Mohon tunggu...
Jingga Cahya
Jingga Cahya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena LGBTQ+ di Indonesia dan Cara Menyikapinya

20 Desember 2023   13:05 Diperbarui: 20 Desember 2023   13:11 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia fenomena LGBTQ+ sudah menjadi topik diskusi yang kompleks dan adanya perselisihan pendapat. Indonesia pun salah satu dari lima negara yang diprediksi dapat menjadi negara dengan sasaran Fenomena LGBTQ+ terbanyak karena perkembangannya yang begitu pesat. Namun, Indonesia termasuk dalam 5 Negara yang menolak fenomena cinta sejenis ini.

Pada dasarnya lesbian dan juga gay adalah bentuk penyimpangan orientasi seksual karena adanya ketertarikan akan sesama jenis. Berbeda pula dengan biseksualitas dan transgender. Biseksualitas pada dasarnya adalah daya tarik untuk semua jenis kelamin mulai dari perempuan, laki-laki, biner, trans, non-biner. Sedangkan transgender adalah ekspresi jenis kelamin yang dibawa sejak lahir. Seseorang dapat didefinisikan sebagai transgender tidak hanya jika mereka telah menjalani operasi penggantian kelamin atau terapi hormon. Namun, orang yang belum pernah melakukan perubahan jenis kelamin atau terapi hormon juga dapat didefinisikan sebagai transgender.

LGBTQ+ tampaknya tidak akan pernah lepas dari isu yang penuh dengan namanya pro dan kontra. Faktanya, makna LGBTQ+ kini telah berubah menjadi sangat umum dan tidak relevan lagi untuk digunakan dalam menyebut kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

Fenomena LGBTQ+ seharusnya bisa ditanggapi secara serius oleh masyarakat Indonesia. Namun, perhatian dan tanggapan ini tentu harus bersifat positif dan tidak hanya sekedar merendahkan kaum LGBTQ+ saja. LGBTQ+ selalu dipandang sebagai sebuah penyakit yang harus dijauhi, padahal LGBTQ+ bukanlah penyakit tetapi adalah penyimpangan orientasi seksual. Masyarakat mungkin mengira dengan menjauhi dan mengucilkan kaum-kaum LGBTQ+, maka kaum LGBTQ+ akan kembali normal dan tidak lagi mengalami penyimpangan. Tanpa masyarakat sadari, dengan mengucilkan kaum LGBTQ+, malahan akan membuat mereka menjadi depresi, stress, dan menutup diri. Selain itu, mengucilkan kaum LGBTQ+ terkadang malah akan membuat mereka merasa terdesak untuk membuka diri secara terang-terangan kepada masyarakat.

Hal ini kemudian menimbulkan berbagai kasus LGBTQ+ di Indonesia. Cara untuk menyikapi LGBTQ+ pun bermacam-macam tergantung pada sudut pandang individu maupun nilai-nilai budaya.

Adapun cara untuk menyikapinya yaitu : 

1. Pendidikan dan Kesadaran yaitu Peningkatan pemahaman melalui pendidikan dan kesadaran dapat membantu mengurangi stigmatisasi.

2. Empati dan Penghargaan yaitu Mengembangkan sikap empati dan penghargaan terhadap keberagaman adalah langkah yang terpenting.

3. Perlindungan Hukum yaitu Mendorong perlindungan hukum untuk semua individu tanpa memandang orientasi seksual atau identitas gender adalah hal terpenting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif.

Hal terpenting yang perlu diingat bahwasanya pendekatan yang efektif melibatkan kombinasi langkah-langkah dan hasil yang memerlukan waktu dalam mengubah pandangan masyarakat secara keseluruhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun