Mohon tunggu...
JLS and Partners
JLS and Partners Mohon Tunggu... Pengacara - Kantor Hukum

Bergerak di Bidang Kekayaan Intelektual dan Litigasi pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pidana Tidaklah Berlaku Mundur

26 April 2022   19:02 Diperbarui: 26 April 2022   19:08 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuannya adalah agar terjadi kepastian hukum dalam penegakan hukum bagi para penduduk yang selayaknya harus tahu bahwa perbuatan yang ia lakukan merupakan tindak pidana atau tidak. Bagi Wirjono Prodjodikoro, tujuan dari adanya aturan ini adalah agar memenuhi rasa keadilan di masyarakat, sesuai dengan sikap saya pada umumnya terhadap hukum (Prodjodikoro: 2014).

Dalam hubungannya dengan dunia internasional, sudah sangat banyak terdapat dalam perjanjian internasional. Misalnya dalam Pasal 24 Statuta Roma tentang ratione personae non-retroaktif, dalam Pasal 15 ayat (2) European Convention on Human Right, Universal Declaration of Human Rights, African Charter on Human and Peoples' Rights, International Covenant on Civil and Political Rights. 

Dari kesemuanya itu, poin utamanya jelas, adalah agar orang yang dipersangkakan oleh negara sebagai pelaku kejahatan tidak dilanggar hak-hak asasi manusianya dan menciptakan kepastian dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

Akan tetapi, menjadi permasalahan apabila dalam menjalankan adagium ini dengan menggunakan kerangka berpikir hukum yang salah atau keliru. Misalnya menggunakan asas praduga bersalah dalam menghukum terdakwa bukan dengan asas praduga tidak bersalah. Hasil daripada penggunaan itu tentu saja terdakwa dianggap bersalah dalam pengadilan dan mendapatkan diskriminasi hukum serta pasti banyak hak asasinya yang dilanggar oleh penegak hukum.

Contoh nyata dari penggunaan asas praduga bersalah yang benar terjadi adalah Law of 22 Prairial tanggal 10 Juni 1794 yang dikeluarkan oleh Committee of Public Safety pimpinan Robespierre pada zaman Revolusi Perancis 1792. 

Dimana Robespierre bersama Couthon memperbolehkan para penegak hukum untuk memutus seseorang bersalah tanpa perlu pembuktian dengan saksi-saksi yang didatangkan ke pengadilan, sehingga menitikberatkan kepada hakim untuk memutuskan dengan dasar terdakwa harus membuktikan dirinya tidak bersalah di hadapan hakim. 

Akibatnya, banyak orang yang diputus secara serampangan karena saking banyaknya kasus yang masuk dan hakim yang kewalahan menangani hal tersebut.

Oleh karena itu, penting adanya setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah didasarkan pada adagium ini sehingga setiap orang yang berhubungan dengan hukum mendapatkan kepastian dari hukum itu sendiri dan tidak didasarkan pada hukum rimba semata.

Daftar Pustaka

Prodjodikoro, Wirjono. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun