisa bergerak bebas dan meloncat-loncat seperti Roy untuk menarik perhatian mu. Kalian akhirnya resmi pacaran. Kau semakin sering datang ke studio tempat kami berlatih. Bukan untuk menemui ku tapi Roy. Aku masih dan tetap jadi sahabat terbaik mu yang akan mengantar mu pulang bila Roy meningalkan mu saat kalian bertengkar.

“Aku hamil” kata mu.

Aku tersentak namun bahasa tubuh ku tetap datar. Tubuh mu bergetar, kau menangis lagi namun tanpa suara. Mungkin kau takut aku marah saat itu.

“Roy ?” tanya ku.

Kau menganguk pelan, aku memeluk mu erat berusaha menenangkan mu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun