Tidak ada Pilpres yang diselenggarakan secara langsung sejak 2004 di Republik ini yang memakan urat syaraf begitu tegang dalam hal penentuan nama Cawapres seperti Pilpres kali ini.
Soal nama Capres praktis sebenarnya sudah selesai sejak beberapa bulan lalu. Sudah ada Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Tetapi soal nama Cawapres, sungguh berkepanjangan. Bahkan sampai merambah ke ranah hukum di meja Mahkamah Konstitusi (MK), guna memastikan apakah sosok cawapres atau bacawapres yang bakal diajukan itu memenuhi syarat Presidential Threshold atau tidak.
Perdebatan terhangat menyangkut soal batasan umur. Soal batas umur ini  menjadi isyu yang krusial, karena menyangkut mungkin tidaknya anak sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka (36) Walikota Surakarta diajukan sebagai bacawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto. Meskipun menurut azas hukum yang berlaku di kita soal batasan umur, hal itu masuk dalam kategori "open legal policy". Bisa berubah, jika memang sudah tidak memadai lagi.
Masyarakat politik kita menjadi riuh, ketika Mahkamah Konstitusi mengambil putusan yang memungkinkan Gibran maju atau dimajukan menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto dengan amar putusan yang seolah seperti "pedang bermata dua".
Di satu pihak, tidak memungkinkan seseorang berusia di bawah 40 tahun menjadi Capres atau Cawapres. Akan tetapi menjadi mungkin, lantaran di dalam amar putusan MK yang diketuai Anwar Usman, ada ketentuan "atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah...,"
Sebagian orang menuding, MK memuluskan apa yang disebut "Politik Dinasti". Selain Hakim Ketua MK Anwar Usman adalah ipar Presiden Joko Widodo, juga Presiden Jokowi disebut sebagai berkeinginan "meneruskan kekuasaannya" pada anak sulungnya.
Disambar Aksi Demo
Isyu "Politik Dinasti" ini langsung disambar sebagai slogan dalam aksi unjuk rasa di Solo, yang tentu saja digerakkan oleh lawan politik Presiden Jokowi, atau juga pengusung capres/cawapres yang berseberangan dengan Presiden Jokowi.
Padahal, putusan di Mahkamah Konstitusi pun tidak bulat memuluskan pengusungan Bacawapres Gibran Rakabuming Raka, yang diusung oleh partai besar di parlemen, Golongan Karya.
Putusan untuk uji materi Pasal 169 huruf Q UU No 7 tahun 2017 Pemilu tentang batasan umur atas permohonan Partai Garuda pada bulan Maret 2023, agar usia minimum 40 tahun diubah menjadi 35 tahun, ditetapkan melalui "dissenting opinion".
Ada perbedaan pendapat di antara 9 hakim Konstitusi. Empat hakim konstitusi berpendapat berbeda, mereka adalah Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo dan Wahiduddin Adams. Keempatnya menilai, seharusnya MK menolak permohonan perubahan itu. Sedangkan lima yang setuju, adalah Hakim Ketua Anwar Usman, M Guntur Hamzah, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic serta Enny Nurbaningsih.