Â
Jirmansyah Gustia -- NIM 1104621003 -- Kelas A 2021 -- Prodi Pendidikan Masyarakat, Universitas Negeri Jakarta
Tahanan dengan gangguan mental dan kondisi kesehatan merupakan salah satu kelompok yang rentan di dalam sistem peradilan pidana. Mereka sering kali menghadapi tantangan yang lebih besar dalam memahami proses hukum dan mempertahankan hak-hak mereka. Selain itu, mereka juga sering mengalami diskriminasi dan penyalahgunaan di dalam sistem peradilan pidana. Tahanan dengan gangguan mental dan kondisi kesehatan membutuhkan perawatan dan perlakuan yang berbeda dari tahanan lainnya. Mereka membutuhkan akses ke perawatan medis dan kesehatan mental yang memadai, serta penanganan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan dan kondisi kesehatan mereka. Tahanan dengan gangguan mental dan kondisi kesehatan yang tidak diobati dengan baik dapat mengalami penderitaan yang tidak perlu dan bahkan memperburuk kondisi mereka.
Oleh karena itu, penting bagi sistem peradilan pidana untuk memperhatikan kebutuhan tahanan dengan gangguan mental dan kondisi kesehatan, dan memberikan perlindungan yang memadai untuk mereka. Tahanan dengan gangguan mental dan kondisi kesehatan harus diperlakukan dengan martabat dan hak asasi manusia yang sama seperti tahanan lainnya, dan harus diberikan perawatan dan perlakuan yang sesuai dengan kondisi mereka.
Mental Disabilities adalah kondisi kognitif atau psikologis yang membatasi aktivitas kehidupan utama dalam beberapa cara atau memerlukan layanan khusus. Disabilitas mental dapat disebabkan oleh faktor biologis, faktor lingkungan, penyalahgunaan zat atau trauma otak.
Dalam UN Nelson Mandela Rules  pada bagian Prisoners with mental disabilities and/or health condition Rule 109 menyatakan:
1. Persons who are found to be not criminally responsible, or who are later  diagnosed with severe mental disabilities and/or health conditions, for  whom staying in prison would mean an exacerbation of their condition, shall not be detained in prisons, and arrangements shall be made to transfer them to mental health facilities as soon as possible.
"Orang-orang yang ditemukan tidak bertanggung jawab secara pidana, atau yang kemudian didiagnosis dengan cacat mental yang parah dan / atau kondisi kesehatan, yang baginya tinggal di penjara berarti memperburuk kondisi mereka, tidak boleh ditahan di penjara, dan pengaturan harus dibuat untuk memindahkan mereka ke fasilitas kesehatan mental sesegera mungkin".
(Maksud dari rule 109 ayat 1, orang yang memiliki penyakit kesehatan mental itu sangat perlu dipindahkan ke tempat yang sesuai agar tidak memperburuk kondisi mental tahanan dengan berbagai tekanan yang tercipta di dalam lapas, selain itu, akan berdampak pula pada kondisi prisoners lain, jika si penderita mental disabilites kambuh dan mengganggu prisoners lain.)
2. If necessary, other prisoners with mental disabilities and/or health conditions can be observed and treated in specialized facilities under the supervision of qualified health-care professionals.
"Jika perlu, narapidana lain dengan disabilitas mental dan/atau kondisi kesehatan dapat diamati dan dirawat di fasilitas khusus di bawah pengawasan profesional perawatan kesehatan yang berkualifikasi".
(Sesuai dengan ayat2 jika tidak bisa dipindahkan ke tempat lain, maka pihak lapas harus menyediakan ruangan khusus yang memiliki fasilitas kesehatan dan tenaga profesional untuk mengawasi perilaku narapidana, sehingga keadaan mental narapidana dapat membaik)
3. The health-care service shall provide for the psychiatric treatment of all other prisoners who are in need of such treatment.
Layanan perawatan kesehatan harus menyediakan perawatan kejiwaan semua tahanan lain yang membutuhkan perawatan tersebut.
(Menurut saya disetiap kantor polisi harus ada pelayanan psikolog atau pun psikiater agar dapat memantau bagaimana kondisi para tahanan agar lebih baik)
The World Health Organization menyatakan bahwa masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental hingga tujuh kali lebih mungkin muncul dalam populasi penjara daripada di antara masyarakat umum di masyarakat Barat. Tren peningkatan gangguan mental ini bertepatan dengan pertumbuhan populasi penjara. Faktor lain yang memberatkan adalah penggunaan narkoba di penjara.
Di Indonesia ada Pelayanan Pascarehabilitasi, yang merupakan salah satu implementasi tugas dan fungsi dari Direktorat Pascarehabilitasi Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Pascarehabilitasi adalah tahapan akhir dari rangkaian proses pelayanan rehabilitasi yang berkesinambungan. Pelaksanaan pascarehabilitasi merupakan layanan yang wajib dijalani oleh klien yang telah selesai menjalankan layanan terapi rehabilitasi. Kegiatan pascarehabilitasi yang dikembangkan oleh BNN terdiri dari 2 (dua) model, yaitu :
- Rumah Damping, Rumah damping adalah suatu tempat yang menyediakan layanan bimbingan lanjut rawat inap bagi penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu narkoba yang telah selesai menjalankan layanan terapi rehabilitasi untuk persiapan kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya. Rumah damping diperuntukan bagi penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu narkoba terutama bagi rehabilitasi rawat inap dari Balai/ Loka Rehabilitasi BNN, lembaga rehabilitasi instansi pemerintah lainnya dan lembaga rehabilitasi komponen masyarakat.
- Didalam rumah damping banyak sekali layanan yang diberikan untuk klien seperti Psikososial, Layanan pola hidup sehat, bimbingan; konseling; psikoterapi, layanan vokasional, pengembangan diri, ketahanan diri, pencegahan kekambuhan, dan itu semua sudah sesuai dengan aturan UN Mandela pada rule 109 yang sudah dijelaskan diatas.
- Pelayanan Pascarehabilitasi, pelayananan pascarehabilitasi melalui BNNP dan BNNK merupakan pelayanan aktif bagi mantan penyalah guna, korban penyalahgunaan dan/atau pecandu narkoba yang telah selesai menjalani rehabilitasi rawat jalan dan/atau pascarehabilitasi rumah damping. Pelayanan ini merupakan fasilitas bagi penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu narkoba yang meliputi layanan pencegahan kekambuhan, pengembangan diri, minat dan bakat serta layanan pendidikan, keterampilan agar dapat berfungsi sosial dan produktif. Layanan ini diselenggarakan oleh BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/ Kota, atau instansi pemerintah terkait, swasta serta komponen masyarakat.
Dalam pelayanan pascarehabilitasi oleh BNNP dan BNNK sudah sangat bagus dan diatas juga sudah dijabarkan apa saja pelayanannya, yang dimana sudah sangat sesuai aturan UN Nelson Mandela pada Rule 109 dan cabang BNN juga sudah terbagi ke seluruh provinsi juga kabupaten di Indonesia. Diharapkan pelayanan ini terus berjalan dan dapat ditingkatkan disetiap BNNK maupun BNNP nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H