Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sejumlah Kekhasan yang Melekat di Harian Kompas

29 Juni 2020   22:06 Diperbarui: 1 Juli 2020   21:34 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: gerai.kompas.id

Tak terasa ternyata kemarin (28/6/2020) Harian Kompas sudah masuk usianya 55 tahun sejak pertama terbit pada tahun 1965.

Melaui sejarah yang cukup panjang sejak era otoritarian hingga era pasca-otoritarian atau sampai sekarang keberadaannya tetap bertahan dan berlangsung dalam merekam perjalanan bangsa sesuai visi dan pengelolaannya yang konsisten.

Media cetak yang eksis di tengah belantara media ini pastinya selalu menarik dan masih layak dikonsumsi mengingat fungsinya sebagai penyampai informasi melalui implementasi jurnalisme yang dikemas khas untuk menggugah pembaca tentang perlunya kesadaran menjalani berbagai kehidupan di negeri ini.

Melalui jurnalismenya yang lekat dengan kekhasan itulah kehadiran surat kabar ini tampil tak sekadar menyampaikan informasi penting kepada khalayaknya. Lebih dari itu dalam menjalankan fungsi medium sesuai misi yang diemban yaitu ikut mendidik dan mencerahkan hati nurani anak bangsa.

Barang tentu kekhasan jurnalisme yang melekat di harian ini berkat ketekunan, kesungguhan serta perjuangan secara berkelanjutan yang telah dilakukan Jakob Oetama sebagai Pimpinan Umum Harian Kompas dan Chief Executive Kelompok Kompas-Gramedia sehingga melalui pengembangan serta gaya jurnalisme khasnya tersebut kehadiran harian Kompas selalu menyuguhkan informasi bermakna.

Kekhasan jurnalisme yang melekat di Harian Kompas ini selanjutnya ditunjukkan melalui produk informasinya yang mendidik dan mencerahkan, di antaranya menggugah betapa perlunya bangsa ini menghapuskan nilai-nilai primordial dalam hubungan antarmanusia, antarkelompok, menanamkan etika dan moral demokrasi serta keadilan dalam menapak kehidupan berbangsa dan bernegara.

sumber: gerai.kompas.id
sumber: gerai.kompas.id

Konsep yang digagas Jakob Oetama ini dinilai banyak kalangan bahwa beliau berhasil mengoptimalkan fungsi pers sebagai langkah penumbuhan pilar-pilar humanisme transendental melalui kebijakan pemberitaan yang fokus pada masalah aspirasi, hasrat, keagungan manusia dan kemanusiaan.

Implementasi dari jurnalisme tersebutlah yang kemudian meletakkan nilai yang menempatkan manusia dan kemanusiaan pada posisi sentral pemberitaan. 

Hal ini yang selanjutnya bisa menjadi acuan para awak media/insan pers ketika menjalankan profesinya mulai dari pencarian atau pengumpulan fakta, menyusun pemberitaan, menyunting hingga menyebarluaskannya.

Jakob Oetama dinilai telah mampu membuka horizon pers yang modern, bertanggung jawab dan memiliki perspektif  ke depan -- sehingga atas kegigihan dan perjuangannya secara konsisten itulah beliau dianugerahi kehormatan resmi berupa gelar Doktor Honoris Causa di bidang komunikasi dari Universitas Gadjah Mada, 17 April 2003 yang lalu.

Nah di samping kekhasan jurnalismenya yang substansial, Harian Kompas juga mempunyai beberapa ciri atau kekhasan yang selalu melekat hingga persoalan yang bersifat teknis sekalipun.

Persoalan teknis ini ternyata tidak bisa dianggap sepele, bahkan turut mendukung produk pemberitaan yang disajikan kepada khalayak sehingga kualitas informasi terjamin keakuratan dan kredibilitasnya.

Berdasar cermatan dan amatan penulis, kekhasan lain bersifat teknis yang perlu diketahui antara lain sangat jarang ditemui "ralat berita" di harian ini, kalaupun ada sangat kecil sekali persentasenya.

Penggunaan bahasa (struktur kalimat) walaupun ringkas namun bisa dipahami dan penggunaan istilah dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan resmi yang disempurnakan. Hanya saja, jikalau ada istilah baru berbahasa asing, maka pembaca Harian Kompas dianjurkan bersanding kamus untuk menghindari salah tafsir.

Dilihat dari struktur organisasi yang terpampang dalam boks, tidak satupun para awak media menyantumkan gelar akademik padahal di sini tempat berkumpulnya lulusan perguruan tinggi dari berbagai disiplin ilmu. Mereka semuanya telah terlatih dalam in house training sehingga dapat menjalankan tugasnya secara profesional.

Kekhasan lain yang ditemui di lapangan yaitu tidak pernah ada/ditemui awak media termasuk jurnalis/wartawan Harian Kompas menerima amplop berisi duit selama peliputan peristiwa, sehingga sajian informasi cenderung lebih obyektif dan kredibel.

Demikian sekadar berbagi tulisan ringan dalam rangka ikut ambil bagian mengingati HUT ke-55 Harian Kompas, semoga harian ini tetap konsisten menjalani fungsi dan perannya serta ikut menunjang (to support) berbagai aktivitas menuju Indonesia lebih baik di masa depan.

JM (29-6-2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun