Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pantun-Pantun Rayuan dari Pasar Terapung Lok Baintan

7 September 2024   10:35 Diperbarui: 8 September 2024   07:00 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus Pintar Berpantun

Menjadi pedagang makanan di Pasar Terapung Lok Baintan memang kudu pintar berpantun. Karena memang tradisi berbalas pantun adalah tradisi Suku Banjar di Kalimantan Selatan yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Tradisi berpantun dalam masyarakat Banjar, merupakan bagian penting dari kebudayaan dan kehidupan sosial mereka. Tradisi ini tidak hanya menjadi sarana berkomunikasi, akan tetapi juga bisa bersifat hiburan tetapi juga mengandung banyak aspek menarik, seperti menambah keakraban. Serta menawarkan dagangan secara halus dan si pembeli menjadi tidak merasa terpaksa lantaran sudah dirayu dengan pantun...

Pantun Banjar sering kali digunakan untuk menyampaikan nasihat, moral, dan kebijaksanaan lokal. Tidak hanya dalam tradisi dan ritual, pantun sehari-hari di Kalimantan Selatan juga berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan penting secara halus dan indah, sehingga nasihat menjadi lebih mudah diterima. Termasuk dalam menawarkan dagangan dari jukung di Pasar Terapung.

Yang penting, pantun kena di hati. Dan makanan pun laku dibeli. Kalau toh harus membayar sepuluh bungkus nasi yang disodorkan di bawah kaki, masing-masing seharga Rp 10.000. Biasanya para wisatawan membelinya pun dengan senyum. Lalu sepuluh bungkus nasi itupun dibagi-bagi pada rombongan penumpang di perahu kelotok yang membawa mereka dari Banjarmasin.

"Tinggal empat bungkus nasi uduknya, pak. Ambil semua ya?"

"Jeruknya juga manis..., " kata si ibu, menawarkan sepuluh jeruk di dalam tumbu plastik, "Ambil semua ya pak," Lalu ia membawa bungkus plastik, dan menuang jeruk itu ke dalam plastik hitam, plastik kresek. Semua disodorkan. Tidak harus beli, tetapi beli pun senang lantaran disuguhi pantun dan jeruknya manis.

Kalau bapak naik sampan
Jangan lupa berkacamata
Wajah bapak memang tampan
Banyak aluh yang tergoda

Pantun apa tadi itu bu? "Pantun dari pasar terapung Lok Baintan. Saranghaeyoo....!" ujar si ibu yang ramah itu, sembari jari telunjuk dan jempol digeser bergesekan, tanda menunjukkan "love" cara anak kekinian, kekorea-koreaan... untuk mewujudkan ungkapan cinta.

"Ayo pak, uang nasi uduknya pak.... tadi tujuh bungkus, tujuhpuluh...," kata si emak menagih. Sampai lupa, karena si bapak terlalu asyik merekam ibu-ibu para pedagang asongan dari jukung-jukung Pasar Terapung Lok Baintan...

Perlu waktu sekitar sejam berperahu kelotok dari Banjarmasin menuju Pasar Terapung Lok Baintan di Sungai Martapura, sembari menatap pemandangan indah setelah fajar di perjalanan. (Foto oleh Jimmy S Harianto)
Perlu waktu sekitar sejam berperahu kelotok dari Banjarmasin menuju Pasar Terapung Lok Baintan di Sungai Martapura, sembari menatap pemandangan indah setelah fajar di perjalanan. (Foto oleh Jimmy S Harianto)
Sejam berkelotok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun