Mohon tunggu...
Jingga Febiana Rahma
Jingga Febiana Rahma Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Siswi SMP Negeri 7 Depok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laut yang Tenang

24 November 2023   16:35 Diperbarui: 24 November 2023   16:54 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menolehkan kepalaku kesamping dan pandangan ku tertuju pada wajah pria yang aku kagumi selama beberapa bulan terakhir. Iris matanya berwarna hitam yang dalam dan tatapannya secara ajaib bisa membuatku tenang dalam seketika. Senyum tipis tersungging di bibirnya dengan lembut saat dia kembali menolehkan pandangannya ke arah laut yang luas dan berwarna biru gelap. Langit yang berwarna hitam kebiru-biruan itu terlihat damai saat air saling bertabrakan dengan pelan di lautan yang tentram. 

Melihatnya duduk di sampingku membuat hatiku berdebar dengan kencang. Saat cahaya bulan menyinari wajahnya dia terlihat sangat indah dan sempurna. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya dengan perlahan. Tatapan kami tertuju ke arah lautan yang terlihat damai dengan langit berwarna gelap namun tetap terang karena ada bintang dan bulan di atas sana.

Suara deburan ombak membuat kami berdua tenang. Senyum tipis tersungging di bibirku saat aku menikmati momen ini bersama pria yang membuatku jatuh sedalam ini untuk pertama kalinya. Namun, ... itu semua tidak bertahan lama.

... 

Kini aku datang kembali ke tempat dimana kami sering menghabiskan waktu kami bersama. Malam yang dingin dengan angin yang berhembus ke rambutku membuatku mengingat semua kenangan bersamanya. Aku membawa setangkai bunga Primrose di tanganku. Bunga Primrose merupakan bunga yang melambangkan cinta abadi. 

Aku duduk di tempat biasanya aku bercerita tentang hariku padanya dan menyandarkan kepalaku di bahunya saat aku merasakan dunia sangat berat dan kejam. Mengeluh di depannya dan bahkan menangis di depannya. Pelukan nya yang hangat masih berbekas di dalam hatiku dan saat dia memberiku semangat serta kata kata menenangkan kedalam telingaku. 

Aku menaruh bunga itu disampingku dengan lembut. Kini aku tidak bisa merasakan kehangatan pelukannya lagi untuk selamanya. Dia, sudah pergi ke tempat yang indah di atas sana. 

Dia membohongiku, dia berbohong saat dia bilang dia akan sembuh dan semua akan baik baik saja. Dengan senyumannya yang lembut dia berhasil meyakinkanku, dan dengan bodohnya aku percaya pada perkataannya saat aku tahu bahwa itu tidak akan pernah terjadi. 

Aku menatap ke arah langit saat aku terduduk di pinggir laut dengan bunga Primrose di sampingku. Sinar bulan menyinari bunga itu yang membuat bunga itu terlihat sangat indah- sama seperti dia. 

Diantara bintang-bintang di langit ada satu bintang yang bersinar sangat terang di atas sana. Bintang itu mirip dengannya, dia menyinariku di saat aku tenggelam di tempat yang gelap, mengulurkan tangannya untukku saat aku terjebak di sebuah kotak yang sempit dan dipenuhi dengan perkataan jahat dari orang lain. 

Aku bisa membayangkan dia tersenyum manis padaku dari atas sana- membuatku menyadari bahwa dia tidak benar-benar meninggalkanku sepenuhnya. Dia abadi di dalam hatiku, dan dia akan selalu abadi... Aku merasakan setetes air mata mengalir di pipiku. Setetes demi setetes dan akhirnya aku tidak bisa menahannya lagi, aku akhirnya menangis. 

Aku menyadari bahwa semua orang yang datang akan pergi. Tidak peduli seberapa lama orang itu bersama kita, dia pasti akan pergi meninggalkan kita. 

Kini dia sudah bahagia di atas sana dan tidak merasakan sakit lagi. Dia jarang mengeluh padaku tentang penyakitnya. Dia selalu terlihat kuat dan bahagia saat bersamaku, namun aku tahu bahwa dia juga sering merasa dunia terlalu jahat padanya saat dia mati-matian melawan penyakitnya. Aku tahu dia butuh sandaran namun dia tidak pernah memintaku untuk menjadi sandarannya. Aku bodoh, aku bodoh karna telat menyadari hal itu.

Waktu tidak dapat diubah dan aku hanya bisa menerima semuanya dengan lapang dada. Laut ini akan menjadi saksi betapa aku sangat mencintai dan merindukannya. Meskipun kamu sudah tidak ada, aku akan tetap pergi ke sini dan membawakan bunga untukmu, mendoakan-mu agar kamu diterima di sisi-Nya. 

Laut ini tahu seberapa besar rasa cintaku padamu walaupun kamu sudah tidak ada disini. 

"Masa lalu akan selalu jadi pemenangnya." Aku percaya pada kalimat ini, aku tidak tahu apakah aku bisa mencintai pria lain dengan rasa cinta sebesar saat aku mencintaimu. Namun aku tahu aku harus melanjutkan hidupku dan move on darimu. Aku tidak tahu apakah aku bisa, tapi aku akan mencobanya. 

Aku menyeka air mataku menggunakan jari ku dan tersenyum pada langit malam yang indah. Aku belum benar-benar melepaskannya, tapi aku akan berusaha untuknya.

"Selamat tinggal semestaku, kau sudah berusaha keras untuk melawan penyakitmu namun takdir berkata lain. Takdir membawamu pergi jauh dariku namun aku tahu ini yang terbaik untukmu. Aku mencintaimu meskipun hadirmu kini tak lagi bersamaku. I will always love you, my universe. I really did."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun