Mohon tunggu...
Jodhi Yudono
Jodhi Yudono Mohon Tunggu... -

beta cuma pengembara yang berjalan dengan hati, bekalku cuma kasih sayang yang kubagi untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jiwa Sang Petualang - The Paijo family 18

27 Juni 2011   17:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:07 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si Gempal yang ditunggu-tunggu tak datang juga hingga malam. Beberapa kali Pay menelpon Pak Robert, hape orang kaya itu tidak aktif. Untunglah, ada garasi yang biasa dipakai Ijah berdagang, sehingga mobil milik Pak Robert bisa dimasukkan ke rumah. Saat menunggu Si Gempal di halaman sambil minum kopi, Pay iseng membuka dompet STNK yang sekaligus menjadi gantungan kunci. Betapa kagetnya suami Ijah, saat dia membaca namanya tercantum sebagai pemilik mobil itu. 'Hmmm... pemilik kafe pasti sudah ikut bermain. Cuma Pak Gondo si manajer kafe itu yang memiliki Fotocopy KTP miliknya. Dari sanalah Pak Robert mencantumkan namaku sebagai pemilik mobil di STNK. Jadi penasaran..., baik, akan kuikuti lakon ini sampai tuntas,' batin Pay. Demi rencananya yang hendak mengikuti 'drama' yang digelar Pak Roberti itulah, Pay pun tak bercerita banyak, saat Ijah bertanya soal pertemuan siang tadi. "Biasa, urusan bisnis," jawab Pay. Rupanya, jiwa petualangan Pay menurun juga ke Onah. Gadis manis yang mengetahui si Gempal adalah kurir pengirim bingkisan, sengaja tak bertanya kepada bapaknya tentang siapa pengirim bingkisan sesungguhnya. Seperti Pay, Onah pun tertantang untuk mengikuti 'pertunjukan' tanpa skenario yang melibatkan dirinya, bapaknya, dan si Gempal. 'Bapak pasti sudah tahu siapa pengirim bingkisan itu, tapi kenapa bapak diam saja? Pasti ada yang disembunyikan. Baik, aku akan ikutan dalam lakon ini,' kata Onah dalam hati. Kendati di dalam hatinya Pay sudah yakin bahwa pengirim bingkisan itu adalah Pak Robert, tapi Pay belum menanyakan langsung. 'Biarlah, besok hari Senin sekalian mengembalikan mobil ke Pak Robert,' Pay masih berkata-kata dengan dirinya sendiri. Pay mencoba bersikap setenang mungkin saat Ijah datang menemaninya duduk di beranda. Diraihnya tangan Ijah agar duduk di sebelahnya. Malam itu Ijah memakai daster dari kain Bali warna merah jambu, oleh-oleh Pay saat mengisi workshop penulisan di Bali bersama Mas Kurnia yang penulis cerita itu. Sambil memandangi wajah istrinya, Pay pun menyanyikan sebuah lagu ciptaannya yang digubah dari puisi Mas Kurnia, begini bunyinya: di jarak.. mendung berarak hasratku meruyak... siang berbaring di tempat lain seperti dirimu, jauh dari pelukan kubayangkan dalam balutan kain bali, merah jambu.. Usai menyanyikan lagu itu, Pay pun bisa mengendalikan dirinya. Sejenak ingatannya tentang Pak Robert dan bingkisan barang mewah itu lenyap. Sebagai gantinya, di cakrawala lamunannya membentang kenangan bersama Ijah saat Onah masih kanak-kanak.Dulu, kerap benar dirinya mengajak jalan-jalan. Ah, tapi kini Onah sudah besar, sudah memiliki dunianya sendiri. Sudah tak mungkin lagi berkendara motor bertiga seperti sepuluh tahun lampau. "Coba kalau kita punya mobil ya Mas, tentu bisa jalan-jalan bertiga lagi," ucap Ijah sambil memandangi mobil sedan bikinan Jepang keluaran tahun 2010 yang kini terparkir di garasi rumahnya. "Iya, Jah. Aku juga kangen kita pergi bertiga. Sekarang Onah punya dunianya sendiri, motor kita pun sudah nggak cukup untuk bertiga." "Nanti kalau sudah waktunya kan kita punya mobil, sekarang belum rezeki kita." "Iya, Jah." "Kok yang mau ambil mobil belum datang juga?" "Kalau nggak malam nanti, ya besok. Tapi kalau nggak diambil juga sampai besok, aku akan mengembalikannya ke kantor Pak Robert." "Emang siapa sih Pak Robert itu, Mas?" "Pak Robert itu.. ah, uh.. ya Pak Robert, orang kaya yang suka melihat aku pentas di Kafe Amarta." "Emang Mas mau bisnis apa sama dia?" "Mmmm.. ya masih berhubungan dengan kebisaanku, bisnis hiburan," Pay mulai mengarang cerita. "Maksudnya?" "Aku diminta mengurus salah satu kafe milik Pak Robert," jawab Pay yang sudah kepalang basah mengarang cerita. "Asyik dong." "Mudah-mudahan." "Bakal dikasih mobil dinas, dong." "Eh ah.. iya, iya, mobil dinas," Pay mulai salah tingkah. Untunglah Onah mendadak muncul dari dalam rumah. Wajahnya ceria, dari bibirnya terdengar lagu Justin Beiber, And just shake me till you wake me from this bad dream I'm goin down, down, down, down And I just can't believe my first love won't be around "Girang bener anak Mak," ucap Ijah. "Iya dong. Ka kita punya mobil baru," ujar Onah seraya melirik ayahnya. "Hus, ngawur. Ini punya orang," sahut Ijah. "Jalan-jalan yuk Mak, kan malam minggu nih, ada mobil masa di rumah aja," rengek Onah. "Bilang aja ke bapakmu," tuksa Ijah. "Boleh aja, tapi kalau ketemu yang punya di jalan, trus mobil ini diminta kembali, kita pulang jalan kaki ya," ujar Pay menggoda putrinya. "Oke, siapa takut. Gimana, Mak?" "Asal anak Mak seneng, Emak sih hayuk aja." "Cihuy.... Yes!" Onah menyambut kesediaan emaknya dengan suka cita. * * * Sepanjang jalan Onah nampak bahagia, pun dengan Ijah yang kerap senyum-senyum menyaksikan polah anak gadisnya. Tapi tidak dengan Pay. Bapaknya si Onah lebih banyak diam, wajahnya sedikit tegang. Tantu saja, situasi ini segera terbaca oleh Ijah. "Bapakmu sepertinya takut kalau kita kepergok sama si pemilik mobil, dari tadi diam melulu," Ijah mencoba mencairkan ketegangan di wajah suaminya. "Tenang aja Pak, aku sama emak siap kok jalan kaki pulangnya kalau mobil ini diminta yang punya. Ya kan Mak?" ucap Onah sambil meneruskan lagunya si Beiber, And I'm like Baby, baby, baby ohh Like Baby, baby, baby noo Like Belum lagi Onah menyelesaikan refrain lagu Beiber, mendadak sebuah mobil hummer yang melaju dengan kencang, menyrempet mobil yang dikendarai Pay. Meski sempat oleng, tapi Pay masih bisa mengendalikan mobil yang dikendarainya. Mobil perkasa keluaran Amerika yang menyerempet langsung melaju kencang, meninggalkan mobil Pay yang menepi. Setelah menenangkan diri, Pay pun turun memeriksa bagian kanan mobil yang terserempet. Kondisi mobil tak begitu parah, hanya beberapa bagian yang catnya mengelupas dan spion patah. Pay segera masuk ke mobil dan menenangkan anak dan istrinya yang gemetar oleh kejadian tadi. Diam-diam, sepasang mata dari balik helem seorang pengendara motor mengawasi peristiwa itu. Meski samar, tapi bibir di balik kaca helem itu tersenyum tipis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun