Saking banyaknya tato ia sampai tidak ingat berapa banyak goresen tinta rajah permanen yang menghiasi tubuhnya. Yang jelas, ketika melangkah ke final turnamen tenis Wimbledon 2023, Marketa Vondrousova bertekad ingin menjadi "juara Wimbledon yang paling banyak tato-nya".
"Aku taruhan sama pelatih, kalau sampai menang satu gelar Grand Slam, dia juga akan menato badannya," ucap petenis Czech, Marketa Vondrousova (24) sebelum melangkah ke final melawan petenis Tunisia, Ons Jabeur (27).Â
Nah, kali ini tentu pelatihnya Jan Hernych akan ditagih bertato. Karena Vondrousova tidak hanya menang lawan Ons Jabeur dua set langsung, 6-4, 6-4, akan tetapi juga mencatat sejarah menjadi petenis bukan unggulan pertama dalam 30 tahun yang bisa juara Wimbledon. Vondrousova peringkat 42 dunia ketika melangkah ke Wimbledon.
Tak hanya taruhan tato. Kemenangan Vondrousova kali ini juga akan membuat eks sponsornya menyesal setengah mati, lantaran Nike sejak awal tahun ini mencopot sponsorship atas dirinya tanpa alasan dan "tanpa ba-bi-bu". Sehingga Vondrousova menjadi petenis pertama yang tampil di final turnamen akbar Wimbledon tanpa canthelan sponsor resmi.
Mungkin karena banyak tato di tubuhnya, "pating clorek" (Jw) maka Nike awal tahun ini mencopot sponsor di tubuh petenis peringkat 42 dunia ini, tetapi lebih mungkin karena prestasinya tahun lalu yang goyah akibat cedera.Â
Tahun lalu sama sekali sempat tak bisa main setelah menjalani operasi pergelangan tangannya. Sehingga, setelah operasi tahun lalu Vondrousova yang penuh coretan tato ini datang ke turnamen tenis paling bergengsi Wimbledon, sebagai turis, bayar sendiri dan hanya menonton bersama suami yang baru menikahinya.
Dalam tubuh petenis bertato ini mengalir darah olahragawan berprestasi. Kakek dari ibunya adalah juara dasa lomba di atletik Czech. Sedangkan ibunya adalah pebasket profesional dan bermain di sebuah klub ternama di liga bola basket Czech.
Surat kabar The Sun menulis, Marketa Vondrousova pertama kali ditato pada usia 16 tahun. Dan semenjak itu, ia rajin mengunjungi tempat-tempat tato di kota tempat tinggalnya di Praha, Republik Czech. Dan sebelum melangkah ke Wimbledon pun Vondrousova menambah goresan gambar peri (seperti capung bersayap) di lengannya...
Peri bergores
Saking banyaknya tato di tubuhnya memang menampilkan kesan, Marketa Vondrousova ini seperti peri semampai, berkulit putih dan wajah lancip yang tubuhnya bergores-gores. Jenis tato yang menghias tubuhnya memang lebih banyak tato bergaris.
"Tato itu seni," kata Vondrousova, ketika ditanya wartawan tentang keranjingannya akan tato. Dan memang, Vondrousova selalu memaksudkan makna atau penanda dalam setiap goresan tato di tubuhnya.
Tetapi ketika Vondrousova kalah di final turnamen seri Grand Slam, Perancis Terbuka 2019 lawan Ashley Barty dari Australia, di tubuhnya masih relatif sedikit terlihat tato.
Dalam empat tahun terakhir, tulis surat kabar The Birmingham Mail, tubuhnya makin banyak dihias tato. Seperti di lengan kanan petenis bertinggi 1,72 m ini, ada tertulis dengan tinta rajah: "No rain, no flowers," Ia maksudkan, "untuk menikmati masa indah, pertama-tama harus mengalami kesulitan dulu"...
Bolehlah, diterjemahkan bebas sebagai "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dulu, bersenang-senang kemudian," Jadhoel ya? Tetapi kurang lebih seperti itu. Atau, bolehlah agak puitis dikit seperti RA Kartini, "Habis Gelap, Terbitlah Terang...,"
Lucunya, Vondrousova ini mengaku angka keberuntungannya justru angka yang biasa dianggap sial oleh orang lain, yaitu angka 13. Ada di lengannya, angka "celaka" 13 itu, setelah ia mencatat sukses meski kalah di final Olimpiade 2020 Tokyo. Ada juga logo Olimpiade di lengannya.
"Bahkan dalam kekalahan pun, kudu berkeyakinan bahwa kekalahan itu suatu hadiah...," kata Vondrousova pada Birmingham Mail.Â
Vondrousova mengaku, tato pertamanya sebagai hadiah ulang tahun ke-16 dan ketagihan bertato sejak saat itu. Dan langganan-langganannya di kedai tato di Praha, umumnya adalah penato perempuan. Di antaranya menato, peri perempuan yang sedang duduk di lengannya.
Hidup bergores-gores
Perjalanan hidup Marketa Vondrousova juga bergores-gores. Terlahir dari keluarga olahragawan, kedua orangtuanya David Vondrous dan Jindriska Anderlova berceraI pada saat Marketa berusia tiga tahun.Â
Akan tetapi, ia selalu diawasi dengan baik oleh kedua orangtuanya. Marketa dikenalkan permainan tenis oleh ayahnya saat Marketa berusia empat tahun. Tadinya hanya main tenis untuk rekreasi, bersenang-senang saja. Sementara ibunya bermain untuk klub Extra Liga bola voli Czech.
Baik David Vondrous maupun Indriska Anderlova keduanya berkeras agar Marketa berlatih tenis. Meski hidup terpisah, mereka mendukung Marketa Vondrousova menekuni hidup sebagai petenis meskipun juga bermain berbagai jenis olahraga, dari sepak bola, ski, tenis meja, bola tangan ketika masih remaja. Dan selalu hebat di setiap cabang yang diterjuni.
Mulai fokus bermain tenis sejak usia dini, dan di antaranya masuk turnamen mini-tenis nasional di Praha pada 2006, juara tiga dan lolos kualifikasi turnamen internasional di Umag, Kroasia. Kalah di babak pertama, tetapi di pertandingan konsolasi (pertandingan ulang di antara mereka yang kalah-kalah di babak pertama), Marketa Vondrousova malah juara konsolasi di antara pemain yang semuanya setahun lebih tua darinya. Vondrousova saat itu masih delapan tahun.
Prestasi yang membanggakan, ketika Republik Czech tampil sebagai juara turnamen tenis beregu putri, Piala Federasi Yunior 2015. Debut Vondrousova di Piala Federasi senior pada 2017.Â
Di semifinal Grup Dunia melawan Amerika Serikat, Vondrousova kalah di pertandingan pertama lawan Coco Vandeweghe, tetapi menang di pertandingan kedua lawan Lauren Davis. Dan kalah di permainan ganda, sehingga Czech tersingkir dari Grup Dunia. Kembali tampil di Piala Federasi 2019. Menang di Play-off lawan Kanada. Dan memenangkan posisi di Grup Dunia Piala Federasi 2020.
Gaya permainannya termasuk menggetarkan lawan. Terutama pukulan drop shot nya yang mematikan. Secara umum, memiliki permainan yang all round. Keren pukulan servis kidalnya. Pukulan top spin forehand kidalnya yang stabil.Â
Meski bermain di baseline, akan tetapi termasuk agresif. Sehingga ketika tampil di final lawan petenis Tunisia, Ons Jabeur di Wimbledon kemaren, mampu menaklukkannya meski ketinggalan terus, 1-4 di set pertama, serta 1-3 di set kedua. Dan toh malah menang 6-4, 6-4 dalam waktu relatif singkat kurang dari dua jam.
Yang jelas, sudah tercapai niatnya sebelum melangkah ke turnamen di London kali ini. Yakni pengen tampil sebagai juara Wimbledon yang paling penuh tato... *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H