Banyak orang yang mengatakan bahwa dimasa SMA adalah masa paling indah dimana kita bisa merasakan kebahagiaan dan kesedihan yang mendalam sehingga kita tidak akan mungkin bisa melupakan dan menjadi moment yang akan selalu dikenang. Di SMA adalah kehidupan awal bagiku untuk merasakan akan pentingnya persahabatan, persaingan, kegembiraan, kesedihan dan cinta semua bercampur aduk di kehidupan SMAku.
      Semua berawal dari kenakalan sahabatku, saat setiap murid harus memilih salah satu ekskul favorit yang akan dijalani selama satu tahun. Awalnya aku menulis ekskul kelas bahasa jepang sama seperti tahun kemarin tapi entah kenapa aku harus masuk kelas silat. Sahabatku begitu bahagia dan menertawaiku karena usahanya untuk menjerumuskanku kedalam ekskul silat telah berhasil. Hal yang tergambar dipikiranku hanyalah babak belur, terbanting, terpukul, tulang retak karena itu semua yang dialami sahabatku tahun kemarin
      Aku tetap bersikukuh untuk tidak akan hadir dalam kelas silat karena ketakutanku jauh lebih besar. Tapi apalah daya diriku tidak bisa menghindari permintaan sekolah untuk memaksaku masuk dikelas silat karena ekskul ini akan masuk kedalam penilaian prestasi siswa. Sudah tiga bulan aku absent tidak hadir di ekskul ini, dengan bantuan sahabatku kini aku mulai berani untuk hadir di kelas silat.Â
Awalnya sulit sekali menjalani semua latihan mulai dari memukul, menendang, lari, push up, dll tapi benar apa kata sahabatku jangan dirasakan susahnya rasakan saja bahagianya.Â
Semua teman-teman,pelatih dan asisten pelatih di perguruan silat ini sangatlah menyenangkan dan saling peduli. Kami semua lebih banyak waktu berlatih bersama dengan asisten pelatih yang sering kita panggil Mas Nur, sedangkan pelatih yang dibayar sekolah hanya mengajari kami disaat hari ekskul saja. Bisa dibilang Mas Nur adalah relawan dan lebih dari sekedar relawan dan menjadi pahlawan besar bagi kami semua.Â
Karena selama ini sekolahku dianggap buruk, disetiap perlombaan tapak suci sesidoarjo kami tidak pernah mengalami kejuaraan tapi berkat beliau kami bisa bergabung dengan tapak suci pusat kabupaten. Aku masih ingat ketika kita ikut lomba banyak sekali yang mengejek kita, pihak sekolah tidak mendukung kami karena selalu mendapatkan kekalahan.Â
Mas Nur tidak peduli dengan itu semua, beliau keluarkan uang yang dimilikinya untuk membiayai semua yang kita butuhkan termasuk membelikan makanan kelima belas muridnya, dan membuat Mas Nur mengundurkan kelulusannya karena demi menemani kita berlatih daripada untuk menyelesaikan skripsinya.Ini pertama kalinya diriku mengetahui ternyata masih saja ada orang yang relakan tenaga, pikiran dan waktunya tetapi tidak dibayar.
"Selamat pada kalian semua, Mas Nur bangga akan keberhasilan kalian semua Mas Nur jadi yakin akan mengirimkan kalian untuk berlibur keluar kota untuk liburan tahun akhir ini."
" Hore..." Sontak aku bertepuk tangan kegirangan, tapi hanya aku yang senang sendirian justru teman-teman kelihatan sedih.
"Kamu tau maksud berlibur keluar? Itu tandanya kita akan bertanding keluar kota." Kata Fika.
      Kali ini pertandingan akan dilaksanakan di Jogja semua dari berbagai kota seindonesia akan berkumpul dan bertanding dikompetisi ini. Kini bukan sekolahku saja yang berangkat tapi semua teman-teman tapak suci sesidoarjo. Di sini tidak ada perbedaan kaya atau miskin, bahkan temanku yang ayahnya memilki universitas  saja mau tidur ditikar dan makan seadanya bersama kami semua.Â
Selama Pertandingan tujuh hari lamanya kita tinggal di sekolah dasar baik tidur, makan, latihan, bercanda kami lakukan bersama-sama, membayangkan dulunya kita lawan saat bertanding, kini kita semua berbaur bahagia. Kecuali sahabatku Fika dia begitu menghawatirkan keadaan ibunya yang sakit dia berharap besar kali ini dia akan membawa mendali dan mendapat uang penghargaan dari sekolah, karena dengan uang itu ia bisa membayar pengobatan bagi ibunya.
      Tidak terasa sudah hari ketiga bagi kami semua untuk berjuang. Saatnya diriku masuk di perempatan final aku harus melawan sahabatku sendiri berhadapan dengannya membuatku membayangkan kebersamaan kita, ibunya yang sedang sakit.Â
Bayangan itu semua membuatku tidak fokus termasuk pelatihku bagaimana caranya memberikan arahan pada kita berdua yang sama-sama anaknya. Aku sudah mencoba berjuang keras dan hasilnya adalah sahabatku Fika yang menang. Entah kenapa aku sendiri merasa senang melihat dia yang masuk semi final.
" Kenapa dengan permainanmu? ini bukan kamu, jangan pikirkan kalau dia sahabatmu." emosi teman-teman.
"Tenang masih banyak pertandingan ini hanya pemanasan bagimu, kemari mas nur beri Geliga Krim yang akan membantu meredakan bengkak di kakimu ini." Pelatihku mencoba menyemangatiku disaat kekalahanku ini.
      Hari keenam kita smua masih dag dig dug perlahan-lahan teman-teman kami mulai merasakan sakit baik bengkak, nyeri otot, luka dan penyakit yang paling bahaya adalah masuk angin, karena sudah menjadi tradisi baru jika ada salah satu yang masuk angin solusinya dengan dibalur Geliga Krim keseluruh tubuhnya sampai Geliga Krimhabis, dan kali ini temanku yang bernama Rizky menjadi korban mereka semua. Beberapa dari kami yang kalah bergadang sambil menunggu datangnya tahun baru.
 "3..2..1.. Happy New Year ." kita semua mengucapkannya dengan rasa bahagia.
Hening itu yang kita dapatkan disini tidak ada pawai, pesta kembang api, dll. Kami sudah menunggu lama ternyata tidak terjadi apa-apa, karena tempat yang kami tinggali ini sangatlah jauh dari pusat kota jadi sangat dimaklumi jika tidak ada keramaian bahkan tetangga sekitar sudah pada tertidur pulas.
      Keesok harinya adalah hari yang ditunggu-tunggu pertandingan babak final. Termasuk pertandingan akhir sahabatku semoga kali ini ia juara dan dapatkan mendali itu. Lima dari kita semua akan membanggakan daerah kita.Â
Pertandingan yang sangatlah menegangkan, akhirnya sahabatku membawa mendali walaupun dia hanya mendapatkan juara dua aku cukup senang dia mendapat juara 2 seindonesia dikelas F melawan daerah samarinda.
 "Ayo masuk anak-anak panti baru." Ledek ibu panti.
Kita semua sontak tertawa karena kita semua memakai baju yang sama bak anak panti asuhan. Keesokan harinya waktu bagi kami menikmati liburan yang sesungguhnya dikota yang indah ini kota Jogja. Berjalan menyusuri jalan, malioboro, keraton, menonton musik tradisional, berjalan di gang kecil, bahkan tanpa kami sadari tidak sengaja menemukan rumah milik Kyai Ahmad Dahlan. Jalan-jalan yang begitu melelahkan membuat kakiku kambuh lagi.
" Maafkan aku, kakimu bengkak seperti ini karena aku, untung aku selalu bawa Geliga krim sahabat disegala kondisi apapun dimana saja dan kapan saja." Sahabatku mengoleskan Geliga krim dikakiku rasa hangatnya mampu melegakan rasa nyeri di kakiku dan membuat traveling mengelilingi Jogja jadi makin semangat.
"Ini kamu bawa saja Geliga Krim justru kamu yang lebih membutuhkannya." Pinta Fika padaku.
Tak tega melihat anak panti sedih, kami peluk meraka semua semoga kelak kami dapat bertemu mereka kembali. Kami semua memutuskan untuk pulang dengan mengendarai bis tapi sebelumnya kita menaiki Trans Jogja menunju terminal bis.
 Awalnya trans Jogja ini sangatlah lengah belum banyak penumpang, di saat pemberhentian selanjutnya penumpang begitu banyak bahkan berjubel sehingga kami semua berpisah satu sama lainnya. Tiba-tiba diriku mendapatkan pesan dari Fika, bahwa dia meminta tolong padaku,sekarang ini dia sedang diganggu pria yang tidak dikenalnya.
" Mas Dahlan tolong bantu Fika sekarang dia sedang diganggu pria yang tidak dikenal." Pintaku.
" Sekarang aku butuh Geliga Krim apa dari kalian ada yang membawanya?" Pinta Mas Dahlan kepada kami semua. Seketika itu diriku teringat Geliga Krim yang diberikan Fika padaku. Langsung kuberikan Geliga Krim kepada Mas Dahlan. Semua Geliga Krim milik Fika dihabiskan dia tumpahkan semua krim ditangannya. Mas Dahlan mencoba berjalan kearah dimana Fika sekarang berada. Benar saja Mas Dahlan melihat Om-om itu mencoba memegang pundak Fika, Lalu Mas Dahlan pegang tangan si Pria itu dengan tangannya yang penuh Geliga Krim.
"Maaf Om ini pacar Saya." Kata Mas Dahlan.
Seketika  Om-om itu mulai merasakan kesakitan dan kepanasan karena tangannya diremas oleh Mas Dahlan. Akhirnya Trans Jogja kita sampai di terminal Bis, aku langsung berlari menemui Fika beruntunglah dia baik-baik saja. Aku memberikan Geliga Krim miliknya dan menceritakan bahwa yang telah menghabiskan Geliga Krimnya adalah Mas Dahlan.
"Ternyata bukan hanya menyembuhkan kakimu saja tapi juga Geliga Krim ini sebagai penyelamatku hari ini." Fika memandangi Geliga krimnya yang sudah habis.
Sesaat kita semua didalam bis Mas Dahlan merengek kepanasan karena tangannya tadi berlumuran Geliga Krim.
"Dahlan tanganmu masuk angin ? Ledek Mas Nur.
"Siapa yang masuk angin?" Sontak teman-teman bersiap-siap mengeluarkan Geliga miliknya dan langsung mengerubungi mas Dahlan.
"Aku baik-baik saja sungguh teman-teman." Kata Mas Dahlan.
Keesokan paginya bis sudah akan memasuki kota Sidoarjo aku melihat teman-temanku yang masih tertidur pulas. Tidak terasa sepuluh hari di Jogja bersama mereka semua. Aku masih menyimpan Geliga Krim di sakuku, semua moment liburanku begitu lengkap karena Geliga Krim. Geliga krim yang membantu semua temanku disaat mereka mengalami nyeri otot termasuk diriku dan menyelamatkan sahabatku.
Terima kasih banyak Geliga Krim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H