Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Pemain Seperti Jorji Tidak Lahir dalam Lima Tahun

3 Agustus 2024   10:06 Diperbarui: 3 Agustus 2024   20:07 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan karir seorang pemain bulu tangkis seperti Gregoria Mariska Tunjung, alias Jorji, tidak muncul tiba-tiba dalam lima tahun. Minimal makan waktu perjalanan sepuluh tahun menjadi pemain kelas dunia sejak menginjak di pemusatan latihan nasional di Cipayung.

Demikian pula Jonatan Christie, Anthony Ginting, Bagas Maulana Mohamad Shohibul Fikri para Olimpian bulu tangkis kita di Paris 2024. Kini tinggal Jorji seorang di babak semifinal tunggal putri Olimpiade Paris 2024 yang berpeluang meraih medali. Ini menandakan, para pengurus bulu tangkis kita tidak mengerjakan 'pe-er' pembibitan bulu tangkis secara serius sejak sepuluh tahun lalu.

Coba sekarang runut satu-per-satu perjalanan mereka. Jorji kini sudah tidak muda lagi, 24 tahun. Masih terbilang usia puncak seorang atlet bulu tangkis kelas dunia. Tetapi di bawah Jorji? Ester Nurumi Tri Wardoyo (18) di peringkat 22 dan Putri Kusuma Wardani (22) di urutan 34. Komang Ayu Cahya Dewi (21) di urutan 40 dunia. Terlalu jauh, jika melihat proyeksi pemain untuk lima tahun ke depan siapa bakal pengganti Jorji.

Jonatan Christie (26) yang di tunggal putra kali ini bahkan tidak lolos babak penyisihan grup dan tak masuk deretan 16 besar dunia di Olimpiade Paris 2024. Seperti juga Anthony Ginting (27) gagal lolos penyisihan grup. Mereka berdua sudah bukan andalan lagi jika kita memproyeksikan "medali emas olimpiade" lima tahun mendatang di Los Angeles 2028.

Sama halnya Bagas Maulana (26) dan Mohamad Shohibul Fikri (24) di ganda putra dan juga Apriyani Rahayu (26) dan Siti Fadia Ramadhanti (23) di ganda putri. Mereka tentunya sudah tidak harus diproyeksikan lagi buat Olimpiade Los Angeles 2028 mendatang.

Mimpi Try Sutrisno

Kalau kita menengok balik sukses Indonesia meraih emas pertama olimpiade dari cabang bulu tangkis di Barcelona 1992, pekerjaan rumah membangun mimpi olimpiade itu bahkan sudah sejak 7 tahun sebelum hari "H" nya. Try Sutrisno, yang waktu itu baru dilantik sebagai Wakasad di era Soeharto, sudah mulai menggarap mimpinya sejak terpilih sebagai Ketua Umum PBSI pada 25 September 1985. Secara khusus dirintis mimpinya menuju tahun 1992, mulai sejak menjabat Ketua Umum PBSI.

Lahir kemudian Pimpro Proyek Olimpiade Barcelona 1992 maka Try merekrut khusus teknokrat olahraga, MF Siregar yang lulusan keolahragaan Amerika Serikat itu. Siregar dikenal andal dan secara sistematis melahirkan perenang-perenang berkelas seperti era Elfira Rosa Nasution dan Lukman Niode dkk. 

Maka lahirlah Pelatnas Pratama sebagai pelatnas bulu tangkis lapisan kedua, khusus untuk pemain-pemain muda menuju Barcelona 1992 -- di samping para seniores di Pelatnas Utama, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Eddy Kurniawan dan sederetan bintang-bintang kelas dunia milik Indonesia yang terus digenjot berprestasi.

Kedua pelatnas yang beda target, beda beban tujuan jangka panjang ini berjalan seiring. Liem Swie King, Icuk dan kawan-kawan dipacu untuk juara, juara, juara baik bagi diri sendiri maupun Indonesia, sementara para pemain Pelatnas Pratama digembleng kalah, menang, kalah menang, menuju Barcelona...

Dan rupanya, waktu yang panjang selama tujuh tahun  menuju Barcelona itu pun berjalan, dengan penuh drama kalah menang. Namun berpuncak kinerja permainan Susi Susanti dan Alan Budikusuma dkk di Barcelona 1992, dengan Medali emas di tunggal putra dan tunggal putri, melalui Alan Budikusuma dan Susi Susanti, perak pun di tangan Indonesia Ardy B Wiranata, sedangkan perunggu juga Indonesia Hermawan Susanto dan satu pemain Denmark, Thomas-Stuer Lauridsen.

Dan tidak hanya itu suksesnya. Sarwendah Kusumawardani juga masuk deretan delapan besar tunggal putri Olimpiade 1992. Di ganda putra pun, pasangan Eddy Hartono/Rudy Gunawan nyaris saja emas kalau saja tak dikalahkan oleh pasangan terbaik dunia saat itu, Park Jo Bong/Kim Moon-soo dari Korea Selatan.

Dan untuk menuju emas pertama Barcelona, Try Sutrisno benar-benar melibatkan seluruh 'slagorde' (barisan-barisan 'tempur') seluruh unsur bulu tangkis untuk mendampingi setiap nomor yang dipertandingkan di Barcelona 1992, saat bulu tangkis pertama kali dipertandingkan dengan medali di Olimpiade.

Merunut perjalanan karir

Coba sekarang runut satu persatu andalan Indonesia di Olimpiade 2024 Paris. Dari sejak kapan mereka itu digembleng. Dan ternyata, tidak satupun dari mereka yang "dipersiapkan secara khusus" untuk Olimpiade 2024 Paris. Para pengurus bulu tangkis kita, tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya sejak sepuluh atau delapan tahun lalu.

Gregoria Mariska Tunjung, alias Jorji yang saat ini menjadi satu-satunya tumpuan harapan Indonesia untuk meraih medali emas olimpiade di Paris dari cabang bulu tangkis. Jorji mulai meniti perjalanannya sebagai pemain nasionalnya, ketika pertama dipanggil ke pelatnas Cipayung pada 2013 alias 9 tahun silam. Jorji, yang saat itu masih 14 tahun adalah pemain dari klub Mutiara Cardinal di Bandung. Itu terjadi di era kepengurusan Ketua Umum Gita Wiryawan (2012-2016).

Seperti juga Susi Susanti dulu, Jorji pun merintis prestasi internasional dari kejuaraan yunior setelah empat tahun di pelatnas, jadi juara di Kejuaraan Dunia Yunior tahun 2017. Gregoria juga menjadi kapten tim putri Indonesia, dan timnya berhasil juara di Kejuaraan Beregu Asia 2022 di tingkat senior. Bravo, Jorji...

Sekarang coba kita runut di tunggal putra. Anthony Sinisuka Ginting, yang kini 27 tahun. Anthony Ginting juga mulai masuk pelatnas tahun 2013 saat berusia 18 tahun di masa Ketua Umum Gita Wiryawan. Ginting kelahiran Cimahi Jawa Barat ini dibesarkan oleh klub SGS PLN Bandung.

Memulai karier sebagai pemain bulu tangkis "kelas sekolahan" sejak di bangku SD dan menjuarai kompetisi Milo School Competition di tunggal putra pada 2008. Tahun 2012 kembali juara di kejuaraan yang sama, kelas sekolahan.

Setelah dijaring di pelatnas, mulailah Anthony Ginting berpartisipasi di berbagai kompetisi senior seperti Indonesia Open, Vietnam International Challenge serta Maldives International Challenge. Dan wajib pula ikut Kejuaraan Dunia Yunior BWF, meraih perunggu di tunggal putra. Setahun berselang, ia ikut meraih emas beregu putra SEA Games 2015 Singapura. Ginting juga masuk tim emas, ketika Indonesia juara beregu putra Asia 2016, 2018, 2020.

Jonatan Christie alias Jojo, juga serupa. Baik Jojo maupun Anthony Ginting seolah berjalan seiring, meski asalnya berbeda. Jonatan Christie meraih gelar internasional senior pertamanya pada usia 15 tahun, di Indonesia International Challenge mengalahkan Alamsyah Yunus di final. Pada 2014, kembali ke final Indonesia International Challenge sayang, kalah di final lawan pemain Korea, Lee Hyung-Il.

Pada 2013 dan 2014 ini, Jonatan Christie bersama Anthony Sinisuka Ginting (dan juga Ihsan Maulana Mustofa waktu itu) menjadi andalan Indonesia di Kejuaraan Dunia Yunior BWF dan Kejuaraan Asia Yunior BWF. Meski kalah di perempat final di kejuaraan-kejuaraan tersebut, akan tetapi terlihat Jonatan Christie yang asal klub Tangkas Specs itu bisa diandalkan Indonesia. Dan itu ia tunjukkan ketika Jojo menjadi pujaan publik di Asian Games 2018 Jakarta, saat ia tampil dan "buka baju" ketika juara tunggal putra pesta olahraga Asia paling bergengsi itu.

Kalau mau dirunut ganda putra pun, sebenarnya sama. Baik Bagas Maulana/Mohamad Shohibul Fikri pun bulan lahir dari masa lima enam tahun terakhir. Akan tetapi sekitar sembilan sepuluh tahun lalu.

Maka, sangat terlihat Pengurus PBSI tidak mengerjakan pekerjaan rumah secara baik sebagai pembibit pemain-pemain juara sejak sembilan atau sepuluh tahun lalu. Tidak seperti Try Sutrisno, yang memegang bulu tangkis Indonesia sejak masih Wakasad, KSAD dan bahkan Wakil Presiden, dan membawa sukses awal Indonesia di Olimpiade Barcelona 1992.

Reformasi Birokrasi Bulu Tangkis

Suara-suara yang kencang terdengar di kalangan penggemar bulu tangkis, adalah: sudah saatnya kepengurusan bulu tangkis Indonesia direformasi. Pilihlah mereka yang benar-benar memikirkan masa depan bulu tangkis, dan bukan memikirkan kepentingan lain. Apalagi, Munas (Musyawarah Nasional) Persatuan Pengurus Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) "dipercepat" digelar pada 12 Agustus 2024 mendatang.

Mengapa dipercepat? Tentu ada alasannya. Yang jelas, suara yang sangat santer terdengar adalah: Ketua Umum terpilih sudah jelas, lantaran hampir seluruh Pengprov (Pengurus Provinsi) Bulu Tangkis di Indonesia, "sudah dibekali" untuk memilih Ketumnya. Dan bekal itu, terdengar santer, besar sekali...

Tentu tidak masalah, siapapun Ketumnya. Yang penting, berikan kesempatan pada "orang-orang bulu tangkis" untuk memutuskan strategi pembinaan prestasinya. Jangan dikangkangi klub pengurus sendiri. Setidaknya, berikan posisi Ketua Harian serta Sekjennya pada orang-orang bulu tangkis. Rasanya, Indonesia tidak kekurangan orang-orang yang benar-benar mengerti bulu tangkis untuk mengurus organisasinya. Jangan sedikit-sedikit klub pengurus, yang diurus.

Di Indonesia ini masih banyak klub-klub yang hebat membina pemainnya, baik itu di Bandung, maupun di Kudus. Klub Djarum (yang belakangan tersisih dari kepengurusan pembinaan bulu tangkis), sudah jelas merupakan salah satu pembibit andal yang pernah melahirkan pemain-pemain kelas dunia sekelas Liem Swie King, dan ganda paling top dunia di masa lalu seperti Christian/Ade Chandra ataupun Tjuntjun/Johan Wahyudi. 

Rasanya perlu diberi ruang cukup. Jangan malah "ditekan" dengan stempel KPAI, seolah klub yang banyak merekrut pemain dari usia yunior itu "mengekploitasi anak-anak". Sungguh, keblinger asumsi ini...

Semoga kekawatiran kalangan bulu tangkis, bahwa lima sampai sepuluh tahun ke depan Indonesia bakal kekeringan sumber pemain yunior andalan masa depan, tidak terwujud. Maka, bermusyawarahlah dengan baik dan benar pada 12 Agustus nanti demi masa depan bulu tangkis Indonesia.... *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun