Mohon tunggu...
Jingga Febiana Rahma
Jingga Febiana Rahma Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Siswi SMP Negeri 7 Depok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan

25 November 2023   19:30 Diperbarui: 25 November 2023   19:38 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

____

Aku tersenyum saat melihat hujan yang turun deras dari jendela rumahku. Anginnya berhembus ke seluruh tubuhku saat aku sedang duduk di sebuah sofa berukuran sedang, di depannya terdapat televisi dan meja kecil di depan sofa. Terlihat bahwa ada secangkir teh hangat di atas meja dengan uap yang masih terlihat dari atas cangkir. 

Aku suka saat hujan tiba, itu membuatku tenang dan perasaan nyaman menyelimuti diriku. Saat aku sedang asik menatap ke arah jendela dan memperhatikan hujan, aku merasakan sebuah tangan menepuk bahuku, lalu tangannya beralih ke pucuk rambutku dan sedikit mengacak-acaknya. 

"Hey, kamu gak kedinginan? Mau abang bawakan selimut?"

Dia adalah abang tiriku. Dia bertanya dengan lembut dan pelan, suaranya sedikit serak dan terdengar khawatir padaku. Aku menoleh ke arahnya yang sedang berdiri di belakang sofa, senyumku mengembang saat melihat keberadaannya di belakangku. Aku sedikit menggelengkan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaannya. 

"Nggak mau, aku gak kedinginan kok!" 

Aku menjawab dengan senyuman yang masih terlihat di wajahku. Dia menatapku sebentar dan tiba-tiba pergi. Aku sedikit bertanya-tanya kenapa dia tiba-tiba pergi, tapi aku akhirnya mengabaikannya dan kembali menatap butiran air hujan yang terjun dari langit. 

Aku berniat mengambil secangkir teh yang berada di depanku, namun sebuah selimut secara tiba-tiba muncul di depanku dan melingkari tubuhku dengan rapat. Kehangatan menyebar di tubuhku dan saat aku menoleh kebelakang aku dapat melihat sosoknya yang sedang menatapku. 

"Kan aku bilang aku gak kedinginan, kok tetep di pakein sih?" 

Dia hanya menatapku dan mengabaikanku untuk beberapa saat. Pertanyaanku menggantung di udara, tanpa sepatah kata pun dia lalu mengulurkan telapak tangannya dan dengan lembut menyentuh pipiku. Belum sempat bereaksi dia lalu memindahkan telapak tangannya dan menyentuh dahiku dengan lembut, membolak-balikkan tangannya seperti sedang mengecek suhu tubuhku. 

"Badan kamu sedikit hangat. Coba aja kalo abang gak ngambil selimut terus gak maksa kamu buat pake selimut, demamnya bisa makin parah. Lain kali kamu harus lebih peka sama kondisi tubuh kamu. Abang tau kondisi tubuh kamu, masa abang sih yang lebih peka sama kondisi tubuh kamu?"

Dia mengoceh padaku, aku sedikit terkekeh dan tersenyum padanya. Aku dapat melihat kekhawatiran di matanya dan aku tahu dia melakukan ini semua untukku, untuk menjagaku agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dia memang selalu menjadi pelindungku dan orang yang paling mengerti tentang diriku di banding orang lain. 

"Iya, maaf ya aku kurang peka sama diriku sendiri. Tapi serius deh, aku gak ngerasain tanda-tanda kalo aku lagi demam." 

Dia kemudian mendekatkan wajahnya dan mencubit kedua pipiku dengan kedua tangannya, cubitan itu tidak terasa sakit karena itu hanya cubitan ringan. 

"Duh kamu itu, kan udah sering abang bilangin. Kamu itu punya imun yang lemah, apa-apa sakit, kena angin dikit sakit. Abang kayak gini itu buat jagain kamu, sekali-kali dengerin abang." 

Aku terkekeh dan mengangguk pelan. Aku memegangi kedua tangannya untuk membuatnya berhenti mencubit pipiku, tangannya hangat dan aku suka perasaan saat aku memegang tubuhnya. 

"Iya iya, sakit tau dicubit mulu." 

"Kamu tuh gak bakal ngerti kalo belum di cubit pipinya." 

"Iya iya maaf." 

Dia akhirnya berhenti mencubit pipiku, dia berjalan ke arahku dan duduk di sofa. Dia duduk tepat di sampingku dan tatapannya tertuju ke arahku. 

"Daripada liatin ujan mending nonton film, kamu mau nonton film apa? 

Dia bertanya dengan lembut, suaranya terdengar lembut di telingaku dan aku tersenyum dengan semangat. Dia mengambil remote tv dan menyalakan tv-nya. 

"Aku kan liat instagram terus ngeliat kartun kuda, lucu banget! Namanya My Little Pony! Nonton itu ya, please." 

Dia menatapku dengan bingung, lalu dia terkekeh dan mengangguk dengan pelan. 

"Iya iya. Udah gede kok nontonnya kartun, dasar bocil." 

"Biarin." 

Dia terkekeh dan memasang kartun 'My Little Pony' di tv, akhirnya kami berdua menonton kartun itu bersama-sama. Sesekali tatapannya tertuju pada wajahku dan senyum tipis tersungging di bibirnya saat melihatku menikmati kartun itu.


Dia adalah orang yang paling mengerti tentang diriku. Sifatnya yang dewasa sangat cocok dengan sifatku yang sedikit kekanak-kanakan. Aku beruntung bertemu dengannya dan memilikinya di hidupku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun