Mohon tunggu...
Jingga Febiana Rahma
Jingga Febiana Rahma Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Siswi SMP Negeri 7 Depok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rintik hujan

2 Desember 2023   23:14 Diperbarui: 2 Desember 2023   23:18 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

_____

Angin berhembus ke wajahku dengan lembut saat aku terduduk di sebuah gedung pencakar langit di kotaku. Menatap ke bawah dan memperhatikan semuanya menjadi terlihat kecil, orang-orang yang berlalu-lalang pun terlihat seperti semut. 

Kakiku bergoyang ke depan dan kebelakang saat mataku sibuk melihat pemandangan di depanku untuk terakhir kalinya. Sebuah kertas terletak disampingku dengan pulpen di atasnya agar tidak terbawa angin. 

Aku tersenyum, tanpa menyadari bahwa langit mulai mendung. Hatiku berat, aku ingin melepaskan semua beban ini disini. Melempar nya dari ketinggian dan terjatuh. Dan disinilah aku, aku terbangun dari posisi duduk ku dan berdiri di pinggir gedung. 

Menatap langit dengan tatapan kosong saat semua pikiran aneh mulai menyerbu pikiran ku. Sebagian hatiku menyuruhku untuk melakukannya, namun sebagian lainnya menyuruh untuk bersabar.

Aku bingung, aku tidak tahu harus pergi ke arah yang mana. Tidak ada seorang pun yang mampu membantuku dan menuntun kemana aku harus pergi. Aku tersesat... semua terlihat gelap di mataku. Hinaan mereka membuatku tersadar bahwa aku bukanlah orang yang pantas untuk dunia yang indah ini. 

Tanganku terkepal erat saat air mulai memenuhi mataku. Aku menatap kebawah dan memperkirakan bahwa ini adalah ketinggian yang tepat. 

"Aku harus melakukan ini. Setidaknya inilah yang bisa aku lakukan untuk mereka, aku tidak ingin menjadi beban untuk mereka. Aku pantas mendapatkan ini, aku ingin mengurangi beban mereka." 

Pikiranku kemudian meyakinkanku untuk melakukan hal ini. Aku melangkah kecil ke depan secara perlahan. Tanpa aku sadari air mata yang memenuhi mataku perlahan tumpah secara bersamaan saat aku merasakan awan pun menumpahkan kesedihannya, rintik air pun mulai turun dan mengenai rambutku. 

Rintik air berjatuhan bersamaan dengan air mataku dan menyamarkannya. Perlahan kertasku menjadi basah. Saat aku hampir di ujung, seseorang memelukku dari belakang dan menggagalkan rencanaku, dia mendorong tubuhku ke belakang dan membentur dinding. Sontak aku terkejut dan aku memberontak, aku menangis dan aku dapat merasakan kehangatan tubuhnya saat memelukku. 

"Lepaskan, biarkan aku melakukan ini!" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun