medali emas Olimpiade pertama dalam sejarah olahraga Indonesia. Momen tak terlupakan.
Saya beruntung ditugaskan meliput momen bersejarah di Pavello de la Mar Bella Barcelona 1992 ketika Susi Susanti dan juga Alan Budikusuma meraihAwal musim panas di Spanyol 1992, kami berenam bersama Kartono Ryadi, Rudy Badil, Diah Marsidi serta L SastraWijaya, Yesayas Octovianus ditugaskan Kompas meliput peristiwa bersejarah di olahraga tersebut.Â
Tidak bakal terulang, Kompas mengirim ke satu event olahraga sampai berenam-enam wartawan seperti itu. Apalagi saat era digital dan serba "real time" seperti sekarang ini. Berita tinggal diklik, dunia sudah berada di genggaman tangan kita.
Kami berlima mengontrak selama sebulan, sebuah rumah milik seorang Amerika Latin yang tinggal di Barcelona. Saya lupa berapa nilai kontraknya, almarhumah Diah Marsidi yang tahu.Â
Rumah seorang Ecuador itu tempat kami rapat, merencanakan liputan, serta mengirim foto melalui alat telefoto yang begitu sulit dan lama pengirimannya. Juga mengirim berita melalui faksimil. Tat, tit, tut, lamaaa.... sekali kirimnya. Nggak kayak sekarang. Tinggal dudul pakai jari, selesai.Â
Rudy Badil, serta fotografer 'legend' Kartono Ryadi juga sudah meninggal. Juga Diah Marsidi yang waktu itu kost setahun di Barcelona untuk kursus bahasa Spanyol atas tanggungan dia sendiri. Foto Kartono Ryadi alias mas KR selalu dikutip berbagai media sampai sekarang, berupa foto Susi Susanti yang berlinang air mata memegang buket kembang, saat Indonesia Raya dikumandangkan di Pavello de la Mar Bella tempat bersejarah itu terjadi.
Kami semua merinding. Meski tidak biasa menangis, air mata kami juga berlinang-linang seperti halnya Susi, Alan, serta peraih medali perak dan perunggu seperti Ardy B Wiranata serta Hermawan Susanto. Baru merasakan, bisa mewek hanya karena Susi dan Alan mendapat medali emas olimpiade pertama dalam sejarah olahraga Indonesia.
Malam harinya usai dapat medali emas, kami bercengkerama diajak Try Sutrisno Ketum PB PBSI waktu itu di sebuah taman di Barcelona. Berpotret ria dan bergelak tawa. Penantian bertahun-tahun terbayar sudah di Barcelona.
Saya pun larut dalam kegembiraan Susi, Alan dan seluruh tim bulu tangkis. Bahkan sebubarnya penutupan sempat jalan kaki keliling Barcelona sampai gempor. Saya ditemani teman seprofesi, Elina Sihombing, waktu itu dia wartawan yang tinggal di Paris, dan melaporkan dari Barcelona untuk TVRI.
Di bawah ini, hasil rekaman wawancara khusus saya dengan Susi Susanti si peraih medali emas bulu tangkis, di perkampungan atlet Olimpiade di Barcelona. Susi waktu itu masih pacaran sama Alan. Wawancara tanya jawab saya dengan Susi ini dimuat Kompas di Halaman I pada hari Senin 10 Agustus 1992. Ini saya kutip selengkapnya:
Susi Susanti:
BULU TANGKIS HANYA SEMENTARA
PRESTASINYA yang hebat, tampil sebagai peraih medali emas pertama Indonesia di Olimpiade Barcelona bersama pacarnya Alan Budikusuma, membuat Susi Susanti gencar diburu wartawan baik dari dalam maupun luar negeri. Berikut ini, wawancara Kompas dengan bintang bulu tangkis asal Tasikmalaya tersebut di perkampungan atlet olimpiade, di Barcelona.
+ Seandainya saja Susi menerima hadiah semilyar dari prestasi emas di Barcelona kali ini, mau diapakan uang sejumlah itu?
- Yang pasti, untuk masa depan saya. Toh saya tidak selama hidup dari main bulu tangkis. Katakanlah, bulu tangkis bukanlah masa depan saya. Saya hanya sementara bisa menikmati hidup dari bulu tangkis. Selagi saya masih bisa main, segalanya memang tercukupi. Tetapi seandainya saya tak main lagi...?
+ Kapan kiranya, waktu yang "sementara" itu akan berakhir?
- Kira-kira sehabis Olimpiade Atlanta empat tahun mendatang. Saya masih ingin berprestasi di sana...
+ Siapa yang bisa menyaingi Susi dalam waktu empat tahun mendatang ini selain Tang Jiuhong dan Huang Hua?
- Rasanya masih banyak pemain yang akan menyusul. Ye Zhaoying, misalnya, dari Cina. Kan saya juga pernah dikalahkannya di All England lalu? Korea, selain Bang So-hyun, masih ada lagi pemain yang lebih muda yang tak kurang baik...
+ Setelah sukses di Barcelona kali ini tentunya Susi akan kebanjiran undangan jamuan ini, jamuan itu, atau wawancara ini, wawancara itu. Apakah sudah siap menghadapi situasi seperti itu?
- Selama di Barcelona sih biasa-biasa saja. Paling-paling orang bulu tangkis yang menyalami. Tidak tahu nanti kalau sudah di Jakarta. Saya sempat telpon ayah, katanya: Naa, gitu dong baru namanya anak Papa... Saya sendiri, pas sudah menang, sepertinya saya bahagia sekali. Setelah itu, ya biasa lagi.
+ Setelah dari Barcelona, katanya Susi dan Alan tak akan ikut bertanding di Piala Dunia di Guangzhou?
- Memang tidak, waktunya terlalu dekat. Di samping itu saya mau mengurus SIM. Kan saya belum punya SIM meski sudah bisa nyopir? Jangan-jangan nanti saya kena denda tilang Rp 6 juta. Saya pernah minta SIM di Jakarta, tetapi tidak dikasih, karena KTP saya masih KTP Tasikmalaya. Padahal saya kan jarang pulang ke Tasik. Sekarang, mumpung ada kesempatan pulang, saya mau urus SIM...
+ Susi tidak biasa-biasanya emosional seperti kemarin. Biasanya, menang All England ekspresinya biasa-biasa saja. Ini kali, meluap-luap sekali?
- Entah kenapa. Mungkin juga, karena olimpiade lebih dihargai orang. Berbeda dengan All England, yang tidak semua orang tahu. Olimpiade diikuti lebih banyak orang, dari lebih banyak negara. Dan lagi, baru pertama kalinya kan bulu tangkis ditampilkan di olimpiade? Kan biasanya yang pertama itu tak pernah dilupakan orang...
+ Kemarin saya lihat, raket, dan kaus, celana yang masih basah diminta Pak Titus Kurniadi. Untuk apa?
- Ada dua set celana, kaus dan raket yang diminta, untuk musium bulu tangkis dan musium olimpiade (di Lausanne, Swiss).
+ Apa yang dilakukan Susi, pada malam terakhir sebelum pertandingan final?
- Saya tidak bisa tidur. Pergi tidur sekitar pukul setengah satu dinihari, tetapi tak pulas-pulas, saya terbangun terus. Pukul setengah tiga bangun, setengah empat bangun, setengah enam bangun. Padahal pukul sebelas sudah harus main. Saya memang tegang.
+ Apakah sudah ada perasaan yakin akan menang lawan Bang Soo- hyun?
- Saya justru malah khawatir. Memang, saya enam kali menang terus lawan dia. Tetapi khawatir saya, karena di semifinal ia mengalahkan Tang Jiuhong begitu gampang di semifinal. Jangan-jangan saya pun dia kalahkannya? Bisa nggak saya menang lawan dia?
+ Apakah perasaan seperti itu juga pernah ada di All England, seperti ketika mau kalah lawan Ye Zhaoying?
- Kalau mau lawan Ye Zhaoying waktu itu, saya memang sedang sakit. Badan saya waktu itu meriang, dan kepala agak pusing. Saya memang tidak bagus kondisinya. Tetapi menyesal juga, kalah lawan dia. Tetapi saya ya menerima kekalahan. Sebelum itu, dia satu kali kalah telak sama saya.
+ Soal hubungan dengan Alan Budikusuma. Kapan mulai kenalan?
- Pertama saya kenal dia di Jaya Raya, di Ragunan. Kita sama- sama di Prasetya Mulia waktu itu. Dia masuk Jaya Raya tahun 1984, saya tahun 1985. Waktu itu saya baru berprestasi di remaja, juara ganda Jakarta Open bersama pemain Thailand, Ladawan. Waktu itu saya sama sekali tak ada perhatian sama Alan.
Saya malah lebih dekat dengan Gunawan, yang sekarang ini pemain ganda. Apalagi, Alan lebih dulu ke pelatnas. Kalau dia pulang ke Ragunan, juga tak pernah menyapa atau bagaimana, karena saya tak kenal baik dengan dia. Saya biasa-biasa saja. Justru setelah di pelatnas pratama, flat kita berdekatan, di Jalan Bulu Tangkis Senayan. Anak cowok kan makannya di tempat kita.
Karena sering ketemu, lalu kami kenal dekat. Mungkin karena ada kecocokan, jauh dari orang tua, dan saya perlu orang untuk berkeluh- kesah, maka saya jadi dekat dengan dia. Selain cocok, sama hobinya: seneng makan, senang nonton, dia juga bisa menampung keluhan saya. mungkin juga karena dia anak sulung di keluarganya, sementara saya adalah satu-satunya anak cewek dalam keluarga saya, maka kami cocok.
Hubungan kami lima tahun lalu, sebenarnya hanya begitu-begitu saja, jalan-jalan bersama, jadi-jadian. Apalagi, waktu itu kami lalu berpisah. Dia latihan di Sawangan, untuk persiapan Piala Thomas, sedangkan saya di Senayan untuk Piala Thomas. Paling cuma telepon- teleponan. Sabtu, ketemu sebentar di Senayan, saya lalu pulang ke rumah tante saya di Kebon Pala, Jatinegara.
+ Apakah mulus, hubungan dengan dia?
- Mami dan papi saya mula-mula nggak setuju. Orang tua Alan juga tak setuju, takutnya mengganggu prestasi kami. Kami masing- masing diharapkan berprestasi. Apalagi saya masih terlalu kecil, masih 16-17 tahun. Kami baru semakin dekat tahun 1988, ketika tinggal di Jalan Manila. Flat kami berdekatan. Disitu kami sering bareng.
+ Apakah kenyataannya hubungan itu mengganggu prestasi?
- Justru tidak. Mungkin juga karena kita berdua ingin membuktikan, bahwa pacaran itu tidak mengganggu prestasi, justru prestasi semakin baik.
+ Darimana orang tua tahu kalau kalian berpacaran?
- Dari berita-berita di majalah, di koran. Tetapi saya pernah bicara sama mama, bahwa meski kami pacaran, tak akan mengganggu prestasi.
+ Kapan dia menyatakan cinta pada Susi?
- Lima tahun lalu, tanggal 1 Mei 1987 pas waktu mau berangkat ke kejuaraan dunia Beijing. Waktu itu kalau tak salah, kita berangkat ke Beijing tanggal 5.
+ Bagaimana reaksi Susi mendengar pernyataan Alan?
- Agak takut-takut juga. Kan saya belum pernah pacaran? Takut nggak boleh orang tua, takut nggak jadi. Saya bilang, ya kita coba- coba saja dulu, jalan bersama. Semua orang masih mengharapkan saya berprestasi.
+ Bagaimana saja pacarannya?
- Paling-paling kita cuma jalan-jalan, atau cari makan bersama. Alan sukanya makan bangsa McDonald, Texas Fried Chicken. Kalau saya lebih suka mie bakso, makanan sunda sambel terasi, Mbok Berek, dia lebih suka makanan yang praktis-praktis.
+ Kalau bertanding ke luar negeri sering bawa makanan dari Jakarta?
- Pasti, saya suka ngemil. Saya suka bawa mie goreng instant, kalau malam kan saya suka lapar. Kali ini saya malah bawa banyak, ada abon, teri, usus goreng. Abon, kemana saja saya selalu bawa. Saya bawa juga rempeyek, sambel pecel...
+ Perlengkapan bertanding, apakah semua sudah terpenuhi dari Yonex?
- Kebetulan sepatu, saya tidak bisa pakai sepatu Yonex. Saya justru pakai sepatu Adidas, karena sepatu Yonex yang saya cocok sudah tak diproduksi lagi. Jadi, kalau pertandingan, ya merek Adidas itu saya hapus saja.
+ Kenapa tak cocok pakai sepatu Yonex?
- Saya butuh sepatu yang agak lentur. Sedangkan sepatu Yonex, umumnya kaku. Sepatu Adidas yang saya pakai pun bukan sepatu bulu tangkis, akan tetapi sepatu squash. Sarwendah juga pakai sepatu itu juga kok. Kaki saya memang agak rewel. Karena saya banyak jinjit (berdiri dengan ujung kaki depan), maka saya perlu sepatu yang agak tinggi. Saya pakai sepatu Adidas dengan ukuran 1/2 nomor lebih besar, lalu saya ganjal dengan alas busa supaya tinggi.
+ Bagaimana bisa ketemu sepatu squash?
- Saya memang cari-cari sendiri mana sepatu yang cocok untuk kaki saya. Pernah malah saya pakai sepatu Nike. Tetapi sepatu itu sudah tak diproduksi lagi. Kalau pas nemu sepatu seperti itu, saya lalu beli banyak sekali untuk persediaan. Bukan soal kontrak dengan merek tertentu, tetapi ini soal kecocokan kaki.
+ Masih suka ke gereja?
- Masih, tapi ngaclok, suka-suka ke Blok B, tetapi paling sering ke gereja Santa (dekat Jalan Pierre Tendean Jakarta), belakangan ke gereja di dekat
Laboratorium Dokter Gigi, tempat tinggal kami di pelatnas. Papi saya memang dari kecil ke gereja. Mami saya baru belajar. TK dan SD saya juga sekolah Katolik, SMP saya masuk negeri.
+ Pernah terlintas dalam pikiran, punya cita-cita lain?
- Tidak. Saya memang ingin menjadi pemain bulu tangkis. Terutama setelah saya pindah ke Jakarta, melihat Ivanna, Liem Swie King, saya lalu ingin jadi seperti mereka.
+ Sekarang semua gelar juara sudah didapat, di Piala Dunia, All England, Olimpiade. Cita-cita apalagi yang mau dicapai?
- Belum semua gelar saya dapat. Saya belum pernah juara di kejuaraan dunia yang resmi. Saya berusaha melengkapi prestasi ini. Di kejuaraan dunia terakhir di Denmark, saya kalah lawan Tang Jiuhong di semifinal meskipun di beregu Piala Sudirman beberapa saat sebelumnya saya menang lawan dia. Kalau itu sudah tercapai, baru prestasi saya lengkap.... (Jimmy S. Harianto)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI