Pada 12 Juni 2024, Tim Gabungan Polda Jawa Tengah berhasil mengamankan 33 sepeda motor dan 6 mobil bodong di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Penemuan ini menambah jumlah kendaraan bodong yang disita di wilayah tersebut menjadi 39. Hal ini memicu kekhawatiran dan kritik dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa.
Sebagai seorang mahasiswa, saya melihat bahwa kasus kendaraan bodong di Sukolilo Pati mencerminkan kelemahan dalam penegakan hukum. Banyaknya kendaraan bodong yang beredar di wilayah tersebut menunjukkan bahwa aparat penegak hukum tidak melakukan tugasnya dengan baik dalam mencegah dan menindak pelanggaran lalu lintas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor:
Beberapa faktor tersebut dapat dimulai dari kurangnya patroli dan razia di jalanan memungkinkan kendaraan bodong untuk beroperasi dengan bebas. Aparat penegak hukum perlu meningkatkan intensitas patroli dan razia untuk mendeteksi dan menindak pelanggaran lalu lintas, termasuk kendaraan bodong.
Kemudian, ada potensi penyuapan dan korupsi dalam proses penegakan hukum. Oknum aparat penegak hukum mungkin menerima suap dari pemilik kendaraan bodong untuk membiarkan mereka beroperasi. Hal ini perlu ditindak tegas untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan.
Yang terakhir, kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang peraturan lalu lintas kepada masyarakat dapat menyebabkan pelanggaran yang tinggi, termasuk penggunaan kendaraan bodong. Perlu dilakukan upaya edukasi yang lebih gencar kepada masyarakat tentang pentingnya menaati peraturan lalu lintas dan bahaya menggunakan kendaraan bodong.
Kendaraan bodong juga menyebabkan banyak dampak negatif, baik bagi keamanan dan keselamatan pengguna jalan maupun bagi pendapatan negara. Berikut beberapa dampak negatifnya:
Kendaraan bodong umumnya tidak dilengkapi dengan surat-surat kendaraan yang resmi dan tidak memenuhi standar keamanan yang ditetapkan. Hal ini meningkatkan risiko kecelakaan di jalan raya.
Kendaraan bodong tidak membayar pajak kendaraan bermotor, sehingga merugikan pendapatan negara. Hal ini dapat menghambat pembangunan dan pelayanan publik.
Pemilik kendaraan bodong mendapatkan keuntungan yang tidak adil karena mereka tidak perlu membayar pajak dan biaya lainnya seperti pemilik kendaraan resmi. Hal ini menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat yang taat hukum.
Untuk mengatasi masalah kendaraan bodong, perlu dilakukan langkah-langkah berikut:
Aparat penegak hukum perlu meningkatkan intensitas patroli dan razia di jalanan untuk mendeteksi dan menindak pelanggaran lalu lintas, termasuk kendaraan bodong.
Upaya pemberantasan korupsi dan penyuapan dalam proses penegakan hukum perlu dilakukan dengan tegas. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan.
Juga perlu dilakukan upaya edukasi yang lebih gencar kepada masyarakat tentang pentingnya menaati peraturan lalu lintas dan bahaya menggunakan kendaraan bodong.
Tidak lupa juga dengan sistem registrasi dan perizinan kendaraan perlu diperkuat untuk mencegah peredaran kendaraan bodong. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan teknologi dan memperketat proses verifikasi data.
Kendaraan bodong di Sukolilo Pati merupakan contoh nyata dari kelemahan penegakan hukum di Indonesia. Diperlukan upaya serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini dan memastikan keamanan dan keselamatan pengguna jalan serta keadilan bagi masyarakat. Sebagai mahasiswa, saya menyerukan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tegas dan konkret dalam menyelesaikan masalah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H