Hari ini (21/08) bangsa, khususnya pecinta sastra dan akademisi berduka atas berita kematian Budi Darma, penulis sekaligus Profesor di Fakultas Bahasa UNESA. Tak kalah berita ini menjadi topik hangat di media sosial. Setiap orang berduka atas beliau. Kita doakan saja beliau tenang di sisi Tuhan.
Mengenang beliau, saya teringat salah satu novel yang beliau tulis yakni Ny. Talis (Kisah Mengenai Madras). Penutup novel mirip dengan kisah beliau. Pergi ke hadapan Sang Kuasa dengan tenang dan pastinya damai.
Berikut adalah deskripsi singkat novel tersebut.
Pengarang : Budi Darma
Tahun terbit : 1996
Penerbit : PT Grasindo, Jakarta
Bercerita mengenai seorang laki-laki bernama Madras. Laki-laki ini mudah sekali jatuh cinta kepada wanita yang ditemuinya apabila terlihat menarik.
Meski demikian, ia tetap bisa mendapatkan wanita-wanita tersebut karena persona Madras yang kuat. Dalam novel dikisahkan tiga wanita dalam hidupnya yang selalu tergiang di otaknya. Ny. Talis seorang perempuan bersuami yang bekerja sebagai perias handal. Wiwin, pelukis handal dan sangat pintar bermusik. Dan yang terakhir Santi Wedanti seorang penyanyi ternama yang namanya sedang hangat diperbincangkan.
Pilihan terakhir Madras jatuh kepada Santi Wedanti yang dijadikannya istrinya. Meskipun sebenarnya ia mengakui, cinta sejatinya adalah Wiwin. Hanya saja nasib tak bisa menyatukan mereka karena Wiwin mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.
Diakhir cerita Ny. Talis, Santi Wedanti, dan Madras masih saling terkait dengan adanya anak-anak mereka yang memiliki hubungan dekat pula. Seperti sebuah takdir yang telah ditulis dengan sangat baik oleh Tuhan. Cerita ditutup dengan Madras dan Santi Wedanti yang tua tidur pada ranjang mereka dengan tenang lalu mereka pergi ke atas untuk selama-lamanya.
Cerita ini saya rasa cocok-tentu di samping doa- untuk mengenang kepenulisan beliau di kesusastraan Indonesia. Cerita yang diberikan ringan dan mungkin memercikkan kupu-kupu di hati kita. "Bisakah kita mendapatkan lelaki semacam Madras?" "Bisakah kita menjadi Santi?" Pertanyaan-pertanyaan sejenis mungkin akan muncul.
Bagaimana tidak, tokoh-tokoh dihidupkan sebagai sesosok manusia yang sempurna bahkan terlalu sempurna. Kehidupan disekitar tokoh dikelilingi dengan kesempurnaan tokoh-tokoh yang pintar. Jalan hidup tokoh digambarkan terlalu mudah dan tak ada konflik sama sekali. Seakan memang cerita sengaja dibuat oleh seseorang yang menginginkan kemudahan hidup tanpa ada masalah dan beban. Begitu indah di malam yang penat.
Yang terakhir, selamat membaca karya-karya beliau. Saya ingin mengucapkan selamat jalan Pak Budi Darma. Namamu abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H