Johan Irvani: Andai waktu bisa bergerak mundur, saya ingin kembali ke masa lalu untuk mengatakan cinta padanya.
Sewaktu saya kecil saya adalah orang yang tidak pernah percaya dengan yang namanya kisah cinta. Saya selalu heran jika ada teman yang menangis karena kisah cinta. Sampai pada hari itu semuanya berubah.
Jam sudah menunjukkan jam 13:45 dan Tettttt (meniru suara bel) sekarang waktunya pulang sekolah. Hari ini saya sudah tidak sabar menunggu jam pelajaran selesai, alasan yang cukup sederhana, yaitu saya ingin pulang kampung karena besok ada acara di rumah.
Bergegas saya langsung ke asrama, sangking buru-burunya, saya bahkan tidak mengambil beberapa buku tulis yang ada dalam laci. Sesampainya di asrama, saya langsung ganti baju dan langsung pergi ke halte yang berada tak jauh dari asrama saya.
Sayapun naik salah satu bis yang akan berangkat. Hari itu seolah bis berjalan begitu lambat, entah saya yang mungkin sudah tidak sabar karena rindu kampung halaman.
Berselang beberapa jam kemudian, sayapun sudah sampai dirumah. Banyak orang di sana, mereka sedang mempersiapkan banyak hal untuk acara besok, semua barang di rapikan. Bahkan beberapa sengaja dibakar karena di anggap sampah.
"Cari apa Vani? " Tanya ibu saya
"Kota buku yang warna hijau di mana ma?" Tanya saya
Dengan santainya ibu menjawab
"Ah, itu kan buku lama. Bikin berantakan aja! Udah mama bakar semua "
Mendengar Jawaban tersebut saya hanya bisa diam, terkulai lemas dan bahkan masih rada tidak percaya terhadap apa yang saya dengar barusan!
Sejatinya di antara buku tersebut terdapat sebuah buku yang paling berharga bagi saya.
Buku catatan pelajaran Sejarah milik Adelia, atas buku tersebut saya punya kenangan yang sangat dalam.
Ceritanya dimulai 4 tahun yang lalu.
Sewaktu SMP saya pernah naksir pada seorang perempuan, namanya Adelia. Tapi sebagai Laki-laki yang cupu dan  pendiam tentu sudah menjadi hal yang sangat wajar jika saya tidak memiliki keberanian untuk mengatakan cinta secara langsung padanya
Terlebih setelah mendengar cerita beberapa orang teman ditolak olehnya.
Hal tersebut tentu membuat saya semakin tidak berani untuk mendekatinya
Adelia adalah wanita yang cantik dan mempesona, sedangkan saya, saya hanyalah laki-laki kelas biasa yang lebih mirip kutu buku.
Tak ada hal yang menarik dari saya, kalaupun ada mungkin hanyalah "humoris" semata.
Tapi setelah ujian kenaikan ke kelas IX ( 3 SMP )saya mendapat angin segar yang selama ini saya nanti-nantikan.
Saya satu kelas dengan Adelia, Ini adalah kesempatan yang paling bagus untuk saya. Saya akan memanfaatkan kesempatan ini dengan sangat baik.
Pernah suatu hari. Kala itu guru kami, sebut saja namanya buk Yasmin, meminta seluruh siswanya untuk mengumpulkan buku catatan pelajaran sejarah, bagi yang belum melengkapi cacatan, punya interval waktu satu Minggu untuk melengkapinya.
Sebagaimana lazim laki-laki pada umumnya, cacatan bukanlah hal yang esensial bagi kami. Cacatan baru dilengkapi jika hanya ada pengumuman seperti ini.
Hari itu saya meminta Adelia untuk menulis cacatan saya dengan kesepakatan saya akan membuat makalah pelajaran Biologi untuknya.
Dia setuju, satu Minggu kemudian dia memberikan saya buku cacatan yang ia tulis.
Buku tersebut ternyata tidak hanya berisikan tulisan milik Adelia tetapi juga menyimpan aroma khas Adelia yang menempel di sana.
Setelah bukunya diperiksa dan dikembalikan, saya menyimpan buku tersebut dengan sangat rapi.
Entah minyak wangi apa yang di pakai Adelia, tapi setelah berminggu dan berbulan berlalu aroma khas Adelia masih tertinggal di buku tersebut.
Ujian UN pun tiba setelah itu kami lulus dan terpisah satu sama lain. Ketika hendak melanjutkan SMA kami tidak satu sekolah bahkan tidak satu kota lagi.
Terpisah antara jarak dan waktu dan setelah sekian lama, saat kelas 3 SMA teman lama menghubungi saya, dia memperlihatkan foto ijab kabul nikah Adelia.
Entah apa yang dipikirkan Adelia, dia memutuskan untuk menikah di usia relatif mudah.
Mendengar kabar tersebut, saya hanya ingin tidur dan berharap ketika bangun, hidup saya yang seperti ini hanyalah mimpi.
All failed, saya sangat kesal. Bukan pada siapapun, tapi pada diri saya sendiri. Why i don't have confiden?
Kenapa saya pernah memiliki keberanian untuk mengatakan cinta padanya? Apakah karena saya menunggu! Menunggu saat yang tidak tepat?
Apapun itu sudahlah, intinya saya sudah gagal mendapatkan cintanya. Yang bisa saya dapatkan hanyalah buku cacatan sejarah beraroma khas Adelia
Saya tidak pernah membiarkan buku tersebut di sentuh oleh siapapun, karena saya takut, aroma khas Adelia akan menghilangkan dan diganti oleh bau Citra dan Emeron jika buku tersebut dipegang oleh orang lain.
Tapi yang namanya takdir siapa yang dapat mengelak. Hari ini dengan mata kepala saya sendiri melihat kotak buku warna hijau yang di dalamnya terdapat buku cacatan sejarah milik Adelia hangus di lalap api.
Semenjak hari ini, saya jadi semakin yakin, bahwa kisah cinta tanpa keberanian akan berakhir dengan penyesalan dan kekecewaan. Seperti kisah cinta saya dan Adelia, jangankan mendapatkan hatinya, bahwa hanya sekedar aroma yang menempel di buku cacatan sejarah pun tak dapat saya miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H