Mohon tunggu...
Bustanul Aulia
Bustanul Aulia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Redenominasi Rupiah dan Kemampuan Bersaing dengan Negara Asean Lainnya

12 Januari 2017   11:32 Diperbarui: 12 Januari 2017   11:41 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bustanul Aulia

Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah-UIN Yogyakarta

Dasawarsa ini berbagai kejadian memilukan terjadi, seperti halnya pertumbuhan ekonomi yang melambat, nilai tukar rupiah yang semakin melemah dan banyaknya investor nakal yang datang ke Indonesia. Hal ini tentu membuat peredaran lembaran uang di masyarakat semakin banyak sehingga akan menekan laju inflasi tingkat tinggi (hiperinflasi). Muncullah wacana dari Gubernur Bank Indonesia untuk  memaksimalkan jumlah mata uang yang beredar di masyarakat agar tidak terlalu banyak. Salah satu upaya yang di lakukan adalah meredenominasi mata uang rupiah yang saat ini menempati posisi kedua setelah Vietnam sebagai Negara dengan mata uang tertinggi di ASEAN.

Ini tentu merusak martabat Indonesia sebagai Negara merdeka dan berkembang pesat tahun demi tahun. Atas dasar itu, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution ingin menimalisir kemerosotan perekomian Indonesia dengan cara meredenominasi mata uang rupiah. Hal itu sudah gencar di gulirkan mulai tahun 2010, namun ternyata aspirasi yang di terima masyarakat sangat berbeda dengan yang di harapkan. Tepatnya di awal tahun 2013 amarah rakyat memuncak, kepanikan-pun terjadi di hampir semua kalangan. Tidak hanya warga biasa, praktisi pengusaha, lembaga keuangan dan para pedagang dibuat gerah oleh wacana itu. Sigma-sigma negatif mulai bermunculan dan sebagian kalangan menuding pemerintah memprovokasi rakyat untuk menyetujui wacana tersebut.

 Ini sungguh sangat memprihatinkan, akibat kurangnya pengetahuan dan sosialisasi dari pemerintah, hingga saat ini rencana baik tersebut belum terealisasi. Dampak keterpurukan mulai terjadi dan sangat mempengaruhi nilai jual produk Indonesia. Banyak di kalangan masyarakat yang berpikir bahwa redominasi adalah sanering dan tentu dengan persepsi mereka masing-masing. Sebagian masyarakat masih trauma dengan kejadian tahun 1959 lalu, saat itu pemerintahan soekarno memangkas nilai pada mata uang rupiah dengan tujuan menekan laju inflasi yang melonjak tinggi. Dari sisi lain peredaran gulden belanda yang sangat tinggi membuat kegiatan produksi melemah, hal ini di karenakan banyaknya uang jepang yang menyebar di masyarakat dengan nilai kecil di bandingkan gulden belanda. Sehingga pemerintah mengganti kedua jenis mata uang tersebut dengan uang nasional yang pertama, Oeang Repoebliek Indonesia (ORI).

Kendati demikian hal tersebut tidak berefek dan membuat inflasi semakin tinggi, akhirnya kejadian ini membuat perekonomian masyarakat semakin sulit dan sama sekali tidak berefek untuk kesejahteraan rakyat. Coba kita bayangkan saja jika redenominasi terlaksana, pasti akan sangat menguntungkan rakyat dalam berbagai transaksi perekonomian dan keuangan. Pentingnya bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa redominasi sangat berbeda dengan sanering. 

Redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada nominal angka di sertai perubahan nilai mata uang terhadap harga barang misal: uang Rp 150.000 dapat membeli sebuah helm, maka di sederhanakan menjadi Rp 150 akan tetap bisa membeli sebuah helm. Hal ini berbeda dengan sanering yang hanya merubah jumlah digit tidak di sertai perubahan nilai mata uang terhadap harga barang, missal: Rp 15.000.000 bisa membeli satu unit sepeda motor, maka jika di potong 3 digit nol akan menjadi Rp 15.000 dan hanya cukup membeli sebungkus nasi uduk.

Namun pemahaman di kalangan praktisi dan lembaga keuangan mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat. Mereka pasti akan berpikir bagaimana dengan sistem keuangan baik secara ofline dan online. Di kalangan lembaga keuangan baik pemerintah maupun swasta sekarang hampir semua menggunakan sistem yang tembus dengan jaringan internet. Sebagai contoh di perbankan, penggajian karyawan, barcode market produk, pembayaran kartu kredit, penarikan di atm, aplikasi, pencatatan asuransi dan lain-lain yang berhubungan dengan akses online. Belum lagi yang secara offline seperti perjanjian luar negeri, rounding harga, pengaturan undang-undang, persetujuan dengan perusahaan lisensi dan perjanjuan terkait surat menyurat yang telah di sahkan dalam nilai rupiah lama. Berapa lama waktu serta biaya yang harus di keluarkan pemerintah untuk merevisi hal-hal seperti ini, dan itu belum langsung di setujui oleh semua kalangan.

Inilah yang menjadi pergulatan di berbagai persepsi masyarakat sehingga membuat keresahan yang berkepanjangan. Namun jika di lihat dari segi aspirasi postitif, mayoritas masyarakat kalangan menengah seperti mahasiswa, guru, pedagang/pengusaha dan lembaga keuangan mikro sangat mendukung wacana pemerintah. Kebijakan seperti ini sangatlah penting bagi pengaruh perekonomian, kemudahan dan eksistensi mata uang rupiah di negara-negara regional tingkat ASEAN. Keuntungan bila terjadi redenominasi adalah nilai tukar rupiah akan lebih kuat bila ditukarkan dengan mata uang negara lain. Belum lagi keuntungan lain seperti menarik peminat investor, Pembayaran dan pencatatan di toko-toko, restoran dan lainnya menjadi lebih sederhana karena jumlah digit lebih sedikit. Selain itu pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah.

Banyak sekali manfaat dan dampak negatif yang akan bangsa ini peroleh dari redenominasi seperti membangun perekonomian yang efisian, ekspektasi inflasi lebih rendah, berkurangnya human error dan penghematan uang dalam jangka panjang. Namun alasan dasar redenominasi rupiah adalah menyetarakan nilai tukar rupiah dengan negara berkembang, lebih mudah dipahami dalam mengkonversi kedalam uang baru, mendukung transaksi di masyarakat dan mengakomodir konversi harga barang yang lebih kecil dan mempermudah proses perhitungan bagi masyarakat kelas bawah.

Dalam sebuah seminar, Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Edukasi Bank Indonesia (BI) Iskandar Simorangkir mengatakan, aspek efisiensi perekonomian, dan dampak negatif denominasi lebih cenderung pada waktu, dan biaya transaksi yang cukup besar. Adapun manfaat redenominasi dalam aspek kendala teknis, yakni semakin banyaknya digit angka. Menurut dia, dengan redenominasi tidak diperlukan lagi adanya penyesuaian infrastruktur, dan aplikasi dari waktu ke waktu, serta berkurangnya risiko human error.

Indonesia harusnya bisa belajar dari Turki, Negara ini adalah sebuah bukti nyata bahwa redenominasi sangat banyak memberi manfaat bagi peningkatan perekonomian bangsa. Pada tahun 1998 untuk memasuki uni eropa, turki segera mengambil langkah untuk meredenominasi mata uang dan akhirnya usaha ini relatif sangat sukses sehingga tak ayal turki sekarang menjadi salah satu bangsa dengan lambing islam terkuat di dunia. Hal serupa juga terjadi di Romania bulgaria, walau tergolong kecil, dua negara ini telah sukses meredenominasi mata uang tanpa melemahkan perekonomian negara.

Sejatinya jika masyarakat lebih bijak memahami, inti dari redenominasi adalah untuk membuat transaksi dan akuntansi lebih efisien. Redenominasi juga bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan dan kewibawaan rupiah di mata dunia. Di bandingkan dengan valuta asing di negara-negara maju, nilai rupiah boleh di katakan sangat terpaut jauh baik dari segi nilai maupun jumlah digit. Inilah yang membuat redenominasi sangat penting untuk di lakukan. Selain dapat menimbulkan kebanggaan (pride) akan mata uang negara, redenominasi juga berpotensi memberikan mamfaat dan stimulus bagi dunia usaha. Ini tentu akan menjadi banteng resiko dan dapat menangkal imbas terjadinya krisis moneter yang melanda dunia.

Akhirnya jika redenominasi masih belum di lakukan, maka perekonomian Indonesia juga akan terancam krisis moneter seperti negara-negara di benua Eropa. Krisis moneter tentu akan berujung pada kekacauan harga pasar dan collaps-nya lembaga-lembaga keuangan Indonesia. Di saat kondisi tersebut, perekonomian Indonesia akan semakin sulit untuk bangkit tanpa solusi-solusi yang jitu. Terlebih untuk dapat bersaing di negara-negara di regional di Asia Tenggara, itu pasti sangat mustahil mengingat peran Indonesia saat ini di MEA sangatlah minim.

Oleh sebab itu, sudah saatnya bagi Indonesia sekarang untuk bangkit. Bank Indonesia sebagai lembaga keuangan tertinggi di Indonesia sudah memberikan solusi terbaik untuk mengatasi masalah perekonomian negara. Redenominasi adalah solusi terbaik bagi pertumbuhan ekonomi bangsa dan persaingan global. Banyak sekali upaya yang dapat di lakukan sebelum redenominasi terlaksana seperti mendatangkan investor sehat, mengadakan hubungan kerjasama ekonomi dengan negara lain yang menguntungkan, memaksimalkan ekspor dan meminimalisir impor. Apalagi sekarang adalah era persaingan antar negara ASEAN, jika redenominasi segera terlaksana maka akan sangat membantu untuk meningkatkan eksistensi perekonomian Indonesia di kancah internasional.

Namun penting jika redenominasi terlebih dahulu dilakukan di wilayah pemerintahan, kemudian baru ke lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan besar, para pedagang hingga terakhir masuk ke lingkup masyarakat luas. Hal seperti itu pasti akan lebih efisien dan tidak membingungkan rakyat dalam menerima global changes. Pemerintahan perlu menerapkan tahapan-tahapan yang maksimal seperti penggunaan mata uang lama di batasi, mata uang baru mulai di keluarkan, masyarakat bisa memakai dua mata uang pada saat transisi dan terakhir baru peredaran mata uang lama di tarik dari semua kalangan hingga beralih ke mata uang baru yang lebih bermartabat baik untuk kesejahteraan perekonomian bangsa dan kemudahan dalam transaksi di lingkungan masyarakat. Dengan perubahan global ini, pastilah Indonesia akan menempati posisi unggul bagi perekonomian di negara ASEAN sehingga kesempatan yang lebar akan terbuka untuk bersaing dengan negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa.

Sekian & terima kasih, semoga bermanfaat bagi kemakmuran perekonomian bangsa Indonesia tercinta.

Riwayat Penulis

Nama Penulis : Bustanul Aulia

Alamat Asal : Jl. Bandara SIM, Dusun Ngoh Asen, Mns Manyang, Ingin Jaya Aceh Besar, Aceh

Domisili: Jl. Seturan Raya No. 406a Puluh Dadi, Depok, Sleman, Yogyakarta

Study : Tengah Menempuh Program Pascasarjana Ekonomi Syariah-UIN Suka Yogyakarta

Karya :

 -Buku bingkisan surat al-lukman dari putra lukman (naskah dibeli penerbit fikri jawa timur)

 -Novel sejuta cahaya di langit nusantara, proses pengiriman ke penerbit

 -penulis artikel & opini di media lokas seperti acehtrend, himpasay dan serambi Indonesia (prohaba aceh)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun