Maka, layanan pada masyarakat yang biasa diselesaikan sebulan, kini bisa paling cepat seminggu, "Saya kasih latihan agar diselesaikan 2x24 jam, lalu 1x24 jam. Setelah itu bisa diselesaikan dalam hitungan jam, dan bahkan menit...," tuturnya pula.
Gara-gara 'Governance Super Aps' ini, Ganjar bisa menghapus 2.500 nomenklatur yang tumpang tindih dalam pelayanan masyarakat Jawa Tengah. Dan itu kata Ganjar, ternyata bisa menghemat anggaran daerag Rp 3,4 triliun.
"Kemudian anggaran itu kita berikan pada mereka, ASN kami, biar tambah penghasilan. Kira-kira kami tambah 500 persen. Maka masyarakat  tidak usah setor saat mengurus layanan. Saya katakan pada para ASN, tugas mu hanya melayani masyarakat dengan mudah, murah, cepat, menggunakan teknologi digital agar lebih gampang," kata Ganjar.
Disrupsi Media
Ketika ditanya, apakah Ganjar Pranowo sependapat dengan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di Hari Pers Nasional (HPN) tahun lalu bahwa "Pers kita sedang tidak baik-baik saja..," Ganjar mengatakan, memang pers kita sedang tidak baik-baik saja.
"Ada dua hal dari pers kita yang tidak baik-baik saja pada hari ini. Salah satu adalah bisnisnya. Bisnis media sedang mengalami perubahan. Disrupsi di pers sekarang terjadi dari yang konvensional menjadi digital. Konvensionalnya mulai ditinggalkan. Tetapi digitalnya belum 100 persen dijalankan. Secara bisnis tidak bagus. Banyak perusahaan yang bangkrut, lalu bermunculan yang baru. Nah, PWI kini punya pekerjaan rumah...," kata Ganjar.
Yang muncul yang baru, online, ada yang bagus ada yang tidak. Yang bagus, setelah dicek, ternyata di belakangnya wartawan-wartawannya kredibel. Yang tidak bagus, salah satu di antaranya, Ganjar mengaku pernah menemukan wartawannya adalah perangkat desa. Kerja di satu ormas. Motif menulis pun macem-macem kepentingannya.
Media yang mainstream pun tidak semua baik-baik saja. "Ketika saya jadi gubernur, saya lihat mereka (para wartawan) keluar masuk Humas (Hubungan Masyarakat di Gubernuran) mereka 'ngambilin' amplop. Wah, ini tidak sehat, lalu saya hentikan. Saya dihajar selama satu setengah tahun..," tutur Ganjar pula. Yang pahit soal pers pun perlu ia ungkapkan.
Menurutnya, sebenarnya ada cara yang lebih baik ketimbang budaya 'amplop' ini. Maka, Ganjar pun mencari cara agar hal ini menjadi legal, dan tidak ada lagi gaya yang seolah-olah saling peras atau saling hindar.
"Apa yang bisa dilakukan? Ya adalah. Kerjasama. Kalau kata saya, kita sama-sama punya perasaan...," ungkap Ganjar.
Maka selama situasi transisi di media yang belum baik-baik saja inilah, terkadang perlu dialog bagaimana membikin media menjadi  jauh lebih mapan. Interchangeable. Pemerintah memakai tools apa... social tools supaya bisa dilakukan social engineering. Agar situasi media yang tidak baik-baik saja ini menjadi membaik.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H