Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanggap Covid-19 dan Bincang Budaya dalam Suasana Physical Distancing di Jogja Magelang Elektronik (JME)

15 April 2020   20:23 Diperbarui: 18 April 2020   06:22 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jogja Magelang Elektronik (sumber: frekuensi.blogspot.com)

Di tengah menyebarnya virus corona yang telah menyebabkan covid-19 (pandemi) dan cenderung meluas di hampir seluruh provinsi di tanah air, tak terkecuali telah masuk ke wilayah Jogja (DIY) dan Magelang (Jateng) sekitarnya telah menjadikan masyarakat selalu waspada.

Pemerintah pusat dan pemerintah di setiap daerah telah mengambil langkah serta mendifusikan informasi dalam berbagai bentuk dan penggunaan media berupa cara-cara pencegahan dan pengendalian penularan berbagai infeksi penyakit termasuk infeksi virus corona.

Komunikasi yang disampaikan pemerintah terkait covid-19 ternyata mendapat respons 'bak gayung bersambut' bahkan tanggapan masyarakat lapisan bawah di wilayah Jogja-Magelang dan sekitarnya cukup serius, berbagai langkah nyata telah di lakukan untuk meminimalisir menyebarnya virus yang ganas dan bisa mematikan tersebut.

Penyemprotan massal terhadap fasilitas-fasilitas umum (untuk mengantisipasi sebaran virus) yang dikakukan pemerintah daerah juga secara simultan diteruskan oleh warga di setiap kampung hingga rumah warga dalam jangka waktu yang dirancang sesuai kebutuhan.

Anjuran pemakaian masker, mencegah kerumunan massa melalui kebijakan social distancing dan berfokus pada physical distancing alias menjaga jarak fisik sudah banyak ditaati, demikian tak keluar rumah jika tidak penting, termasuk menonaktifkan sementara kegiatan melibatkan sejumlah orang/perkumpulan (formal maupun nonformal) sudah mulai dilakukan di mana-mana.

Tak hanya itu, tanggap covid-19 tampak di beberapa ruas jalan kampung atau gerbang masuk perkampungan terpampang tulisan/pengumuman bahwa setiap tamu (pendatang) harap melaporkan diri. Ini untuk mencegah virus bawaan (carrier) oleh pendatang yang kemungkinan berasal dari wilayah zona merah supaya jangan sampai virus corona menyebar di lokasi setempat.

Banyak giat dan istilah ditemui dalam upaya preventif dilakukan warga, pos-pos penjagaan kampung semakin diaktifkan, di samping setiap tamu harap lapor, kendaraan dari luar kota disemprot disinfektan, juga ditemui tulisan "kami resah karena anda covid-19" bahkan spanduk bertuliskan lockdown nampaknya sedang nge-tren di beberapa tempat.

Penulis sendiri tak hendak mempermasalahkan giat maupun istilah atau tulisan/pengumuman terlalu detail, tetapi makna yang tersirat dalam tindakan tersebut dapat dipahami bahwa warga setempat tidak menghendaki virus penyebab covid-19 memasuki lokasi masing-masing.

Apapun peristiwanya, realitas yang ada di tengah masyarakat tersebut bisa diasumsikan sebagai partisipasi aktif warga, tanggap covid-19 sekaligus merupakan suatu langkah mitigasi bencana non-alam yang telah dilakukan sesuai kemampuannya.

Nah, dalam suasana demikian sesungguhnya peran komunikasi dalam beragam jenis dan bentuknya menjadi layak dicermati. Setidaknya melalui penyebaran informasi berkait covid-19 masyarakat luas menjadi tahu, mengerti, memahami, kemudian menyadari (conscious) -- sehingga dapat menghindari infeksi virus corona, pola hidup bersih-sehat, termasuk menjaga daya tahan tubuh.

Di samping upaya-upaya pencegahan dan pengendalian penularan infeksi virus corona yang telah dilakukan secara medis selama ini, dan mengingat wabah virus masih belum mereda, maka kehadiran komunitas warga yang peduli masalah bangsa -- pastinya tergugah untuk ikut ambil bagian bersama-sama atau bergotong-royong menghadapinya.

Jogja Magelang Elektronik-Rescue (JME-R) sebagai komunitas warga yang bergerak dalam aktivitas dukungan komunikasi dan satgas tanggap bencana sejak awal tahun 2000-an telah berkiprah dan berkolaborasi dengan pihak-pihak berkompeten dalam menangani setiap kali terjadi erupsi Gumung Merapi (skala besar pada tahun 2010), banjir lahar dingin dan tanah longsor di kawasan sungai-sungai yang berhulu dari lereng Merapi, evakuasi para korban, hingga kejadian urgent kebencanaan yang berada di Jogja-Magelang dan sekitarnya.

"pasukan elit" JME-Rescue (sumber: www.facebook.com/jmerescueinduk) 

Di saat merebaknya pandemi global covid-19, tidak ketinggalan "pasukan elit" JME-Rescue telah berkontribusi nyata melakukan antisipasi di antaranya sejak pertengahan Maret 2020 melakukan penyemprotan disinfektan, membagikan antiseptik, masker secara berkala di beberapa titik lokasi strategis (Jogja dan Magelang) terutama fasilitas umum: sekolahan, masjid, musholla, ruang publik terbuka, gereja, hingga rumah penduduk.

Pada sisi lain, santernya berita seiring pertambahan penderita covid-19 menjadi agenda setting media arus utama disusul informasi via sosial media yang seringkali tak jelas sumbernya sangat dimungkinkan berdampak terhadap kejenuhan masyarakat akibat gencarnya terpaan media dan berujung pada tekanan mental (resah, gelisah, cemas, bahkan bisa juga stress).

Dalam kondisi demikian dan masih dalam suasana physical distancing berlangsung maka sejak awal April 2020 lalu - kreativitas sejumlah tokoh JME muncul dengan memanfaatkan Frekuensi 159.700 MHz melakukan obrolan santai berupa cerita malam interaktif (via Handy-talkie atau Rig) di malam hari.

Menurut penggagasnya yaitu Mbah Renggo yang dimoderatori Pak Satrio, didukung para sesepuh setempat serta petinggi jajaran JME (Pak Bayan, Pak Dewa Ruci/DR, dll) selanjutnya dikumandangkan dalam waktu dua hari sekali setiap pukul 22.00 wib hingga usai (manakala frekuensi tak digunakan untuk situasi darurat bencana) yaitu bincang budaya bermakna kearifan lokal.

Tema-tema berkait unsur budaya di antaranya sejarah, tradisi, hikayat, hingga adat istiadat, etika/budi pekerti serta pitutur-pitutur maupun peribahasa (Jawa) telah banyak dibahas dan dipancarluaskan melalui kanal JME di 159.700 MHz. Acara yang disampaikan menggunakan bahasa daerah (Jawa) ini banyak mendapat respons positif bahkan berasal dari luar wilayah Jogja dan Magelang - ikut berparsisipasi dan saling melengkapi hingga dini hari.

Dilihat dari perspektif psikologi komunikasi, sesungguhnya giat kreatif ini sangatlah mendukung untuk turut membangun suasana kondusif di tengah wabah covid-19 yang perkembangannya sangat "mengkhawatirkan" di mana jumlah manusia yang terinfeksi virus corona hingga tulisan ini disusun > cenderung terus bertambah secara signifikan.

Meminimalisir rasa galau, cemas, resah, gelisah, ataupun stress di tengah pandemi covid-19 dalam suasana physical distancing seperti saat ini -- sangatlah bijak bilamana kita menahan diri untuk mengurangi sebaran dan terpaan informasi yang tak bertanggung jawab, "virus hoaks" juga sedang "mewabah" di mana-mana, terutama sebaran melalui sosial media perlu diwaspadai.

Kehadiran JME-Rescue dalam kiprahnya di bidang sosial-kemanusiaan yang berfokus pada dukungan komunikasi kebencanaan tentunya patut diapresiasi, layak diadopsi oleh komunitas di manapun.

Di samping tanggap dan peduli bencana, juga turut mengedukasi warga di area sekitarnya, mengurangi beban/tekanan mental warga, menyalurkan energi positif di saat berlangsung bencana - termasuk menyiarkan acara interaktif yang dikemas dalam bincang budaya sekaligus langkah ini sebagai media katarsis.

JM (15-4-2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun