"apakah nanti kita akan melayang, Ma,
macam bintang-bintang di sana?
itu yang paling bercahaya, kakak, kan?"
tanya seorang perempuan
kepada ibunya sembari mengepung
angkasa dengan jari telunjuk
angin menerbangkan rambut-rambut
yang dibiarkan malam itu
tergerai dan membelai
alis, kelopak mata, sampai pipi
yang pernah basah sewaktu
kepergian perempuan lain
yang persis dengannya meski
dia yakin sungai-sungai
yang mengalir dari jemarinya,
lanjut pergelangan tangan
kemudian siku dan akhirnya
menuju jantung lebih hangat
serta membara macam air
yang menganaksungai
terus bermuara di hilir bibir:
asin
dan dia ingat pelajaran fisika
tentang proses pembuatan
hujan dari air laut yang asin
oleh panas matahari:
ah, mirip sekali dengan air asin
yang diproduksi oleh matanya
"Ma, kalau semua orang sudah
jadi bintang, apakah bumi menjelma
rumah hantu seprti di film-film?
penuh kenangan dan tak pernah tenang?"
si ibu tetap diam dan hanya
mengelus lembut pucuk kepalaÂ
perempuan itu
Semarang, 01 September 2022Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H