Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Keris Banjar dari Hulu Sungai Selatan

12 September 2024   21:02 Diperbarui: 21 September 2024   14:03 2462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keris Banjarmasin yang sarungnya khas Banjar, Kumpang Biji Ampalam. (KrisDisk/Karsten Sejr Jensen)

Disebut dalam buku Rogier Verbeek seorang geologis dan ahli ilmu pengetahuan alam, perjalanan dari Keling di Kediri menuju Pulau Hujung Tanah (Kalimantan) berjarak dua bulan pakai kapal laut.

Pengungsi Perang Ganter

Beberapa sumber sejarah mengungkapkan, Empu Jatmika alias Ampu Jatmaka adalah pengungsi dari Kediri (Jawa Timur) pasca Pertempuran Genter atau Ganter pada abad ke-13 (1222 Masehi, era berdirinya Singasari Ken Arok).

Ada pula sejarawan yang berpendapat, perjalanan ekspedisi Empu Jatmika ke Kalimantan merupakan Kebijakan Ekspansionis maharaja Majapahit Hayam Wuruk pada tahun (1355) (ekspedisi ketiga) untuk menyerang kerajaan Dayak Ma'anyan Nan Sarunai yang bercorak "Kaharingan".

Kaharingan sendiri adalah agama asli suku Dayak di Kalimantan, bahkan sebelum masuknya agama-agama lain dari luar Kalimantan. Agama pribumi pra-Hindu yang sebagian masih dianut suku Dayak ini, diyakini bukan merupakan aliran animisme ataupun dinamisme.

Beberapa peninggalan pertempuran masih bisa ditemukan, seperti jejak pertempuran pertama (1358), pertempuran kedua pada Desember (1362). Pertempuran-pertempuran ini diingat dalam sejarah lama Kalimantan sebagai Nansarunai Usak Jawa oleh suku Dayak Ma'anyan, mengakibatkan runtuknya kerajaan Nan Sarunai.

Empu Jatmika kemudian mendirikan kerajaan Negara Dipa bercorak Hindu pada tahun 1387 dengan mendirikan negeri Candi Laras yang terletak di sebuah sungai Bahan (hilir). Candi Laras menjadi bawahan raja Kerajaan Kuripan, kerajaan lokal yang sudah lebih dulu berdiri di kawasan sungai ini.

Dalam sebuah catatan, Raja Kuripan yang tak memiliki anak kemudian mengadopsi Empu Jatmika sebagai anak untuk menjadi raja penerus tahta Kuripan. Namun karena Empu Jatmika merupakan keturutan waisya (pedagang), ia lalu membuatkan patung sepasang dewa dan dewi dari kayu jati di Candi Agung sebagai legitimasi raja yang disembah rakyat. Empu Jatmika meneruskan kekuasaan bapa angkatnya Raja Kuripan yang tak dikaruniai keturunan.

Kerajaan Kuripan kemudian diubahnya menjadi Negara Dipa. Ibu kota dipindahkan dari Candi Laras ke Candi Agung (Amuntai) di hilir Sungai Bahan (Sungai Negara) yang bercabang menjadi Sungai Tabalong dan Sungai Balangan, serta sekitar sungai kecil Pamintangan anak Sungai Negara.

Lambung Mangkurat

Empu Jatmika yang asal Jawa itu memiliki dua anak, Ampu Mandastana dan Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) yang di kalangan lokal disebut sebagai tokoh Dayak Ma'anyan bernama Dambung Mangkurap. Lambung Mangkurat menjadi penguasa ke-2 Negara Dipa dengan gelar Ratu Kuripan. Sejak era Lambung Mangkurat ini, Negara Dipa berhasil memperluas wilayah dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun