Setelah hampir delapan tahun berkeliling dunia dan menikmati hidangan lezat di restoran-restoran ternama di berbagai negara, ternyata restoran terbaik ada di negeri saya sendiri. Di Korea. Letaknya di Seoul, Distrik Gangnam, lantai 7 Hotel JW Marriot. Dari nama distrik, lalu nama hotelnya, Anda sudah bisa membayangkan seberapa mahal harga menunya. Sekalipun begitu, tulisan ini tidak dikhususkan untuk orang-orang berpunya. Buat Anda yang belum berpunya, tidak ada salahnya membacanya sampai selesai. Setidaknya, penjelasan saya bisa jadi gambaran atau mungkin panduan makan malam di restoran ini seandainya suatu saat nanti Anda memperoleh rezeki yang melimpah.
Di restoran ini, Anda akan duduk di kursi yang pernah diduduki para pebisnis, artis yang wajahnya terpampang di poster-poster raksasa di New York, Paris, London atau Berlin, pejabat yang sering kali memberikan pidato di gedung PBB, atlet yang memenangkan banyak kejuaraan, atau penulis ternama dengan segudang penghargaan. Kemudian nama Anda dipastikan bersanding dengan nama mereka di dalam buku tamu bersampul kain beluduru.
Anda tidak perlu sungkan berfoto dengan orang-orang terkenal tersebut, karena mereka juga merasa terhormat bisa berfoto dengan Anda. Saya cukup sering melakukannya, berfoto dengan artis-artis itu, atau malah sang artis yang terkadang mendatangi saya untuk berfoto. Pun kalau Anda mau, Anda bisa berfoto dengan chef-nya yang bereputasi internasional itu, yang hanya memasak di restoran ini, yang resepnya tidak ada di tempat lain. Lalu, foto Anda biasanya akan dipajang di dinding khusus.
Untuk itu, Anda tidak boleh sembarangan berpakaian. Anda harus terlihat berwibawa dan anggun. Yang pria memakai setelan jas terbaik, dan yang wanita memakai gaun. Jangan pakai sepatu olahraga, jangan pakai rok mini, jangan pakai minyak wangi yang baunya terlalu mencolok, meskipun harganya sangat mahal. Saya yakin dalam hal ini Anda pasti sudah tahu minyak wangi yang harumnya lembut. Namun, kalau saya boleh rekomendasikan, saya lebih menyukai Clive Christian's Imperial Majesty.
Yang saya sebut barusan memang sudah umum diterapkan di restoran-restoran mewah seperti halnya tata krama di meja makan; tidak boleh ada dentingan alat makan, suara mengecap, termasuk bunyi ponsel. Di restoran ini, merek ponsel atau jam tangan yang Anda bawa tidaklah penting. Silahkan Anda bawa iPhone, Samsung, Rolex atau G-Shock Anda yang paling mahal atau yang paling murah. Tentu saja saya tidak bermaksud menyinggung Anda, atau mengajari Anda, tetapi restoran yang saya bicarakan ini sedikit berbeda.
Seperti saya bilang bahwa ini restoran terbaik yang pernah saya datangi, pastinya hidangannya di atas rata-rata hidangan terbaik. Kalau Anda mengatakan steik di restoran ternama di New York yang terlezat, maka percayalah, di restoran ini jauh lebih lezat. Yang saya bicarakan bukan hanya tentang daging atau wagyu yang empuk, ini tentang rasa yang menetap lama di lidah dan di dinding mulut Anda. Ingat di lidah Anda! bukan di pikiran Anda. Rasa yang menetap di pikiran hanya akan membuat Anda ketagihan sehingga Anda ingin balik lagi ke restoran tersebut -- seperti itulah kebayakan restoran mencari uang. Di restoran ini, apa pun yang disajikan tidak akan membuat Anda ketagihan. Porsinya pun lebih dari cukup. Kalau Anda tidak sangat kelaparan, Anda dipastikan akan menyisakannya. Sayangnya, kebijakan restoran tidak mengizinkan Anda membawa sisa makanan.
Begitu juga dengan minumannya. Silahkan Anda sebut wine termahal dari seluruh dunia, red wine, white wine atau wine soju, maka restoran ini selalu ada di atasnya. Seperti yang disampaikan sang pemilik restoran, Mr. Park Ji-sung, yang mengatakan bahwa ia juga memiliki kebun anggur di suatu tempat di selatan. Ia tidak menyebut di mana tepatnya, tetapi ia dengan bangga menyebut bahwa anggurnya-lah yang terbaik di dunia. Sungguh, apa yang dikatakannya bukan omong kosong. Ia pernah beberapa kali mengadakan tes buta dari berbagai anggur terbaik dunia. Pencicipnya bukan sembarang orang, mereka para profesional dan bersertifikat. Anda pasti tahu sebutannya, ya Sommelier. Selanjutnya, bisa ditebak anggur mana yang paling banyak dipilih.
Saya sendiri suka duduk berlama-lama di restoran ini pada Jumat malam, sambil mendengar alunan jazz nan lembut, memandang para pejalan dalam balutan adibusana, menyesap wine atau menghabiskan steik sisa makan malam pelanggan. Tentunya, saya melakukannya setelah saya beres-beres meja, mencuci piring, gelas, sendok dan garpu, membersihkan panggangan, mengepel lantai dapur, dan menyedot debu karpet lantai restoran.
**