HARI IBU. Kuraba jantungku. "Ibu, kita masih hidup".
Ada yang selalu mengganjal di setiap tanggal 22 Desember. Entah seperti apa rasanya. Anak-anak di Indonesia ramai mengucapkan selamat hari ibu. Sedang aku, sepagi ini, kopi kusuguhkan sendiri dan masih dalam tatapan hampa bergabung sesak. Ini tepat satu tahun ibuku meninggal. Aku heran tak ada setetes pun airmata yang jatuh sejak kulihat tubuhnya terbaring kaku di ranjang kamarnya.
Kecewa atau kemarahan macam apa yang tak bisa kumaafkan saat kuketahui tentang nafkah yang ibuku berikan kepada kami, anak-anaknya, aku dan kakakku. Tumbuh menjadi dewasa dengan celaan dan cemoohan kawan sebaya adalah hal yang paling menyakitkan di hatiku. Aku dipenuhi penyesalan kenapa aku mesti lahir dari rahim ibuku?. Pelacur!.
Angin masih terlalu dingin. Bahkan kopi dan sebatang rokok Djisamsoe tak bisa melawan kegaduhan dingin yang meremas-remas jantungku. Aku sesak. Tapi, air mata tak jua tumpah. Kakakku masih tidur. Botol-botol anggur oplosan berserakan di tempat tidurnya.
Setiap hari kusibukkan diriku di jalanan. Simpang jalan adalah tempat yang paling mengerti tentangku dan tentang orang-orang semacam aku. Aku awasi dan lekat-lekat kutatap wajah yang melintas di sana. Berharap suatu ketika kulihat wajah seorang laki-laki yang serupa utuh dengan wajahku. Aku ingin berseru padanya, “ayah!”. Tapi, sia-sia. Aku tak kunjung bertemu dengan wajah seperti itu.
Rumah kami ini makin reot. Aku berdoa semoga cepat ambruk. Menimpa kakakku ataupun tidak, aku tak peduli. Aku hanya ingin tempat ini segera rata dengan tanah. Seperti jasad ibu dan kenangan-kenangan busuknya di liang kuburnya.
Akan tetapi, meski aku amat kecewa dan begitu pahitnya perasaanku kepada ibuku, ada satu hal yang tak bisa kuabaikan begitu saja tentangnya. Satu-satunya yang membuat aku masih hidup sekarang. Satu-satunya juga yang membuat aku tulus berterimakasih padanya adalah karena jantungnya. Ya, jantungnya ada dalam diriku. Jantungnyalah yang memompa darahku, menyuplai oksigen ke otakku dan aku selamat dari kematian akibat gagal jantung. Jantungnyalah kado dan kenangan terindah dari ibuku.
Aku tahu hari ini, anak-anak di negeri ini mengasihi ibu mereka. Mengucapkan selamat hari ibu. Sementara aku, yang dapat kuucapkan adalah selamat hari JANTUNG IBU.
[JM: Jakarta, 22 Desember 2011]
http://jiwang-muhtadin.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H