Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Raibnya Keris Kyai Anggrek di Belanda

30 Mei 2023   08:53 Diperbarui: 30 Mei 2023   16:01 2261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja Willem Frederik Prins van Oranje-Nassau dan koleksi kerisnya (Foto Arsip Museum Volkenkunde Leiden)

Di antara tim ahli yang dikirim Raja Willem I ke Hindia Belanda itu, CGC Reindwardt adalah seorang peneliti muda Jerman waktu itu. Ada juga, Willem Kent ahli botani, Adrianus Johannes Bik (1790-1872) seorang pelukis. Mereka harus mengumpulkan benda-benda langka tentang sejarah alam Nusantara. Panitia berangkat ke Jawa pada Oktober 11815, dan tiba di Batavia pada bulan April 1816.

AJ Bik bertugas menggambar semua benda yang terkumpul (belum model ada kamera seperti sekarang). Tak lama kemudian, saudara laki-lakinya Jannus Theodore E Bik (wafat 1868) bergabung dengan tim, diikuti kemudian pada 1817 oleh Antoine Aguste Joseph Payen (1792-1853), seorang pelukis kelahiran Brussels, Belgia. Payen dikirim ke Hindia Belanda untuk menggambar pemandangan alam dan kehidupan sehari-hari masyarakat Hindia Belanda. Lukisannya dimaksudkan untuk melengkapi Galeri Seni Hindia Belanda. Pada tahun 1826, Payen kembali ke Brussels dan menghabiskan sebagian besar waktu melukis berdasarkan sketsa yang dibuatnya selama di Hindia Belanda.

Selama enam tahun melakukan berbagai penelitian di Hindia Belanda, banyak artefak yang dikumpulkan -- antara lain patung Prajnaparamita (kini sudah dikembalikan ke Indonesia) dari situs kerajaan Singosari di Malang, Jawa Timur. Dan masih banyak lagi berbagai benda budaya serta kehidupan alam Nusantara yang akan dibawa. Persoalan utama untuk dibawa ke Belanda, adalah soal transportasinya yang tentu saja satu-satunya melalui laut. Belum ada pesawat terbang saat itu...

Semua obyek serta manuskrip dari Hindia Belanda itu dikirim ke Belanda dengan menumpang delapan kapal. Tetapi hanya empat kapal yang sampai dengan selamat ke tujuan di Negeri Belanda. Empat kapal lainnya tenggelam dalam perjalanan.

Pengiriman benda-benda bersejarah itu dimulai pada September 1818, terdiri dari koleksi sejarah alam yang diantaranya berwujud gajah, dan harimau hidup. Sayangnya, kapal itu tidak pernah sampai ke Belanda, tenggelam dalam perjalanan di laut. Pengiriman kedua dilakukan pada Januari 1819, dan berhasil sampai ke Belanda dengan selamat. Muatan kemudian menjadi pengisi utama Museum Sejarah Alam di Leiden.

Kapal ketiga bernama Admiral Evertsen. Kapal ini mengalami nasib yang sama seperti kapal pertama. Ketika mencapai Diego Garcia, pulau di Samudra Hindia pada 1818, kapal ini tenggelam. Fort, awak kapal yang diselamatkan oleh The Pickering, sempat "menyelamatkan" keris Kyai Anggrek si pembawa keselamatan itu. Salah satu awak kapal yang selamat dari musibah kapal karam itu, adalah CT Elout (1767-1841) anggota komite ilmiah yang dikirim ke Batavia bersama peneliti Reinwardt pada 1816. Kisah tenggelamnya Admiral Evertsen ditulis oleh QMR Verhuell dalam sebuah buku yang berjudul "Herinneringen van een Reis naar Oost Indie"...

Kecelakaan kapal karam ini tentunya menghancurkan benda-benda utama yang dikumpulkan oleh peneliti Reinwardt dan kawan-kawan. Benda-benda yang ikut karam itu antara lain surat, laporan serta catatan penelitian serta benda-benda yang dikumpulkan sehubungan dengan penelitian itu selama enam tahun.

Namun, masih ada beberapa obyek yang berhasil diselamatkan di antaranya adalah ilustrasi warna-warni dari berbagai obyek alam yang dibuat oleh pelukis AJ Bik, serta keris pusaka keselamatan Kyai Anggrek dari raja Surakarta.

Lara Stuwa atau Rara Siduwa?

Ketika CT Elout berkunjung ke raja Surakarta dan bertemu Paku Buwana IV, Sunan Surakarta itu meminta dengan sangat agar keris Kyai Anggrek disampaikan ke Belanda sebagai hadiah untuk Raja Willem Frederick I. Saat itu, sebenarnya Elout keberatan, karena sudah ada banyak keris yang mereka bawa. Namun raja Surakarta bersikeras, keris itu harus dibawa karena ia sudah menjanjikan pada raja Willem I dalam surat sebelumnya. Ketika itu PB IV menggantikan tahta ayahnya, raja Surakarta. Akhirnya Elout pun setuju membawa keris itu ke Belanda.

Sesampai di Belanda, yang termasuk di antara mereka yang selamat sampai ke Belanda, menyerahkan keris tersebut kepada Raja Willem I dengan segala cerita pengalaman traumatis dalam perjalanan laut yang dialami selama pengiriman pusaka raja Surakarta itu ke Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun