Berbekal percaya diri, niatan baik, dan berupaya memahamkan masalah yang saya hadapi yaitu dengan mendatangi tetangga belakang rumah (sebut namanya: Pak Yanto), yang sebagian pekarangannya "telah dimasuki pohon pisang nakalku."Â
Pas di sore hari saat awal bulan puasa Maret 2023 lalu, ketika Pak Yanto usai pulang dari kegiatannya, kebetulan didampingi istrinya saya pun datang, saling berjabat tangan, mengenalkan diri, mengutarakan maksud kedatangan tanpa melupakan permintaan maaf karena posisi saya dalam hal ini salah.
Nah, wajah keduanya (Pak Yanto dan istri) berikut tetangga samping rumahnya kebetulan ikut mendengar percakapan saya, yang awalnya semua pada serius, lambat laun cair dan berubah menunjukkan senyum sambil membalas persoalan yang telah saya utarakan.
Dengan santainya beliau (Pak Yanto) menjawab: "Iya, beberapa hari lalu, pohon pisang itu koq semakin condong ke arah sini" dan lama-lama setelah berbunga/berbuah semakin doyong," ucapnya.
"Tapi ndak apa-apa, tidak mengganggu, dan biarkan saja sampai nanti siap dipanen," imbuhnya.
Nah lagi, dan lagi-lagi, betapa plong hati dan perasaan was-was yang tadinya saya kira tidak terjadi gayung bersambut, ternyata malah menunjukkan rasa empati seakan mengajak kita berdamai dalam persoalan gegara pohon pisang "nakal" tersebut.
Normatif, Ada Tempatnya
Berangkat dari peristiwa nyata ini, semakin meyakinkan dan menambah pengayaan pengalaman saya bahwa segala persoalan tidak selalu dapat digeneralisir dan harus/selalu diselesaikan secara normatif, atau hanya berlandaskan aturan perundangan yang resmi berlaku.
Itu sebabnya, kapan saatnya kita menyelesaikan masalah melalui pendekatan normatif (berdasar regulasi/aturan hukum) dan kapan kita melakukan pendekatan non-formal dalam perspektif kemasyarakatan dan kemanusiaan.Â
Kecermatan plus kecerdasan dalam memahami konteks permasalahan merupakan pilihan bijak, masing-masing ada tempat dan waktunya.