Sejenak jalan-jalan ke wilayah perdesaan, Sabtu siang (7/2) kemarin, ada sesuatu yang menarik diperhatikan. Kali ini fokusku lebih pada ternak-ternak rumahan yang dipelihara oleh warga. Di sebuah Dusun Ngentak Mangir, Wijirejo, Pandak, Bantul (sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta) beberapa rumah penduduk tampak mempunyai halaman luas, di depannya berdiri bangunan tidak permanen berkonstruksi kayu sebagai tiang dan penyangga kokoh bagian atasnya dipasang genteng. Bangunan itulah yang disebut kandang sapi.
[caption id="attachment_395608" align="aligncenter" width="300" caption="kandang sapi di halaman rumah Pak Poniman (jm)"][/caption]
[caption id="attachment_395609" align="aligncenter" width="300" caption="kandang sapi dilhat dari samping (jm)"]
[caption id="attachment_395614" align="aligncenter" width="300" caption="pak Poniman, pemilik ternak sapi (jm)"]
Salah seorang warga sekaligus pemilik ternak sapi bernama Pak Poniman (65) ketika bertemu penulis nampak bersemangat menyambut, langsung berjabat tangan berkesan akrab, menyenangkan diajak bincang-bincang mengenai aktivitasnya sehari-hari. Bapak dari dua orang anak dan dua cucu yang penampilannya bersahaja ini ternyata bukanlah peternak, walaupun di halaman rumahnya dipelihara Sapi Jawa betina. Namun beliau mengaku pekerjaan pokoknya adalah petani, yang digelutinya sejak menjadi anak petani hingga menjadi pewaris sekarang.
Sebagai anak petani pemilik sawah yang melanjutkan pekerjaan orangtua secara turun temurun, Pak Poniman menuturkan bahwa sudah biasa bangun pagi, seusai sholat subuh berangkat ke sawah, siang hari pulang sebentar untuk istirahat dan makan, sorenya ke sawah lagi, ngopeni (memilihara) tanaman, membenahi apa saja yang perlu dilakukan supaya tanaman tumbuh sempurna. Pekerjaan menanam padi atau palawija perlu dikontrol setiap saat hingga panenan akan bisa berhasil seperti diharapkan.
Ketika ditanya tentang ternak Sapi di halaman rumahnya, sambil tersenyum Pak Poniman menerangkan dalam sikap merendah: “niku cuma damel duwen-duwen, mas. Kangge ngisi kegiatan lan klangenan (= itu hanya sekadar memiliki saja, untuk mengisi waktu luang dan menjadi ternak peliharaan yang masih digemari/dirawat).
[caption id="attachment_395615" align="aligncenter" width="300" caption="pak Poniman, petani berpengalaman (jm)"]
[caption id="attachment_395610" align="aligncenter" width="300" caption="sapi milik Pak Poniman (jm)"]
[caption id="attachment_395611" align="aligncenter" width="300" caption="sapi dijemur di sebelah kandang (jm)"]
Dalam pengalamannya yang sudah berpuluh tahun, sejak masih anak hingga menjadi kakek seperti sekarang, Pak Poniman nampak paham benar dalam melakoni pemeliharaan ternak terutama sapi dan kambing.
Diungkapkan, kini dirinya hanya memelihara sapi dikarenakan jumlahnya tidak terlalu banyak, satu ekor cukup. Kalau memelihara kambing, jumlahnya terlalu banyak, butuh tenaga/waktu tambahan untuk memberi/mencarikan pakan. Sementara itu, tenaga-tenaga muda dan generasi seumur anak Pak Poniman sudah kurang berminat lagi menekuni usaha tani maupun ternak di desa. Mereka memilih bekerja di luar desa/di perkotaan menjadi buruh/karyawan dengan harapan memperoleh hasil relatif cepat (mingguan/bulanan).
Berbincang tentang ternak sapi dengan Pak Poniman sungguh mengasyikkan. Diungkapkan bahwa memelihara sapi lebih mudah, asalkan persediaan pakan dan minum cukup, bisa ditinggal ke sawah, bahkan Bu Poniman isterinya, sudah terbiasa membantu memberikan pakan seperti rerumputan ataupun jerami yang sudah disediakan di dekat kandang. Sedangkan untuk membersihkan sapi, Pak Poniman melakukannya setiap hari atau dua hari sekali diguyang (dibersihkan) di kubangan kali dekat sawah sekitaran dusun Mangir.
[caption id="attachment_421421" align="aligncenter" width="300" caption="ibu Poniman dan cucunya (jm)"]
[caption id="attachment_395612" align="aligncenter" width="300" caption="tumpukan jerami pakan sapi (jm)"]
[caption id="attachment_395613" align="aligncenter" width="300" caption="lelah berdiri, terlalu gemuk? (jm)"]
Kebiasaan Pak Poniman sejak kecil hidup dalam keluarga petani yang juga memelihara ternak sapi maupun kambing sebagai kegiatan sambilan ini - ternyata juga terselip niatan, maksud dan mempunyai tujuan lain – sehingga dapat dibilang bahwa memelihara ternak di desa akan berfungsi multi. Di antaranya: kotoran ternak bisa menjadi pupuk tanaman (non-kimiawi), tenaga sapi bisa difungsikan untuk menggarap tanah pertanian/membajak di sawah.
Kepada penulis dikatakan dalam perbincangan kemarin, bahwa di samping sebagai duwen-duwen dan klangenan, ternak sapi miliknya bisa pula berfungsi sebagai “tabungan” (baca: investasi), bisa diperjual-belikan manakala dalam keluarga membutuhkan dana mendesak/harus segera dipenuhi – walaupun dirinya jarang melakukan hal tersebut.
Nah, dari pengalaman sepintas jalan-jalan di akhir pekan kemarin, nampaknya investasi konvensional di perdesaan hingga kini masih ditemui di kalangan warganya. Mereka melakukan investasi yang sudah berlangsung dari masa ke masa atau secara konvensional ini menjadikan pilihan lantaran lebih aman dan nyaman dilakukan sesuai kultur yang melingkupinya. Hal demikian sekaligus menggambarkan bahwa “alon-alon waton kelakon” (pelan-pelan tapi tetap selalu dilakukan hingga mencapai tujuan) masih dijalani oleh masyarakat desa terutama di Jawa.
Yang layak menjadi suatu pertanyaan kelak di kemudian hari, akankah kehidupan desa yang sesungguhnya memiliki nilai-nilai berkearifan lokal ini mampu bertahan di tengah merambahnya arus globalisasi dan siapakah yang akan menjadi generasi penerusnya?
JM (8-2-2015).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H