Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Hanya Raja, Rakyat pun Punya Keris Tinatah Emas

17 Januari 2025   01:22 Diperbarui: 17 Januari 2025   03:42 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keris Nagasasra koleksi Museum Nasional Indonesia di Jalan Merdeka Barat Jakarta dengan nomor registrasi 22544 asal Cirebon, namun diperkirakan dibuat di era Sultan Agung abad ke-17. (Foto: Jimmy S Harianto)

Ketika diangkat menjadi empu Mataram, Ki Nom -- julukan empu Supa Anom putranya Pangeran Sedayu alias Ki Supamandrangi dari Majapahit -- banyak membuat keris-keris indah dengan bilah berhias serasah emas. Ki Nom tidak hanya diangkat jadi empu Mataram dan diganjar nama gelar Pangeran Sendang. Akan tetapi juga dianugerahi putri cantik berdarah raja untuk diperistri.

Selain keris-keris dengan sinarasah emas, Ki Nom juga banyak membuat keris dengan gandhik naga, juga keris berdapur (model) Nagasasra dengan ganja kelap lintah, ganja dhungkul dan berhias emas. Keris-keris itu untuk caosan (hadiah) bagi para gusti (putra-putra raja) yang masih timur (masih muda).

Kisah itu diungkapkan dalam tetembangan susastra, "Serat Cariyosipun Para Empu ing Tanah Jawi" (1919, Bab 14 pada atau bait 22-23). Kisah-kisah tentang Ki Nom, keris Nagasasra dan juga Sultan Agung banyak ditulis di catatan-catatan lama seperti Serat Paniti Kadga,  ataupun tetambangan seperti Suluk Tambangraras yang populer disebut sebagai Serat Centhini (1823), dan berbgai catatan lain di keraton.

Sultan Agung ing Mataram (1613-1645)  juga memerintahkan Ki Nom untuk membuat tombak-tombak untuk para prajurit, jumlahnya karobelah (150 pucuk) yang bagus-bagus. Untuk yang tamtama (prajurit garis depan)  Sultan Agung minta dibuatkan dapur yang sama, dapur sapit abon yang bagus, dengan pamor triwarna.

Ki Nom (disebut begitu karena empu sepuh ini awet enom) juga diperintahkan untuk membuat empat keris dengan ganja berpamor (ganja sekar). Setelah membikin empat keris dengan ganja sekar ini, kata Sultan Agung, Ki Nom jangan lagi membuat keris dengan ganja sekar. Tetapi ganja tanpa pamor. Artinya, setelah empat keris yang dibabar oleh Ki Nom itu, orang-orang senegara Mataram hendaknya tidak lagi membuat keris dengan ganja sekar, akan tetapi "ganja waja". (Serat Cariyosipun Para Empu, Bab 14 pada atau bait 18-19).

Ganja (bagian yang melintang terpisah di dasar bilah keris) waja yang dimaksud Serat tersebut, adalah ganja tanpa pamor, yang umum disebut sebagai "ganja wulung". Itu sebabnya, banyak keris-keris tangguh Mataram Sultan Agungan ditemukan memakai ganja wulung, ganja tanpa pamor meskipun bilahnya berpamor indah.

Karena peraturan penguasa Mataram Sultan Agung, setelah Ki Nom membuat empat keris dengan ganja sekar, setelah itu tidak boleh lagi dibuat kerisdi era Mataram  dengan ganja berpamor. Itu sebabnya, banyak ditemukan keris era Sultan Agungan yang dihias serasah emas di ganda pun, ganjanya ganja waja. Tanpa pamor, tetapi ditutup tinatah emas...

Tinatah Gajah Singa

Keris dengan tinatah emas di bilahnya mulanya memang umumnya hanya dikenakan oleh para pangeran, atau para bangsawan. Selain emas bukan logam yang mudah dimiliki untuk menghias bilah keris di masa kerajaan, juga lantaran jenis motif tinatah emas itu berfungsi juga untuk pembeda status.

Namun Sultan Agung ternyata justru membuat tradisi baru. Bahwa siapa saja, yang berjasa terhadap negara Mataram dianugerahi keris dengan ganja berhias emas. Sesuai dengan besar jasanya pada Sultan Agung. Atau, keris milik orang yang berjasa itu dibubuhi susulan hiasan emas sesuai jasanya pada wuwungan (bagian dasar ganja) dengan serasah emas.

Sultan Agung menduduki tahta Mataram selama 32 tahun, sejak tahun surya 1538 sampai dengan 1570 (1613-1645 Masehi). Selain dikenal berpendirian teguh, suka perang, beliau juga dikenal sebagai seorang raja yang halus tegur sapa terhadap rakyat. Dan mengganjar mereka yang berjasa terhadap negara Mataram, namun juga sebaliknya menghukum yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun