Di suatu sore yang mendung
tangkup di tanah dengan auman parau
meninggalkan catatan kemarau
Ia tersedu-sedu kepada inangnya
Bersama bulir hujan menangis hebat
sesalkan cinta butanya kepada kumbang
yang lebih menginginkan kembang
dan kangen meski ia tebus sebagai karma
Suara gemuruh kehampaan yang
memekakkan, pelan-pelan, memakannya
dalam remang dan doa-doa terus dilangitkan
meski ia tahu yang jatuh tak bisa diurungkan
yang tangkup-luruh selalu kacau  Â
Cinta kadang semena demikian
Sementara sesal adalah karma
dan tabah ingin coba senantiasa disematkan
jika alpa selalu ditolak
tabel presensi kehadiran
Semarang, 07 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H