![suasana mangkrak, peralatan diamankan (JM)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/21/060710-1746-004-5ba4cb9143322f504836f334.jpg?t=o&v=555)
![solar cell akhirnya tak berfungsi (JM)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/21/060710-1741-002-5ba4cc186ddcae14f70cdcd2.jpg?t=o&v=555)
Untuk mengetahui persoalan lebih jauh, penulis (16/9) lalu menemui tokoh formal setempat, Kepala Dusun Penggung, Bapak Paijan, menuturkan bahwa "proyek air bersih ini sudah tidak berjalan lagi, karena ada kerusakan peralatan teknis dan tidak bisa diperbaiki sehingga semua peralatan tak berfungsi.Â
Proyek ini hanya berlangsung dalam waktu 2 tahun lebih, diawali waktu peresmian/serah terimanya dihadiri para tokoh resmi dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DIY dan Kabupaten" imbuhnya.
Hal sama diungkapkan tokoh masyarakat setempat, Bapak Salim, yang oleh warga ditunjuk sebagai ketua tim penanganan air bersih. "Kerusakan alat sudah dilaporkan secara lisan ke Dinas Pekerjaan Umum DIY dan Kabupaten Kolonprogo, namun sampai sekarang belum ada respons sehingga proyek air bersih ini dapat dikatakan mangkrak.
Kita sebenarnya pingin memperbaiki sendiri, tapi masalahnya bagaimana dan di mana harus beli komponen yang rusak itu, terutama berkait pompa yang terhubung ke solar cell dan kerusakan pada Ultra Filtration Unit agar dapat berfungsi kembali" tambahnya.
Berbincang sambil melihat langsung ke lokasi sambil menyusuri lereng pegunungan bersama tokoh masyarakat ini mengasyikan, ditunjukkan beberapa tempat sumber air dan peralatan yang sudah tidak beroperasi lagi. Jalan setapak menanjak dan curam hingga hampir 1 km lebih yang harus dilalui menjadi tantangan penulis untuk membuktikan kondisi nyata yang perlu dicermati tentunya.
Di tengah perjalanan di lereng/perbukitan sempat pula penulis berhenti sejenak menjumpai seorang ibu yang sedang meramban (mencari pakan ternak). Ia berkata bahwa "susah mas kalau musim kering begini, usaha bertani berhenti sementara karena kebutuhann air (untuk irigasi, red) sulit diperoleh.
Tanaman yang masih mau berbuah yaitu pohon kelapa, namun harganya anjlok, per-buahnya hanya diharga Rp 500,- sehingga lebih baik dibiarkan saja menggantung di pohonnya hingga kering" tambahnya.
Sekilas beberapa data di atas memberi gambaran betapa vitalnya air bagi kehidupan warga di Dusun Penggung. Walaupun di lokasi ini telah dibangun Waduk Mini Kleco, sebagai bantuan irigasi namun di musim kemarau nampak volume airnya minim.
Waduk yang berada di area 20 hektar tanah berdataran tinggi berkapasitas menampung 8.500 meter kubik air ini - terlihat permukaan hanya berkisar 70 cm dari dasar sehingga kurang mampu mendistribusikan air sesuai kebutuhan warga sekitar.
![waduk mini Kleco surut di musim kemarau (JM)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/21/060710-1644-5ba4cd07c112fe123811aeb3.jpg?t=o&v=555)
![pak Parjiman dan Jemingan, menggali sumur untuk mendapatkan air (JM)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/21/060710-1711-5ba4ce0f677ffb7a8c1dca12.jpg?t=o&v=555)