bola Indonesia diaduk-aduk rasa penasarannya melihat kayak apa sih, penampilan maksimal tim nasional kita yang menyuguhkan menu permainan "timnas rasa singkong dan keju"...
Seminggu ini publik sepakKalau minggu lalu, saat Indonesia menjamu Vietnam di lanjutan laga Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Konfederasi Asia babak kedua, Indonesia terang-terangan membawa 'sepasukan' pemain naturalisasi hasil perburuan di kompetisi Eropa oleh Shin Tae-Yong, seperti "Mbah" Jay Idzes yang masih simbah muda favorit medsos, dan debutan Nathan Tjoe-A-On (22). Jay Idzes (23) berdarah Belanda-Indonesia namun main di klub Seri B Italia Venezia FC. Sedangkan Nathan main di liga Belanda SC Heerenveen.
Sebelum generasi mbah Jay dan Nathan, sebenarnya sudah ada pemain-pemain naturalisasi yang sudah lebih dulu dimainkan Shin Tae-Yong di berbagai posisi timnas seperti Elkann Baggott, Justin Hubner, Sandy Walsh, Jordi Amat, Marc Klok, Ivar Jenner, Shayne Pattinama, Rafael Struick. Nama-nama ini sungguh sudah akrab di telinga publik sepak bola Indonesia.
Kini orang penasaran sekali dengan pemain-pemain yang lebih gile lagi. Ada Thom Haye yang termahal, dengan nilai transfer Rp 52,14 milyar, Jay Idzes senilai Rp 15,64 milyar, Ragnar Oratmangoen Rp 7,82 milyar dan Nathan Tjoe-A-On Rp 6,08 milyar. Selain Thom Haye yang sudah 29 tahun serta Ragnar 26 tahun, maka 'favorit medsos' mbah Jay Idzes masih 23 tahun serta Nathan Tjoe-A-On 22 tahun.
Bagaimana pemain-pemain mahal ini nanti perform di timnas? Tentu ditunggu di pertandingan Leg 2 lawan Vietnam di kandang mereka, di stadion My Dinh Hanoi, Selasa (26.03.2024) hari ini mulai pukul 19.00 yang disiarkan langsung di stasiun nasional RCTI.
Leg 1 di Stadion Gelora Bung Karno Kamis (21.03.2024) lalu dimenangkan tuan rumah Indonesia, 1-0 dengan "gol sepenuhnya rasa singkong" berkat lemparan ke dalam yang spektakuler Arhan Pratama dari jarak sekitara 40 meter pinggir lapangan menuju kotak penalti, dan dijaringkan ke gawang oleh penyerang pengganti dari Egy Maulana Vikri dari Dewa United di menit 52. Dan sedaap. Goool....
Nasionalis Singkong Rasa Keju
Memang masih terjadi pro kontra di masyarakat, antara mereka yang merasa lebih sreg nasionalis murni seperti masa timnas Pra Piala Dunia Herry Kiswanto (1986) saat tim sepak bola rasa murni singkong, dengan timnas era Shin Tae-Yong yang meramu campuran menu antara singkong dan keju dengan memasukkan sekitar 30 persen pemain-pemain naturalisasi di timnas.
Timnas rasa singkong tahun 80-an terdiri dari pemain yang murni-murni pemain eks Liga semipro dan Perserikatan di dalam negeri. Blom ada pemain naturalisasi, yang terdiri dari pemain-pemain berdarah Indonesia yang bermain di klub-klub Eropa atau pemain Indonesia diaspora, pemain murni asli Indonesia yang bermain di klub luar negeri.
Para nasionalis memang mengandalkan sepenuhnya modal nasional, pemain-pemain yang lahir dari kompetisi dalam negeri, dan diseleksi masuk ke dalam timnas di Senayan. Seperti Herry Kiswanto, misalnya, ia malang melintang main di dalam negeri. Dari Pardedetex di Medan (1979-1983), kemudian menjelajahi klub liga semipro Yanita Utama (1983-1985), Krama Yudha Tiga Berlian (1985-1991), Asyabaab Salim Grup (1991-1993), sampai Bandung Raya (1993-1997). Kalau toh melanglang ke luar negeri, Herry tampil sebagai pemain posisi gelandang, stopper atau bahkan libero -- posisi sepak bola modern seperti di era bintang timnas Jerman, Franz Beckenbauer.
Pemain-pemain rasa singkong seperti Herry Kiswanto ini dulu memang merajai timnas di bawah pelatih berbagai pelatih nasional. Rasa keju waktu itu, cukup dipoleskan oleh pelatih asing, pelatih Eropa pada permainan timnas. Dan bukan langsung "pemain asing" atau pemain berdarah Indonesia yang berlaga di kompetisi Eropa seperti sekarang.
Pelatih Keju
Tidak kurang dari 40 pelatih sudah diterjunkan untuk menangani timnas kita, dari Bertje Matulapelwa (paling dikenal) dan "pelatih keju" Anatoli Fyodorovich Polosin asli Rusia sampai Henk Wullems (1997), Bernhard Schumm (1999), Ivan Venkov Kolev dari Bulgaria (2002-2004), Peter White dari Inggris (2004-2007), Wim Rijsbergen dari Belanda (2011-2012), Alfred Riedl dari Austria (2013-2014), sampai Luis Manuel Blanco dari Argentina (2013), Jacksen F Tiago dari Brasil (2013), Pieter Huistra dari Belanda (2015), Luis Milla dari Spanyol (2017-2018), Simon McMenemy dari Skotlandia (2018-2019) sampai Shin Tae-Yong (2019-sekarang). Shin Tae-Yong yang pertama membawa pemain-pemain naturalisasi, pemain Indonesia berdarah Belanda yang bermain di kompetisi Belanda, Belgia, Inggris dan Italia ke dalam timnas kita.
Pelatih lokal pun silih berganti. Dari 1990-an, setelah Bertje Matulapelwa misalnya, ada Rusdi Bahalwan, Nandar Iskandar, Benny Dollo, pelatih 2000-an Aji Santoso, Nil Maizar, Rahmad Darmawan, sampai Bima Sakti Tukiman (2018). Benny Dollo bahkan 'keluar masuk' jadi pelatih timnas. Pertama melatih (2000-2001), sambung (2008-2010), dan balik lagi (2015).
Terbaik SEA Games
Bongkar-pasang-bongkar-pasang pelatih, baik "pelatih singkong" maupun "pelatih keju" bertahun-tahun ini menghasilkan prestasi yang "bongkar pasang" juga.
Prestasi Terbaik timnas adalah juara SEA Games 1987 di Jakarta yang dibawa oleh Bertje Matulapelwa. Dan disusul kemudian, Anatoli Polosin empat tahun kemudian (1991) di SEA Games Filipina.
Herry Kiswanto, eks Kapten tim Pra Piala Dunia 1986, nyaris saja lolos ke Meksiko kalau saja tidak diganjal oleh tim tangguh Asia, Korea Selatan di penyisihan Asia.
"Shin Tae-Yong mestinya lebih banyak melihat pertandingan Liga 1 kita, karena masih banyak pemain muda lain yang bisa dimainkan di timnas," ungkap Herry Kiswanto, dalam bincang-bincang dengan belasan wartawan di acara buka bersama wartawan olahraga Jakarta, di Studio Kandang Ayam yang dikelola wartawan senior SIWO (Seksi Wartawan Olahraga) Cocomeo Cacamarica, Jumat pekan lalu.
Sarman, pemandu bakat sepak bola Indonesia, dalam kesempatan yang sama malah menyampaikan kritik pedas pada Shin Tae-Yong dan tentunya juga Erick Thohir yang "membuat banjir" transfer pemain rasa keju ke timnas kita.
"Berkabung... Kalau dulu kita mengusir penjajah, kini kita mendatangkan penjajah," kata Bang Sarman pula. Meski demikian, suara Bang Sarman ini berseberangan dengan suara medsos yang kini pada menggandrungi penampilan "rasa keju" seperti Jay Idzes, yang mempermainkan bola di kakinya seperti juggling bola mainan di lapangan.
Masalahnya, bukan hanya main cantik kini yang dituntut publik sepak bola. Main cantik tapi menang. Kalau tak menang? Tahu sendiri tabiat pemaniak sepak bola kita: kalah mesti dicaci...
26 Pemain Shin Tae-Yong
Inilah daftar terakhir "timnas rasa singkong keju" asuhan pelatih asal Korea Shin Tae-Yong untuk melawan Vietnam di Hanoi:
Kiper
Ernando Ari (Persebaya Surabaya), Muhammad Riyandi (Persis Solo), Muhammad Adi Satryo (PSIS Semarang).
Belakang
Nathan Tjoe-A-On (SC Heerenveen Belanda), Rizky Ridho (Persija Jakarta), Edo Febriansah (Persib Bandung), Asnawi Mangkualam (Port FC Thailand), Wahyu Prasetyo (PSIS Semarang), Yakob Sayuri (PSM Makassar), Jay Idzes (Venezia FC Italia), Justin Hubner (Cerezo Osaka Jepang), Pratama Arhan (Suwon FC Korea), Muhammad Ferrari (Persija Jakarta).
Gelandang
Thom Haye (SC Heerenveen, Belanda), Arkhan Fikri (Arema FC Malang), Marselino Ferdinan (KMSK Deinze Belgia), Ricky Kambuaya (Dewa United Tangerang), Ivar Jenner (Jong Utrecht Belanda), Rachmat Irianto (Persib Bandung).
Penyerang Depan Striker
Ragnar Oratmangoen (Fortuna Sittard Belanda), Rafael Struick (ADO Den Haag Belanda), Witan Sulaeman (Bhayangkara FC), Egy Maulana Vikri (Dewa United Tangerang), Dimas Drajad (Persikabo 1927), Ramadhan Sananta (Persis Solo), Hokky Caraka (PSS Sleman). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H