Mohon tunggu...
Jodhi Yudono
Jodhi Yudono Mohon Tunggu... -

beta cuma pengembara yang berjalan dengan hati, bekalku cuma kasih sayang yang kubagi untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agar Tak Menjadi Bangsa Abal-abal

1 Juni 2013   15:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:41 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, begitulah kawan-kawan saya bicara mengenai Pancasila. Di zaman Orde Baru, Pancasila memang menjadi sedemikian powerfull dan "dipaksakan" agar diserap oleh para pelajar dan mahasiswa. Selain menghabiskan waktu berjam-jam yang melelahkan, juga menghabiskan banyak anggaran. Entah berapa miliar rupiah biaya yang digelontorkan untuk 'proyek' P4 waktu itu. Hasilnya, seperti kata Johana Ernawati, hafalan mengenai butir-butir Pancasila dalam P4 itu pun menguap begitu saja. Selanjutnya, kita pun berhadapan dengan zaman yang terus bergerak dan berubah. Dan jawabannya ya seperti kawan-kawan saya di atas saat ditanya mengenai Pancasila.

Padahal di dalam sanubari kita telah ditanamkan pengertian bahwa Pancasila adalah pijakan bangsa ini dalam bertindak. Pancasila seharusnya menjadi ruh dalam kita bergerak. Pancasila bukan sekedar hapalan yang harus diucapkan tiap kali anak-anak sekolah melaksanakan upacara bendera. Atau menurut penyanyi Iwan Fals dalam lagu "Bangunlah Putra-putri Ibu Pertiwi", "Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut/ Yang hanya berisikan harapan/ Yang hanya berisikan khayalan.

Ya ya... Pancasila adalah ideologi yang seharusnya menjadi kenyataan hidup bangsa ini. Pancasila oleh para pendiri republik ini juga dimaksudkan sebagai "way of life", sebagai jalan hidup yang bisa membuat bangsa ini lebih berdaya. Tapi entah apa soalnya, bangsa ini tidak juga menjadi bangsa besar semenjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Bahkan beberapa negara tetangga kita menyalipnya kencang-kencang dan lalu meninggalkan kita jauh di belakang.

Entahlah, yang salah itu "jalannya" atau "yang berjalan". Yang terang, bangsa ini seperti berjalan di tempat. Sementara negara-negara ASEAN telah beranjak menuju kemakmuran, kita masih berkutat dengan persoalan-persoalan nggak mutu macam korupsi dan sebangsanya. Maka tak heran jika almarhum Harry Roesli yang dulu dikenal sebagai seniman bengal itu, rada frustasi jika menyanyikan lagu "Garuda Pancasila". Inilah lirik Lagu "Garuda Pancasila" versi Harry Roesli:

Garuda pancasila
Aku lelah pendukungmu
Sejak proklamasi
Selalu berkorban untukmu
Pancasila dasarnya apaaaa
Rakyat adil makmurnya kapaaan
Pribadi bangsaku
Tidak maju majuu
Tidak maju majuu
Tidak majuuuu majuuuu

***
Pancasila oh.. Pancasila... Susah payah dulu para pendiri bangsa ini mencari dan menemukannya untuk dijadikan jalan dalam kita bertindak. Tentu saja agar kita tak sesat dan menjadi bangsa abal-abal. Kita diharapkan menjadi bangsa yang berkeTuhanan, bangsa yang welas asih dan menghargai kemanusiaan, bangsa yang bersatu dan tidak tercerai-berai, bangsa yang demokratis, dan bangsa yang berkeadilan.

Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Presiden pertama RI itu berucap: "kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa--namanya ialah Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi."

Siapapun, termasuk kita, boleh mendakwa bahwa Pancasila bukanlah murni pemikiran Bung Karno. Pancasila hanyalah hasil otak-atik otak dari nilai-nilai hidup bangsa lain. Apa boleh buat, sebagai hasil buah pikir, tentu Bung Karno tak bebas nilai. Karena pergaulannya yang luas, bisa saja Bung Karno terpengaruh oleh ide atau faham lain orang.

Umpamanya, buah pikiran Bung Karno di dalam Pancasila itu, mirip dengan asas negara Republik China yang dikemukakan oleh Dr. Sun yat Sen, sebagai dasar ideologi negara untuk membangun Cina yang bebas, makmur, dan kuat. Ideologi ini diimplementasikan dalam pemerintahan Republik Cina, yang memerintah Pulau Formosa, Penghu, Kinmen, dan Matsu. Ideologi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan bernegara Republik Cina yang dibawa oleh rejim Kuomintang. Nama ini juga muncul di bait pertama Lagu Kebangsaan Republik Cina. Asas tersebut terdapat dalam buku "San Min Chu I" atau "The Three’s People Principle" yang meliputi: Mintsu, Min chuan, Ming Sheng (Nasionalisme, demokrasi, sosialisme).

Pancasila juga tak beda dengan asas Aquinaldo pimpinan Nasionalis Filipina. Lima asas ini disebut asas yang lima dari gerakan Katipunan, disusun oleh Andres Bonifacio sejak 1893 M yang meliput: Nasionalisme, Demokrasi, Ketuhanan, Sosialisme, Humanisme.

Juga Empat asas Pridi Banoyong dari Thailand (1932 M): Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme, Religius. Juga asas dari Pandit Jawarhal Nehru tentang dasar negara India merdeka, yang dibahas di depan Indian Kongres: Panc Svila yang meliputi: Nasionalisme, Humanisme, Demokrasi, Religius, Sosialisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun