Mohon tunggu...
Jodan Panretta Diwani
Jodan Panretta Diwani Mohon Tunggu... Insinyur - Insinyur

Tukang insinyur yang mencoba menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Memupuk Persaudaraan Lewat Tradisi Ujung-Ujung di Hari Lebaran

1 Mei 2023   22:32 Diperbarui: 1 Mei 2023   22:34 1978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran adalah momentum yang dijadikan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia untuk bersilaturahmi dan berkunjung ke sanak saudara. 

Silaturahmi terkadang tak mengenal kesamaan suku dan agama, namun dilaksanakan berdasarkan adanya kedekatan personal dan ikatan persaudaraan. 

Meminta maaf dan silaturahmi sebenarnya dapat dilaksanakan setiap hari, namun rasanya seperti ada yang kurang apabila tidak melaksanakan kegiatan tersebut pada hari lebaran tiba. 

Rasanya lebih dalam apabila melaksanakan sesuatu yang bermakna berdasarkan momentum yang telah terjadi pada waktu tersebut, tidak terkecuali dengan tradisi ujung-ujung pada momentum lebaran. 

Tradisi "ujung-ujung" atau "ujung" telah dikenal luas di masyarakat Jawa secara turun-temurun. Tradisi ujung-ujung berarti berkunjung dan saling mengunjungi untuk meminta maaf terhadap kesalahan dan kekhilafan yang telah dilakukan, baik sengaja maupun tidak kepada sesama, baik itu dalam tatanan keluarga maupun tatanan masyarakat. 

Masyarakat Jawa sangat dekat dengan pemahaman "rasa", sehingga membuat perlunya kedekatan personal dengan cara silaturahmi terutama dari yang muda kepada yang lebih tua. 

Hal tersebut dikarenakan masyarakat secara turun-temurun menjunjung adanya hierarki yang dipegang di kalangan keluarga. Bukan patokan umur yang diambil melainkan patokan terhadap susunan silsilah pada penentuan tua-muda.

Di dusun kami, Dusun Watububan, Desa Gedanganak, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, tradisi ujung-ujung dilaksanakan setelah salat Idul Fitri di Masjid Nurul Huda Watububan. 

Setelah salat Idul Fitri, masyarakat diajak untuk saling bermaaf-maafan kemudian terdapat acara keluarga di rumah masing-masing. Pada acara keluarga di rumah masing-masing, diadakan tradisi sungkeman dari anak kepada orang tua kemudian dilanjutkan dengan santap opor bersama-sama. 

Tradisi ujung-ujung baru dilaksanakan setelah acara sungkeman di rumah masing-masing selesai dilaksanakan. Masyarakat berbondong-bondong mendatangi rumah-rumah tetua desa ataupun para tokoh agama. 

Tradisi ujung-ujung sebenarnya mengambil sumber dari tradisi sungkeman namun dengan penerapan yang lebih luas. Untuk menyingkat waktu, biasanya terdapat wakil dari keluarga yang mewakili untuk menghaturkan permintaan maaf dan doa kepada tuan rumah. Kalaupun tidak ada wakil keluarga, maka dapat dilakukan sungkeman secara pribadi dengan tuan rumah yang dituju. 

Kata-kata yang mewakili permintaan maaf contohnya adalah sebagai berikut, "Bismillahirrohmanirrohim. Assalammualaikum wr. wb. Bapak saha Ibu, kula saking keluarga Almarhum Bapak Agus Sumaryanto wonten mriki ingkang sepindah badhe silaturahmi, ingkang kaping kalih kula badhe ngaturaken sugeng riyadi. Nyuwun pangapunten mbok bilih wonten klenta-klentunipun atur, saklimah tuwin lampah kula kalih keluarga ingkang kula jarak lan boten kula jarak, ingkang boten dadosaken sarjuning penggalih, kula kalih keluarga nyuwun agunging samudra pangaksami". 

Artinya kurang lebih sebagai berikut, "Bismillahirrohmanirrohim. Assalammualaikum wr. wb. Bapak juga Ibu, saya dari keluarga Almarhum Bapak Agus Sumaryanto datang ke sini adalah yang pertama ingin melakukan silaturahmi, yang kedua saya ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam bertutur kata, juga pada perbuatan saya dan keluarga yang saya sengaja ataupun tidak disengaja, yang kemungkinan membuat tidak enak di hati, saya dan keluarga mohon maaf yang sebesar-besarnya".

Tradisi sungkeman dan ujung-ujung pada saat lebaran (sumber: dokumentasi pribadi)
Tradisi sungkeman dan ujung-ujung pada saat lebaran (sumber: dokumentasi pribadi)

Tradisi ujung-ujung perlahan-lahan mulai pudar, namun masih ada di desa-desa yang masih menjunjung tradisi budaya Jawa secara kental. 

Hal tersebut mulai hilang tergerus dengan adanya arus modernitas, keterbatasan waktu akibat mudik yang singkat dan gelombang egaliterianisme yang mulai berkembang pada golongan kaum muda. 

Namun perlu disadari, sebetulnya dulu kita telah diajarkan oleh leluhur kita untuk memupuk tali persaudaraan dengan mengambil adanya momentum lebaran, sehingga diharapkan kelak tidak putus kekerabatan di antara sanak saudara. 

Semoga suatu saat apabila tradisi tersebut sudah tidak ada, ada cara lain untuk kita saling bersilaturahmi dan menyambung tali persaudaraan pada momen lebaran. (jpd)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun