Mohon tunggu...
Jingga Christia
Jingga Christia Mohon Tunggu... lainnya -

Menikmati proses menjadi muda, mandiri, dan bahagia. Cinta Jogja dan seisinya.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Musim Menikah!

17 Mei 2013   11:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:26 2188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan adalah salah satu momen penting dalam hidup sehingga untuk menyelenggarakannya perlu dilakukan persiapan jauh-jauh hari, termasuk dalam hal memilih waktu. Bulan Mei ini bertepatan dengan masuknya Bulan Rajab yang diyakini masyarakat Jawa sebagai salah satu waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan. Pernikahan yang dilangsungkan di Bulan Rajab dipercaya dapat membawa keberkahan, keselamatan, dan kemudahan dalam memperoleh keturunan. Oleh sebab itu hampir setiap akhir pekan gedung-gedung pertemuan atau gang  masuk ke perkampungan selalu dihiasi lengkungan janur kuning. Jadi jika ditanya sekarang sedang musim apa, maka jawabannya adalah musim orang-orang mengadakan hajatan alias musim menikah.

[caption id="attachment_254469" align="aligncenter" width="423" caption="http://www.etsy.com/listing/86572753/wedding-signs-bride-and-groom-chair"][/caption]

Sejatinya agama mengajarkan bahwa semua hari adalah hari baik sehingga tidak ada perhitungan tertentu dalam menyelenggarakan hajatan. Karenanya tidak ada pedoman hari khusus untuk menggenapkan separuh agama. Akan tetapi, yang namanya tradisi dan ilmu hitung menghitung hari bukanlah hal yang mudah untuk ditinggalkan masyarakat kita. Apabila ada orang muda atau calon mempelai yang membantah maka akan dianggap pamali, tidak menghormati adat, dan ujung-ujungnya diancam kualat. Berangkat dari alasan itulah maka berbondong-bondong orang menyelenggarakan hajatan dengan menghitung hari dan bulan baik. Bahkan saking perhitungannya, seorang kerabat pernah menyelenggarakan pernikahan tepat di hari pertama Lebaran. Calon besan bersikukuh agar pernikahan dilaksanakan pada hari itu karena sudah didasarkan pada hitung-hitungan hari baik dan hari lahir calon mempelai. Walhasil keluarga kerepotan dalam menyiapkan tetek bengek pernikahan termasuk mencari tukang rias yang bersedia bekerja di hari Lebaran.

Elemen penting lain dalam pernikahan adalah undangan. Makin hari cara mengundang tamu semakin beragam. Seiring dengan kemajuan zaman makin banyak pilihan cara dalam mengabarkan acara pernikahan. Dulu sebelum marak internet seperti saat ini, undangan sampai ke hadapan calon tamu melalui pak pos atau diantar calon mempelai sendiri. Kini demi alasan kepraktisan maka tidak jarang kita menerima undangan pernikahan via sms dan social media. Meski begitu undangan dalam bentuk fisik selalu menjadi pilihan utama karena lebih sopan dan dipandang lebih menghormati pihak yang diundang. Meski demikian ada pula masyarakat yang menganggap bahwa undangan pernikahan yang diterima melalui tagging di socmed adalah undangan yang tidak wajib dihadiri karena biasanya orang yang mengundang tidak begitu dekat. Selain itu undangan via tagging massal tersebut dipandang kurang personal. Undangan tersebut dianggap sekadar pemberitahuan bahwa si A akan menikah dengan si B.

Bentuk undangan pernikahan semakin hari semakin berkembang. Sebelum tahun 2000-an undangan pernikahan cenderung monoton dan minim kreasi. Biasanya undangan didominasi warna pastel dan dihiasi dengan gambar-gambar yang menyimbolkan romantisme misalnya sepasang burung merpati atau gambar jantung hati. Namun sekarang corak undangan semakin variatif. Lupakan gambar sepasang burung merpati, kini calon mempelai lebih senang memajang foto mereka di lembar undangan.

Kerepotan tidak mutlak menjadi milik penyelenggara hajat. Para undangan juga mempunyai kerepotan mereka sendiri. Jika dalam waktu yang berdekatan kita menerima beberapa undangan pernikahan maka biasanya kaum wanita akan sibuk mencari baju untuk dipakai kondangan. Apalagi jika tamu undangan saling kenal dan tidak hanya bertemu di satu acara saja. Jangan sampai baju yang sama dipakai berkali-kali dan bertemu dengan orang yang sama pula. Apalagi jika nantinya foto-foto tersebut sampai dibagikan lewat jejaring sosial. J

Dikarenakan kita menjunjung tinggi asas gotong royong dan saling membantu, maka perlu juga menyiapkan anggaran lebih apalagi kalau bukan untuk menyumbang. Semakin tinggi strata sosial seseorang maka semakin luas pergaulannya. Otomatis semakin besar pula anggaran yang diperlukan untuk menghadiri undangan pernikahan. Range sumbangan bervariasi tergantung dari lingkungan dan karakteristik masyarakat setempat. Untuk kalangan menengah kisaran sumbangan biasanya antara Rp 50.000,00-Rp 100.000,00. Masalah mungkin akan timbul jika dalam satu kali musim menikah kita menerima empat sampai lima undangan atau bahkan lebih. Seorang teman ibu saya pernah meminjam uang dan dengan blak-blakan ia mengatakan bahwa uang yang dipinjam digunakan untuk ngamplopi manten (menyumbang pernikahan). Hal tersebut wajar mengingat status suami beliau yang seorang pemuka masyarakat dan mensyaratkan agar hadir di setiap undangan. Pada kasus para pemangku jabatan dan orang dengan banyak relasi, anggaran kondangan bisa lebih besar daripada anggaran membeli sembako tiap bulan.

Resepsi pernikahan dapat menjadi ajang reuni kecil-kecilan. Aktivitas sehari-hari yang menyita waktu membuat kita tidak dapat sering bertemu dengan teman-teman lama. Maka saat kondangan adalah waktu yang tepat untuk bertemu dengan teman-teman semasa sekolah atau kuliah. Jika beruntung, siapa tahu kita bertemu jodoh ketika menghadiri resepsi. Teman seangkatan yang semasa kuliah terlihat biasa-biasa saja bisa nampak menarik ketika lama tidak berjumpa. Ujung-ujungnya jodoh kita ternyata teman satu angkatan atau asisten praktikum yang dulu kita cap sok galak.

Terlepas dari semua itu, mempersiapkan pernikahan adalah saat-saat yang menggembirakan, begitu kata seorang kawan. Mau dilangsungkan secara mewah ataupun sederhana dan pada hari (yang dianggap) baik atau tidak baik, inti utama menikah adalah mengucap janji untuk menjalani hidup sebagai suami istri. Kelelahan atas kesibukan menjelang pernikahan terbayar lunas ketika kita selesai melewatinya dan menyadari bahwa kita sudah menemukan belahan jiwa. Pernikahan bukanlah akhir pencarian tetapi justru awal dari sebuah perjalanan hidup yang lebih kompleks. Selamat menikah untuk teman-teman yang merayakannya. Semoga sakinah bersama pasangan dan langgeng sampai maut memisahkan. J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun