Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Titik Nol Kota Yogyakarta, Jangan Jadikan Lokasi Penularan Covid-19

12 Juni 2020   17:23 Diperbarui: 13 Juni 2020   17:16 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kawasan pedestrian Titik Nol Km sisi Barat, (Foto: KOMPAS.com / Wijaya Kusuma)

Pusat kota Yogyakarta terletak di kawasan Titik Nol Kilometer. Titik Nol merupakan titik koordinat yang secara konvensional menjadi pusat atau jantung kota di seluruh dunia.

Seperti biasanya di lokasi ini ditandai berdirinya kantor pos induk, sehingga jarak antar kota dengan kota lainnya dimulai dari titik ini.

Kawasan Titik Nol kota Yogyakarta yang direkonstruksi melalui proyek revitalisasi secara bertahap dengan biaya sebesar Rp 4,6 milyar anggaran Danais (Dana Keistimewaan) telah selesai pada akhir tahun 2015.

Lokasi ini selalu menarik dikunjungi, banyak nilai historis, estetis ditandai berdirinya gedung/bangunan indische di sekitar (Gedung Bank Indonesia, Kantor Pos Besar, Gedung BNI'46) sehingga menampakkan eksotisme lingkungan yang melengkapi kekhasan Yogyakarta.

Tidak hanya warga setempat menyukai kawasan Titik Nol Kilometer, wisatawan domestik dan manca pun banyak berminat mengunjungi lokasi strategis tersebut, terutama untuk menikmati suasana sore, petang hingga malam hari diterangi lampu-lampu hias antik memesona.

Di hari biasa sebelum Covid-19 merambah, ruang publik terbuka di sisi barat  atau depan Gedung Agung dan sisi timur atau depan museum Beteng Vredeburg, Monumen Serangan Oemum 1 Maret -- selalu ditemui pengunjung, disediakan bangku-bangku santai, taman dilengkapi ornamen khas lokal.

Sedangkan di hari-hari tertentu, di kawasan ini sering ditampilkan berbagai event menarik bernuansa budaya-seni maupun festival, aneka lomba, yang membuat suasana semakin hidup.

Dilihat dari letaknya memang sangat strategis. Setelah anda puas menyusuri wisata belanja Malioboro, Pasar Beringharjo, lokasi seputaran Titik Nol Kilometer cocok untuk istirahat sejenak, melepas lelah. Paling-paling anda ditemani musisi jalanan, pedagang asongan, atau bagi yang berminat bisa berfoto-ria dengan memilih latar belakang sebagai dokumen atau kenangan.

Mengingat letak dan design-nya yang tertata sedemikian apik dan nyaman, tidak mengherankan bila kawasan ruang publik terbuka ini menjadi pilihan berbagai kalangan, terutama komunitas anak muda untuk bersama/berkumpul, bercengkrama sambil menghabiskan waktu di malam hari.

Kawasan Titik Nol merupakan simpang empat, dari arah Jalan Malioboro dan Jalan.A.Yani  selanjutnya belok kiri (Jalan P.Senopati) ke arah Taman Pintar, Shopping Center, Taman Parkir BI, Taman Budaya. 

Kalau belok kanan (Jalan KHA.Dahlan) ke arah Balai Kota Lama, Pasar Ngasem, Tamansari, Taman Parkir Ngabean. Sedangkan bilamana lurus, bisa menuju Museum Sonobudoyo, Alun-alun Utara, Masjid Agung Kauman, Keraton Yogyakarta.

Kawasan jantung kota Yogyakarta ini memang tidak pernah sepi, sama hanya landmark Tugu Pal Putih yang berada di utara Malioboro hampir pasti semalaman suntuk "tidak pernah tidur" karena sebagai ikon kota ini selalu menjadi sasaran pengunjung/wisatawan terutama dari luar kota.

Apalagi di saat musim liburan atau akhir tahun tiba, jumlah pengunjungnya meningkat, kawasan Titik Nol dan Tugu Pal Putih seperti pasar malam, arus lalulintas di persimpangan merayap. Ditambah lagi pengambilan foto oleh para wisatawan dengan spot-spot sesuai selera seringkali sedikit mengganggu karena ikut memadati jalanan .

Titik Nol Kilometer menjadi perhatian

Kawasan Titik Nol Kilometer, Gedung Kantorpos Besar Yogyakarta (sumber: www.joglowisata.com)
Kawasan Titik Nol Kilometer, Gedung Kantorpos Besar Yogyakarta (sumber: www.joglowisata.com)

Kawasan jantung kota Yogyakarta yang berpusat di seputaran Titik Nol belakangan ini banyak mendapat perhatian, bahkan sorotan serius.

Dalam kaitannya kondisi kekinian di mana tanggap darurat kebencanaan non-alam berupa pandemi Covid-19 masih diberlakukan di seluruh DIY- ditemui di lokasi tersebut sejumlah kerumunan, tanpa memerhatikan protokol kesehatan untuk mengantisipasi penularan wabah.

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X pada Minggu (7/6) malam melihat langsung masih ada masyarakat yang kumpul-kumpul di Malioboro dan Titik Nol Kilometer tanpa memakai masker, tanpa menerapkan physical distancing (Kompas.com - 08/06/2020, 14:44 WIB).

"Minggu malam saya juga keluar keliling lewat Malioboro. Di Malioboro mereka kongko-kongko sambil duduk ya ora nganggo masker (tidak memakai masker)," ujar Gubernur DIY Sri Sultan HB X di DPRD DIY, Senin (8/6/2020), (sumber)

Barang tentu apa yang diungkapkan Sri Sultan HB X, yang telah diliput dan disebarkan lewat media itu selanjutnya diharapkan membawa efek ataupun dampak.

Terutama warga atau komunitas, sejumlah perkumpulan yang merasa melakukannya segera sadar, memerhatikan dan melaksanakan maksud yang disampaikan Sri Sultan demi terciptanya DIY yang kondusif, mengantisipasi jangan sampai gelombang kedua pandemi Covid-19 terjadi di wilayah ini.

Setidaknya, jangan jadikan lokasi ini (Titik Nol Kilometer) sebagai lokasi penularan Covid-19, termasuk lokasi lainnya (kawasan Malioboro, Tugu Pal Putih, atau tempat ngumpul yang tersebar di DIY, tanpa memenuhi protokol kesehatan terkait Covid-19 supaya wabah ini dapat dikendalikan.

Dampak dari pemberitaan yang sempat dipublikasikan dan viral melalui video tersebut telah pula menggugah segenap jajaran pemerintahan daerah untuk menyikapinya.

DPRD dan Pemda DIY menggagas revisi Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat. DIY ingin serius dan secepatnya memasukkan aturan penerapan protokol kesehatan agar punya payung hukum menindak masyarakat yang abai (KRJOGJA.com, 10 Juni 2020).

Dalam revisi disebutkan, akan ditambahkan pasal tentang protokol kesehatan. Kewajiban mengenakan masker bila berada di ruang publik dan menjaga jarak sebagai upaya pencegahan penularan Virus Covid-19.

Disebutkan pula sanksi yang dibebankan atas pelanggaran mulai teguran lisan, tertulis hingga denda dan kurungan pidana. Jika menilik sanksi yang tercantum dalam Perda Nomor 2 Tahun 2017 maka terhadap pelanggar bisa dikenai hukuman kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.

Nah, barangkali siapa saja yang membaca tulisan ini, terutama para komunitas atau pendatang/wisatawan yang berkunjung ke wilayah DIY harap memahami sekaligus menyadari betapa pentingnya mematuhi aturan mengenai Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat di lingkungan setempat.

Gaung Jogja Istimewa sudah menyebar ke mana-mana. Jangan sampai keistimewaan ini dicemari oleh sekelompok orang yang tak bertanggung jawab sehingga kebersihan, kesehatan, keindahan, keamanan, kenyamanan, ketenteraman yang sudah terbangun selama ini selalu terjaga untuk memenuhi kepentingan bersama.

JM (12-6-2020).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun