[caption id="attachment_370048" align="aligncenter" width="600" caption="Dahlan Iskan/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]
Publik banyak yang bertanya mengapa Dahlan Iskan tidak masuk dalam kabinet kerja Jokowi-JK. Jawaban sederhananya tentu itu adalah hak prerogratif presiden. Jawaban ini secara legal formal benar tapi tidak menjawab substansi latar belakang masalahnya. Bahwa melihat kedekatan Jokowi – JK dengan Dahlan dan mengingat prestasi moncer Dahlan dalam mengelola BUMN, publik mudah menduga bahwa there’s something wrong about that.
Kalau tidak salah ada sebuah aturan dalam agama bahwa jika ada pemuda shaleh, baik budi pekertinya, mapan bahkan juga rupawan wajahnya melamar seorang gadis maka makruh, bahkan mungkin bisa jatuh haram bila si gadis sampai menolaknya. Penolakan si gadis ini bisa menimbulkan fitnah, orang bisa bertanya curiga apalagi yang si gadis cari karena si laki laki pelamar sudah memenuhi hampir semua syarat baik sisi duniawi dan rohani. Fitnah juga akan menimpa si pemuda karena orang lantas mencari cari kesalahannya dikarenakan penolakan si gadis.
Aturan diatas tentu masih bisa diperdebatkan mengingat dalam hadist hadist lainnya Rasulullah saw yang mulia juga memberi hak kepada wanita untuk menentukan sendiri pasangan hidupnya.
Perumpamaan di atas mungkin tidak terlalu tepat bila dikaitkan dengan nama Dahlan yang tidak masuk dalam kabinet Jokowi. Dahlan tidak sedang dalam posisi mengajukan lamaran untuk menjadi menterinya Jokowi. Dahlan juga tidak pernah meminta minta jabatan apapun kepada presiden terpilih meski pada pilpres kemarin secara bulat ia mendukung pasangan Jokowi – JK. Selama ini masyarakatlah yang banyak yang berharap agar mantan menteri BUMN itu kembali masuk dalam jajaran kabinet kerja.
Tapi dari perumpamaan di atas kita bisa menanyakan kepada presiden terpilih Jokowi, mengapa tidak memilih Dahlan. Bila ada anak bangsa yang sudah mewakafkan hidupnya untuk negara, tak lagi berpikir untuk diri sendiri dan keluarganya, cerdas, visioner, pekerja keras, berani tak takut mati sekaligus merakyat dan rendah hati serta terbukti sudah berprestasi, maka alasan apalagi yang dicari Jokowi untuk tidak merekrutnya menjadi menteri.
Tentu Jokowi sendiri yang bisa menjawabnya dengan berbagai alasan yang memang publik tidak perlu mengetahuinya. Dengan hak prerogatif yang dimilikinya memang tidak ada yang dilanggar ketika presiden mengangkat atau tidak mengangkat seseorang sebagai pembantunya. Tapi dari segi kepatutan dan profesionalitas tentu masyarakat bisa mempertanyakan sejauh mana presiden bersungguh sungguh membangun kabinetnya.
Dahlan sendiri memang bukan manusia sempurna. Tentu ia punya banyak kelemahan dan keterbatasan sebagai manusia biasa. Terlalu sombong bila menganggap semua masalah bakal selesai bila Dahlan Iskan menterinya. Semua pasti butuh proses dan kerja keras. Tapi dari rekam jejaknya selama ini, dari apa yang sudah ia tunjukkan selama ini maka publik bisa berharap bila Dahlan kembali jadi menteri setidaknya pengelolaan negara ini ada di tangan salah satu putra terbaik bangsa.
Putra terbaik yang saat mendukung pasangan Jokowi – JK pun tanpa pamrih apa apa. Meski harus menerima resiko berseberangan dengan sebagian pendukungnya Dahlan tetap maju commit mendukung Jokowi tanpa meminta imbalan apa apa. Sebagai mantan pejabat negara Dahlan tentu tahu apa yang seharusnya dilakukan bangsa ini, nalurinya sebagai pengusaha mengajarkannya untuk bertindak cepat, tidak bertele tele langsung eksekusi. Sesuatu yang Jokowi anggap juga ada pada dirinya.
Pengalamannya sebagai menteri terkadang membuatnya gregetan bahwa apa yang seharusnya bisa dilakukan dengan mudah dan cepat terkadang harus melalui jalan berliku yang penuh birokrasi dan upeti. Kewenangan sebagai menteri tentu tidak bisa membuatnya leluasa bertindak seperti kepala negara. Karena itulah Dahlan ikut konvensi, karena itulah Dahlan siap diajak kerja keras berdarah darah apalagi bila yang memintanya pemimpin bangsa. Bukan hidup menikmati kenyamanan di usianya yang sudah senja.