Mohon tunggu...
Humaniora

Haruskah Menikah Muda?

7 September 2017   11:16 Diperbarui: 7 September 2017   11:31 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pernikahan dini, bukan cintanya yang terlarang. Hanya waktu saja belum tepat merasakan semua," kira-kira begitulah cuplikan lagu Pernikahan Dini karangan Melly Goeslaw yang dinyanyikan oleh Agnes Monica tersebut. Lagu tersebut seakan menjadi saksi bisu bahwa pernikahan dini telah menjadi sorotan publik sejak awal tahun 2000. Namun hingga saat ini, hampir 2 dekade setelahnya, masalah pernikahan dini masih menjadi momok bagi bangsa Indonesia. UNICEF pada bulan Februari 2017 menekankan bahwa Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang masih memungkinkan terjadinya pernikahan di usia remaja. Belum lama ini, foto-foto pernikahan antara 2 remaja berusia 15 tahun juga sempat menjadi viral.

Pernikahan yang dilakukan oleh remaja yang belum berusia 20 tahun sebenarnya dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Dari segi sosial, pernikahan dini cenderung menghilangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Setelah menikah, pada umumnya suami-istri yang baru tersebut harus langsung siap untuk menjadi bagian dari masyarakat yang siap kerja. Tentunya mereka yang menikah sebelum usia 20 tahun kemungkinan akan sulit menempuh pendidikan hingga tingkat SMA-nya ketika harus mengurus keluarganya sekaligus. Selain itu, ada pula kecenderungan pasangan yang di bawah usia 20 tahun hanya perempuannya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih harus mendapat pendidikan lebih jauh terkait kesetaraan gender dan emansipasi wanita. Menjadi istri dan ibu yang baik adalah kodrat setiap perempuan, namun bukan berarti perempuan tidak berhak untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Dari segi ekonomi, pasangan yang menikah di usia muda akan langsung menjadi bagian dari workforce dan jika pasangan tersebut dikaruniai anak, maka anak-anak tersebut juga dapat menambah jumlah SDM Indonesia ketika sudah lebih dewasa. Namun perlu kita ingat bahwa pasangan yang menikah muda ini kemungkinan besar belum menyelesaikan pendidikannya hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Selain itu, sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa anak perempuan dari ibu yang hamil di usia muda memiliki kecenderungan untuk hamil di usia muda pula. Apabila peningkatan kuantitas SDM ini tidak diimbangi dengan peningkatan kualitasnya, tentunya jumlah yang banyak ini justru dapat menjadi beban ekonomi yang lebih besar bagi Indonesia ke depannya.

Sementara itu dari segi kesehatan, riset membuktikan bahwa perempuan yang hamil sebelum usia 20 tahun memiliki risiko tinggi untuk mengalami berbagai gangguan kehamilan dan persalinan, seperti anemia, pre-eklampsia, persalinan prematur, dan bayinya dapat lahir dengan berat di bawah normal. Gangguan-gangguan kesehatan ini sangat berbahaya bagi bayi, maupun bagi ibunya, bahkan dapat mengancam nyawa mereka. Hal ini dikarenakan tubuh seorang perempuan yang belum berusia 20 tahun belum siap untuk mengalami tekanan fisiologis yang harus dialami oleh seorang ibu mengandung pada umumnya.

Pernikahan dini dapat terjadi pada berbagai kalangan dengan berbagai alasan. Alasan yang umum adalah bahwa anak perempuan lebih baik dinikahkan lebih awal karena pada nantinya hanya akan menjadi ibu rumah tangga. Namun pada era globalisasi ini, tentunya peran ibu sebagai pendidik pertama bagi anaknya membutuhkan ibu-ibu rumah tangga yang semakin cerdas pula.

Alasan lain untuk menikahkan anak di usia dini adalah untuk mencegah terjadinya kehamilan di luar pernikahan, atau justru karena hamil di luar nikah. Untuk mengatasi hal ini sebenarnya dibutuhkan pendidikan seksualitas yang baik di seluruh elemen masyarakat. Kecenderungan masyarakat Indonesia menganggap segala hal berbau seksualitas sebagai hal yang tabu sering mengakibatkan para remaja yang penasaran untuk mencari tahu sendiri dan 'mencoba-coba'. Komunikasi yang baik antara orangtua dengan anak, guru sekolah dengan anak, serta orangtua dengan sekolah menjadi kunci penting untuk mencegah terjadinya kehamilan di luar nikah.

Pemerintah juga harus turut ambil bagian dalam mengatasi permasalahan pernikahan dini melalui kebijakan-kebijakan yang ada. UU Perlindungan Anak yang ada saat ini mengizinkan terjadinya pernikahan di bawah umur dengan seizin orangtua. Namun masih tingginya angka pernikahan di bawah umur seharusnya cukup menjadi bukti bagi pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih tegas. Selain untuk mencegah dampak-dampak buruk yang tidak diinginkan, ketegasan pemerintah dapat menjadi sarana untuk mengedukasi masyarakat sendiri mengenai pentingnya mencegah pernikahan dini.

Sumber:

Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia [Internet]. UNICEF dan Badan Pusat Statistik Indonesia. Available from: https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Perkawinan_Usia_Anak.pdf

Reproductive Health: Teen Pregnancy [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Available from: https://www.cdc.gov/teenpregnancy/about/index.htm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun